Jelaskan pro kontra yang terjadi atas situasi krisis sastra setelah berakhirnya era Angkatan 45

Jelaskan pro kontra yang terjadi atas situasi krisis sastra setelah berakhirnya era Angkatan 45

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

I Nyoman Suaka
http://www.balipost.co.id/

Masih dalam suasana memperingati HUT ke-58 Kemerdekaan RI, ada baiknya menoleh sejenak seputar Proklamasi 17 Agustus 1945, relevansinya dengan sastra yang berkembang masa itu. Ketika itu, sejarah sastra Indonesia mencatat revolusi baru di bidang sastra yang populer dengan istilah sastra angkatan 45, telah lahir. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, sastra angkatan 45 dijuluki sastra kemerdekaan. Mengapa demikian?

DALAM peta kesusastraan Indonesia modern, berturut-turut muncul sastra angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 45, angkatan 66 dan belakangan ini disebut-sebut telah lahir sastra angkatan reformasi. Perkembangan sastra masing-masing periode itu identik dengan situasi dan kondisi sejarah bangsa Indonesia. Masing-masing angkatan itu juga memiliki ciri khas tersendiri.

Sastra angkatan 45, misalnya sangat berbeda dengan sastra angkatan sebelumnya — Pujangga Baru dan Balai Pustaka. Lahirnya angkatan 45 karena perubahan sosial politik tahun 1942 yang begitu mendadak. Jepang tiba-tiba datang menjajah Indonesia. Dalam kurun waktu tahun 1942-1945, turut berkembang apa yang disebut ”Sastra Zaman Jepang”. Produk karya sastra zaman ini banyak yang menghamba pada pemerintah Jepang di Indonesia. Bahkan roman, cerpen dan puisi menjadi alat propaganda penjajah Jepang, melalui sebuah lembaga ”Keimin Bunka Shidosho” — sebuah pusat kebudayaan yang pro Jepang. Akibatnya, beberapa sastrawan yang bergabung dalam lembaga itu dijuluki ”kacung” Jepang.

Hambatan politis seperti itu, bukanlah barang baru bagi sastrawan Indonesia. Sastrawan yang bergabung dalam angkatan Balai Pustaka, juga mengalami hal serupa. Mereka dalam berkarya harus tunduk dengan aturan ”Volkslectuur”, sebuah lembaga kesusastraan di bawah pemerintah kolonial Belanda. Karya sastra harus diseleksi oleh redaksi ”Volkslectuur” untuk bisa diterbitkan. Seleksi dan sensor yang sangat ketat itu sangat merugikan sastrawan, sebab karya-karya itu harus mendukung pemerintah kolonial untuk melanggengkan kekuasaan Belanda.

Zaman Pujangga Baru berbeda lagi, mereka tidak memiliki identitas yang khas Indonesia. Justru banyak sastrawan yang berkiblat ke Barat, melecehkan adat ketimuran. Segala sesuatu yang berbau Barat dipuja-puja. Mereka menjadi agen kebudayaan Barat, disamping ada juga yang bertahan dengan kebudayaan tradisi (Timur). Pendapat pro dan kontra antarsastrawan bermunculan. Dua kubu itu memiliki kekuatan yang seimbang. Akhirnya muncul polemik kebudayaan di tahun 1933-1935 yang kini sering menjadi acuan dalam mencari identitas kebudayaan nasional.

Menyimak kondisi sastra seperti itu, jelas kesusastraan Indonesia belum memiliki jati diri. Pengaruh budaya Barat, penguasa Jepang dan kolonial Belanda sangat dominan. Kreativitas sastrawan dan budayawan terbelenggu akibat situasi politik ketika itu.

Kejadian yang teramat penting, detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945 berpengaruh sekali atas semua kegiatan kebudayaan, termasuk kesusastraan. Suasana jiwa dan penciptaan yang sebelum itu amat terkekang, akhirnya mendapat kebebasan senyata-nyatanya. Para sastrawan Indonesia waktu itu merasakan sekali kemerdekaan dan tanggung jawab untuk mengisi kemerdekaan dengan karya yang betul-betul mencerminkan manusia merdeka, bebas berkreativitas. Aktivitas kebudayaan setelah proklamasi sampai tahun 1950, tidak saja di bidang sastra, tetapi juga sandiwara, drama dan film serta seni lukis. Hal ini membuktikan bahwa sastrawan dan budayawan bebas berekspresi. Para sastrawan yang merasakan kemerdekaan ini adalah Chairil Anwar, (bidang puisi), Idrus, Pramudya Ananta Toer (prosa), Trisno Sumarjo (drama), Asrul Sani, dan Usmar Ismail (film) dan lain-lain. Mereka ini kemudian digolongkan ke dalam sastrawan angkatan 45.

Konsep Seni
Sastra angkatan 45 memiliki konsep seni yang diberi judul ”Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep itu tak ubahnya seperti naskah ”Proklamasi”, yang berbunyi ”Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.”

Memperhatikan konsep seni seperti itu, tampaknya para sastrawan dan budayawan mempunyai era tersendiri yang tidak ingin dipengaruhi pihak lain. Mereka yang bernaung di bawah payung angkatan 45 ini ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Mereka juga mengaku lahir di tengah-tengah masyarakat yang bercampur baur. Walaupun demikian, para sastrawan menginginkan suasana baru yang lebih baik dari sebelumnya. Cita-cita kemerdekaan angkatan 45 itu yang tertuang dalam konsep ”Surat Kepercayaan Gelanggang” juga sangat berani, seperti kutipan berikut:

”Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati kami. Kami tidak akan memberikan suatu kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia kami tidak ingin kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat…..”

Pernyataan agak bombastis itu merupakan sindiran terhadap polemik kebudayaan di era Pujangga Baru. Zaman itu sastrawan terpecah menjadi dua. Di satu pihak pro Barat dan di pihak lain pro Timur. Sampai berakhirnya masa Pujangga Baru, pro dan kontra terhadap identitas kebudayaan nasional masih menyisakan polemik.

Kehadiran angkatan 45 seperti dalam konsep seninya itu, jelas tidak menginginkan polemik. Chairil Anwar, Idrus, Pramudya, Asrul Sani dan lain-lain tidak memberikan kata-kata kunci tentang kebudayaan Indonesia. Mereka juga tidak ingin menggosok-gosok kebudayaan lama yang telah usang. Para sastrawan itu memandang ke depan untuk mengisi kemerdekaan. Apa yang diungkapkan dalam sastra adalah suasana Indonesia dengan pikiran-pikiran Indonesia yang hidup dalam masyarakat dan zamannya.

Muncul angkatan ’45 ini diawali adanya sikap dan cita-cita para pengarang yang akan diperjuangkan, yaitu ingin membentuk kebudayaan yang universal. Selain itu para pengarang pada saat itui adalah pengarang yang revolusioner dalam kesusastraan. Penamaan angkatan ’45 membuat pengarang adu pendapat sehingga terdapat pro dan kontra dengan penamaan tersebut.

Nama angkatan ’45 sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada saat Rosihan Anwar melansir istilah angkatan ’45 dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Dalam tulisannya tersebut, ia mengatakan bahwa kemerdekaan adalah syarat mutlak untuk perkembangan-perkembangan kebudayaan yang sejati suatu bangsa. Pengenalan angkatan ’45 itu menandai peristiwa kemerdekaan yang terjadi pada tahun tersebut. Sebelum nama angkatan ’45 muncul, orang-orang menyebutnya dengan sebutan:

1)      angkatan Chairil Anwar, karena pelopor angkatan ’45 adalah Chairil anwar yang berpengaruh besar terhadap karya-karya sastrawan lainnya. Chairil Anwar dikenal sebagai seorang pelopor berdirinya angkatan ’45. Hal ini diperkuat oleh beberapa factor, yaitu:

a)      perubahan dalam bentuk dan isi perpuisian Indonesia Modern

b)      bentuk puisi yang ditampilkan bebas dan takam dengan pemikiran unik dan kemampuan memilih kata yang padu

c)      sajak-sajaknya bernafaskan pemberontakan jiwa terhadap penindasan dan penjajahan

d)     Chairil Anwar adalah seorang penyair yang penuh vitalitas

e)      Ia menganut aliran ekspresionisme (letupan jiwa yang meluap-luap)

2)      angkatan perang, karena pada saat itu tokoh masyarakat berperang dalam memperebutkan kemerdekaan

3)      angkatan sesudah perang, karena pada tanggal 17 agustus 1945 merupakan hari proklamasi kemerdekaan

4)      angkatan sesudah Pujangga Baru, karena angkatan ’45 ada setelah angkatan Pujangga Baru yang lahir tahun 1930-an

5)      Genaerasi Gelanggang, karena sastrawan bebas mengapresiasikan persamaannya (Rosidi, 1986: 62)

Pada alinea 1 telah dikatakan adanya pro dan kontra para sastrawan dengan penamaan angkatan ’45. Para sastrawan yang tergolong pro dengan penamaan tersebut, antara lain: Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, dan Sitor Situmorang. Sedangkan yang kontra adalah Asrul Sani, Idrus, dan beberapa pengarang lainnya. Beberapa alas an yang dikemukakan oleh para sastrawan yang kontra atau tidak setuju, antara lain.

1)      Tahun 1945, yaitu tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak sepenuhnya berhubungan dengan hal-hal yang mulia dan baik karena juga terjadi pembunuhan dan penculikan pada kedua pihak yang bertempur. Dengan demikian, penamaan angkatan ’45 dapat mengingatkan kita terhadap hal-hal yang keji dan kotor.

2)      Para sastrwan diragukan sahamnya bagi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sehingga timbul kesangsian apakah mereka berhak menggunakan nama keramat angkatan ’45. Keraguan itu didasarkan atas adanya beberapa karangan Chairil Anwar yang terlalu bersifat individualistic.

3)      Tahun 1945 adalah suatu kesatuan waktu yang sangat singkat dan relative terlalu fana sehingga penamaan angkatan ’45 akan dengan cepat menimbulkan sifat kekolotan pada beberapa tahun sesudah itu.

Sedangkan mereka yang setuju atau pro dengan penamaan angkatan ’45 membantah alas an-alasan tersebut di atas. Beberapa tanggapan mereka adalah sebagai berikut.

1)      Dalam menilai suatu peristiwa, kitab harus dapat membedakan yang pokok dengan yang tidak. Pembunuhan dan penculikan adalah soal kecil jika dibandingkan dengan masalah perjuangan merebut dan memperetahankan kemerdekaan. Kemerdekaan adalah syarat mutlak untuk perkembangan-perkembangan kebudayaan suatu bangsa, termasuk perkembangan sastra itu sendiri. Dengan demikian, pennamaan angkatan dengan nama tahun ’45 tetao memiliki nilai yang luhur, tidak perlu harus dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang rendah.

2)      Walaupun memang ada puisi-puisi ciptaan penyair bangsa kita yang pada saat itu yang memiliki interpretasi negative, akan tetapi apabila kita teliti benar-benar dan kita resapkan sungguh-sungguh banyak puisi ciptaan Chairil Anwar dan beberapa penyair lain yang mengandung pikiran-pikiran yang mempunyai banyak peranan bagi perjuangan kemerdekaan. Kita ingat saja puisi karawang-Bekasi karya Chairil Anwar. Di samping itu, harus diingat bahwa perjuangan kemerdekaan tidak harus selalu dalam hubungan dengan dengan perjuangan fisik atau senjata, melainkan memiliki pengertian yang luas.

3)      Tidak hanya penamaan yang menggunakan angka tahun yang mudah menimbulkan sifat kekolotan, akan tetapi setiap penamaan akan menjadi bersifat kolot apabila sudah timbul angkatan atau generasi baru.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka mereka berpendapat bahwa tahun ’45 adalah tahun yang mulia bagi sejarah perjuangan bangsa, yaitu tahun berhasilnya bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Oleh karena itu, kemerdekaan adalah syarat mutlak untuk perkembangan kebudayaan suatu bangsa, maka tepat dikatakan bahwa angkatan sastra di Indonesia sesudah Perang Dunia II mempergunakan nama angkatan ’45.

Pada hakekatnya, setiap manusia itu sama, yaitu setriap manusia pasti memiliki sikap rasional, etis, dan estetis. Manusia adalah makhluk berpikir yang berkeadaan dan memiliki rasa keindahan. Setiap manusia mendambakan nilai-nilai yang luhur dalam keadilan, kemerdekaan, kejujuran, kebebasan, persamaanderajat, dan kedudukan. Berdasarkan hal tersebut, maka angkatan ’45 menganut konsep Humanisme Universal yang berusaha memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaaan yangyang luhur yang berlaku bagi setiap manusia dari setiap bangsa. Menurut HB. Jassin, konsepsi tersebut mengandung pengertian bahwa angkatan ’45 tidak mengabdi kepada suatu –isme, tetapi mengabdi kepada kemanusiaan yang mengandung segalanya, baik dari segala –isme manapun. Akibat pembentukan kebudayaan dunia, kebudayaan yang bersifat universal yang muncul dengan corak Indonesia. Konsepsi ini tercantum dalam pernyataan mereka yang terdapat dalam Surat Kepercayaan Gelanggang.

Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan pernyataan sikap dan pendirian angkatan ’45 yang dibuat tanggal 1 Februari 1950 dan disiarkan pada tanggal 22 Oktober 1950. Pernyataan sikap ini dikemukakan oleh perkumpulan Gelanggang Seniman Merdeka, yaitu suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947. Perkumpulan ini didirikan sebelum Chairil Anwar meninggal, namun saat dibuat Surat Kepercayaan Gelanggang, beliau sudah meninggal (28 April 1949). Surat Kepercayaan Gelanggan dipandang sebagai pernyataan sikap dan perwujudan konsepsi angkatan ’45. Isi lengkap Surat Kepercayaan Gelanggang adalah sebagai berikut.

Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.

Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kalau kami bicara tentang kebudyaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai mengilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudyaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkann oleh kesatuan berbagai-bagai  rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.

Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai asing yang harus dihancurkan. Demikianlah kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.

Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri. Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Jakarta, 18 Februari 1950

2.      Para Pengarang dan Hasil Karyanya

1.      Chairil Anwar
Karya-karyanya yang penting dibukukan orang setelah dia meninggal, yaitu kumpulan sajak Kerikil Tajam dan yang Terempas dan yang Putus (1949), Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir, Aku Ini Binatang Jalang (1986) dan Derai-Derai Cemara (1999).

2.      Achdiat K. Mihardja A
Achdiat  pertama kali dikenal dengan roman Atheis, kemudian Bentrokan dalam Asrama (1952), Debu Cinta Bertebaran (1973), dan drama Pak Dullah in Extremis (1977).

3.      Asrul Sani
Hingga akhir hayatnya dikenal sebagai pribadi yang multi-ahli karena tidak hanya mewariskan puisi, cerpen, esai, scenario film, pelajaran di bidang perfilman, dan karya terjemahan, tetapi juga pernah berjuang dalam Lasykar Rakyat Jakarta semasa awal revolusi. Karyanya diantaranya yakni naskah drama Mahkamah.

4.      Idrus
Idrus pernah menjadi redaktur Kisah dan Indonesia. Karyanya yang penting drama Dokter Bisma (1945), kumpulan cerpen dan drama Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948), drama Keluarga Surono (1948), novel Aki (1949) dan novel Perempuan dan Kebangsaan (1949)

5.      Mochtar Lubis
Mengawali karir kepengarangan di tahun 1950-an dengan novel Jalan Tak Ada Ujung (1952), kemudian novel Tanah Gersang (1966), Senja di Jakarta (1970), Harimau! Harimau! (1975), Maut dan Cinta (1977)

6.      Pramoedya Ananta Toer
Setelah peristiwa tahun 1965 Pram menjadi tahanan politik di Pulau Buru hingga tahun 1979. Karyanya yang terkenal yakni tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca), novel Midah si Manis Bergigi Emas (1954), Arok Dedes (1999), Mangir (2000) dan masih banyak lagi.

7.      Rivai Apin
Nasibnya menjadi suram dan tak terdengar kabarnya lagi setelah terjadi peristiwa September 1965.

8.      Utuy Tatang SontaniA
Karya dramanya yang penting Bunga Rumah Makan (1948), Suling (1948), Awal dan Mira (1952), Sayang Ada Orang Lain (1954), dan Di Langit Ada Bintang (1955).

9.      Usmar Ismail
Ia muncul sebagai penulis sandiwara, sanjak, dan cerpen-cerpen. Hasil karyanya antara lain Permintaan Terakhir, Asokamala Dewi, Puntung Berasap (kumpulan sanjak, 1950), dan Mutiara dari Nusa Laut (drama).

10.  Amal Hamzah
Merupakan adik Amir Hamzah. Dalam karyanya masih tampak pengaruh Amir Hamzah dan Rabindranath Tagore. Hasil karyanya antara lain Teropong, Bangkai Retak, Laut (sanjak), Pancaran Hidup (sanjak).

11.  Rosihan Anwar
Seorang wartawan, ia pernah memimpin harian Merdeka Asia Raya dan mingguan Siasat. Hasil karyanya banyak yang bersifat tanggapan sosial. Beberapa hasil karyanya yaitu Radio Masyarakat (cerpen), Manusia Baru, Lukisan, dan Seruan Napas (sanjak)

12.  M. Balfas
Dalam karangannya banyak dijumpai logat Jakarta. Hasil karyanya antara lain Lingkaran-lingkaran Retak (kumpulan prosa; BP, 1952), Dr. Tjipto Mangunkusuma Demokrat Sejati (biografi).

13.  Anas Ma’ruf
Seorang jurnalis pemimpin harian Nusantara, redaktur Arena dan Majalah Patriot di Yogyakarta. Hasil karyanya yaitu Citra dan Sadhana (terjemahan dari Rabindranath Tagore), Nyalakan Terus, Antara Kita, Pandu Masa (sanjak)

14.  Maria Amin
Sastrawati ini pengarang bercorak simbolik yang dapat menerobos sensor Jepang. Karyanya yakni Tinjaulah Dunia Sana (cerpen), Penuh Rahasia, Kapal Udara (sanjak)

15.  Mahatmanto
Hasil karangannya lebih banyak berupa sanjak antara lain Cakar atau Ekor, Individu, Dogma, Madrasah Muhammadiyah.

16.  Rusman Sutiasumarga
Hasil karyanya antara lain Yang Terhempas dan Terkandas (kumpulan cerpen; BP), Korban Romantik (cerpen; BP, 1963)

17.  Trisno Sumarjo
Sebagai pengarang, ia memiliki berbagai kecakapan, sebagai pengarang cerpen, puisi, drama, esai dan kritik. Selain sebagai pengarang ia juga terkenal sebagai pelukis. Hasil karyanya antara lain Kata Hati dan Perbuatan (kumpulan puisi, 1952), Rumah Raja (1957), Daun Kering (kumpulan cerpen, 1962), dan Keranda Ibu (1963).

Selain nama-nama tersebit, masih banyak nama lainnya antara lain:
Rustandi Kartakusumah, Zuber Usman, Bakri Siregar, Bachrun Rangkuti, Matu Mona, Laurens Koster Bohang, A>A. Katili, Samiati Alisjahbana, Buyung Saleh, Suwandi Citrowasito, Ashar Munir Sjamsul, Karim Halim, Saadah Alim, Rivai Marlaut,
Aoh Kartahadimaja.

3.      Karakteristik Angakatan ‘45

Karakteristik angkatan ’45 ini dijelaskan melalui salah satu karya Chairil Anwar yang bebentuk puisi, yaitu “KENANGAN” dan roman “PERBURUAN” hasil karya Pramoedya Ananta Toer.

Latar Belakang Pengarangan
Pengarang menulis puisi adalah untuk untuk mengenang bagian dari masalalu yang terlupa. Gaya penulisannya juga individualistis dan ekspresionistis. Saat bersentuhan dengan persoalan cinta dan wanita ini, Chairil Anwar bisa menjelma menjadi sosok yang amat halus dan romantis. Perasaan cinta digambarkannya dengan aksentuasi lembut dan bersahaja, seperti pada puisi yang dipersembahkannya pada Karina Moordjono.

Karakteristik puisi

1.      Bentuk yang muncul adalah prosa ( novel, cerpen ), puisi, dan sajak.

Karya sastra chairil anwar berjudul kenangan ini adalah bentuk dari puisi.

2.      Gaya yang digunakan dalam prosa adalah realistis, naturalis, aliran romanis realistis, dan dalam puisi menggunakan individualistis, ekspresionistis. Sajak-sajak  chairil anwar menggambarkan individualis, patriotisme, ralistis dan ekspresionalis

“Ah! tercebar rasanya diri” , “halus rapuh ini jalinan kenang” , “hancur hilang belum dipegang” , “Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia”

3.      Bahasa yang digunakan sederhana (menggunakan bahasa sehari-hari), tidak memperhatikan aturan-aturan dalam bahasa bahkan bentuk bahasa harus tunduk pada isi, kalima-kalimatnya pekat, padat dan penuh isi.

Terlihat dari pemakain bahasa yag digunakan dalam puisi kenangan ini, chairil anwar menggunakan bahasa sehari-hari berupa kalimat yang pekat dan mengandung makna.

4.      Isi cerita dalam karya sastra bersifat realistis, naturalis, dan kritis, terkadang sinis, serta berjiwa revolusioner

5.      Karya yang dihasilkan sudah mendapat pengaruh dari Eropa

ROMAN PERBURUAN

'Perburuan' merupakan karya terbaik Pramoedya Ananta Toer. Buku ini mangambil setting masa ketika penjajahan Jepang  di Indonesia. Jepang membuat bangsa Indonesia menderita saat itu. Bangsa Indonesia harus menuruti semua perintah jepang. Namun antara mereka masih ada warga yang percaya pada kemerdekaan dan inginkan kebebasan. Mereka ini memberontak dan melakukan serangan, menghasut, dan dengan caranya sendiri untuk menyingkirkan Jepang. Hardo, Karmin, Ningsih, Dipo, dan Kartiman bias dikatakan pahlawan kemerdekaan. Mereka menjadi buruan Jepang dan dianggap penghianat bangsa. Ketika Lurah Kaliwangan dan Ningsih yang hendak dibunuh oleh Nippon, Hardo dan kawan-kawannya telah tertangkap oleh pihak Jepang. Pada ketika itu Jepang sudah menyerah kepada Sekutu dan mereka tidak sempat diapa-apakan.  dipancung oleh Kartiman dan bendera Jepang diturunkan dengan jeritan 'Merdeka!'. Namun tunangan Hardo, Ningsih, meninggal terkena peluru sesat. Novel ini membangkitkan semangat nasionalis didalam hati dengan membenci penjajahan dan semangat ingin mentadbir negara sendiri.

Latar belakang pengarangan

1.      Novel ini adalah novel yang diselundupkan melalui Dr. G. J Resink dan H.B Jassin untuk kemudian diikutkan pada sayembara mengarang Balai Pustaka

2.      Perburuan adalah sebuah fiksi yang berdasarkan pemberontakan PETA yang gagal terhadap jepang. Karena salah seorang Shodanco yang mau berontak itu berkhianat.

3.      Pengarang membahas tentang kesetiaan manusia: ketika Shodanco Hardo yang menyamar menjadi kere bertemu dengan bakal mertuanya, dan ayahnya, ia hanya menemukan kekecewaan saja. Bakal mertuanya berhianat dan melapor pada jepang dan ayahnya dipecat dari kedudukan werdana menjadi penjudi.

4.      Semua peristiwa dipadatkan pengarang terjadi dalam tempo sehari semalam

Karakteristik novel perburuan

1.      Bentuk yang muncul adalah prosa ( novel, cerpen ), puisi, dan sajak.Karya sastra karangan  pramodya ini termasuk dalam bentuk novel

2.      Gaya yang digunakan dalam prosa adalah realistis, naturalis, aliran romanis realistis, dan dalam puisi menggunakan individualistis, ekspresionistis. Novel Perburuan menggambarkan individualis, patriotisme, realistis

“tunggu? Ulang lurah itu putus asa. Tunggu sampai kapan?

3.      Bahasa yang digunakan sederhana (menggunakan bahasa sehari-hari), Isi cerita dalam karya sastra bersifat realistis, naturalis, dan kritis, terkadang sinis, serta berjiwa revolusioner 

“ dimana-mana ada perampokan, sekalipun ada pemerintahan, dan juga ada pembunuhan keji. Dan apakah gunanya pemerintahan sebai itu? Rakyat sebagai perampok kecilnya dan pemerintah sebagai perampok besarnya…”

4.      Karya yang dihasilkan sudah mendapat pengaruh dari Eropa

DAFTAR PUSTAKA

Sulistyorini, Dwi, Ida Lestari. 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Sastra Indonesia Modern. Malang: Misykat.
Nursito. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. 2000. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Sarwadi. Sejarah Sastra Indonesia Modern. 2004. Yogyakarta : Gama Media.

Yudiono K.S. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. 2007. Jakarta: Gramedia.

Mynameisbunny. 2012. Pengarang angkatan ’45 dan karyanya. http://mynameisbunny.wordpress.com/2012/05/30/pengarang-angkatan-45-dan-karyanya/. Diakses pada tanggal 12 November 2012.
Kurniawan, Muh Ardian. 2009. Sastra Angkatan  ’45 (1942—1966). http://manusiabatu.wordpress.com/2009/03/03/sastra-angkatan-‘451942-1966/. Diakses pada tanggan 12 November 2012.
My Rose. 2012. Kenangan. http://goresan-memori.blogspot.com/2012/10/puisi-chairil-anwar-kenangan.html. diakses pada tanggal 12 November 2012.

BAB I

PENDAHULUAN

1 .1 Latar Belakang

Kesusastraan Indonesia artinya semua hal yang meliputi sastra Indonesia.

Sejak lahirnya (1920) sampai sekarang (1990), kesusastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik dalam rangka prosa maupun puisi. Sampai sekarang, yang merupakan sajak Indonesia modern yang pertama adalah sajak “Tanah Air” yang ditulis oleh M. Jamin (Muhammad Yamin), terdapat dalam Jong Sumatra No.4, Tahun III, April 1920. sebuah karya sastra itu sesungguhnya merupakan response terhadap karya sebelumnya (Riffaterre via Teeuw, 1983:65), baik berupa tanggapan atau penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang telah ada. Seorang penyair menulis puisi berdasarkan konvensi-konvensi puisi sebelumnya, tetapi sekaligus juga sering menyimpangi konvensi yang telah ada ataupun norma puisi sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1980:11). Demikian juga karya sastra itu merupakan tegangan antara konvensi dan inovasi (Teeuw, 1983:4,11). Dipandang dari hal tersebut itu, sajak Muhammad Yamin merupakan response terhadap sajak-sajak yang telah ada, baik berupa penentangan ataupun penyimpangan terhadap norma-norma karya sastra sebelumnya. Sebelum Muhammad Yamin menulis sajak “Tanah Air” itu, di Indonesia sudah ada Sastra Melayu Lama. Adanya respon Muhammad Yamin tentang penyimpangan norma-norma yang tradisional atau konvensional yang pada akhirnya membuat Muhammad Yamin membentuk kelompok penyair sezaman atau seperiode dan pada akhirnya membentuk sebuah angkatan sastra atau periode sastra yang kemudian terkenal dengan periode Angakatan Pujangga Baru (1933-1942). Untuk lebih jelas mengenai periode Angkatan Pujangga Baru akan diuraikan dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

·       Bagaimana sejarah munculnya periode Angkatan Pujangga Baru?

·      

Apa karakteristik periode Angkatan Pujangga Baru?

·       Apa saja sumbangan yang diberikan periode Angkatan Pujangga Baru dalam perkembangan sejarah Indonesia?

·       Siapa saja tokoh-tokoh periode Angkatan Pujangga Baru?

1.3 Tujuan

·      Untuk mengetahui sejarah munculnya periode Angkatan Pujangga Baru.

·      Untuk mengetahui karakteristik periode Angkatan Pujangga Baru.

·      Untuk mengetahui sumbangan apa saja yang diberikan periode Angkatan

·      Pujangga Baru dalam perkembangan sejarah Indonesia.

·      Untuk mengetahui tokoh-tokoh periode Angkatan Pujangga Baru.

AB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Munculnya Periode Angkatan Pujangga Baru

Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia. Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928. Ikrar Sumpah Pemuda 1928:

1.    Pertama Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.

2.    Kedua Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa

Indonesia.

3. Ketiga Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa

Indonesia.

Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.

Pujangga Baru pada mulanya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan

sastra yang mulai diterbitkan pada bulan Juli 1933. Nama majalah inilah yang

kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda pengambil inisiatif

penerbitan majalah itu. Majalah tersebut menjadi media pertemuan para penulis muda. Dalam dada para penulis muda hanya ada satu tekad dan modal, yaitu hasrat yang menyala-nyala (antusiasme). Pada tahun itu pula diedarkannya prospectus atau edaran tentang pendapat dan pendirian kesusastraan. Maka terbentuklah perkumpulan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru. Pujangga Baru merupakan perjuangan untuk memajukan kesusastraan baru Indonesia sebagai Kader Kebudayaan Bangsa Indonesia, yang sesuai dengan jiwa baru bangsa Indonesia. Dengan lahirnya Pujangga Baru dimulailah kesusastraan Indonesia yang sebenarnya, dan kesusastraan Melayu di bumi Indonesia pun berakhirlah. Pujanggapujangganya terdiri atas berbagai suku bangsa yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa perjuangan, bahasa untuk melahirkan perasaan dan pikiran, menuju cita-cita yang luhur yaitu kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Semangat yang mendorong lahirnya Pujangga Baru ialah: Perasaan ingin bebas merdeka, tidak terkungkung dalam melahirkan perasaan, kehendak, dan pendapat menurut gerak sukma dan jiwa masing-masing.

2.2 Karakteristik Periode Angkatan Pujangga Baru

Pujangga Baru merupakan tempat berkumpulnya sejumlah pengarang yang

memiliki keanekaragaman suku bangsa, agama, kepercayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Dalam memajukan kebudayaan, khususnya sastra Indonesia para pengarang menerima pengaruh secara eksternal seperti terlihat dari karya-karya Sutan Takdir Alisyahbana, J.E. Ta Tengkeng ataupun Armyn Pane. Disamping itu pengaruh internal juga cukup kuat, seperti terlihat dalam karyanya Amir Hamzah dan sejumlah pengarang yang lainnya. Sebagai akibat dari pengaruh dari luar dan dalam ini, maka terjadi akulturasi budaya, yaitu pergeseran budaya di bidang sastra. Para pengarang dan penyair yang sebelumnya banyak berfikir soal kedaerahan, sejak jaman Pujangga Baru mulai mengarah pada hal-hal yang bersifat nasional dan universal.

Ciri-ciri karya sastra periode Angkatan Pujangga Baru meliputi dua aspek, yaitu ciri struktur estetik dan ciri ekstra estetik.

a. Ciri Struktur Estetik

  Bentuknya teratur rapi, simetris.

  Mempunyai persajakan akhir.

  Banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain.

  Sebagai besar puisi empat seuntai.

  Tiap-tiap barisnya terdiri atas dua periodus dan terdiri atas sebuah gatra

(kesatuan sintaktis)

  Tiap gatranya pada umumnya terdiri atas dua kata.

  Pilihan katanya menggunakan “kata-kata Pujangga” atau “bahasa nan indah”.

  Gaya ekpresinya beraliran romantik.

  Gaya sajak Pujangga Baru diafan atau polos, tidak mempergunakan kata-kata kiasan yang bermakna ganda, kata-katanya serebral, hubungan kalimat kalimatnya jelas.

b. Ciri Struktur EkstraEstetik

  Masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, seperti

masalah percintaan, masalah individu manusia, dan sebagainya.

  Ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru.

  Ide keagamaan menonjol.

  Curahan perasaan atau curahan jiwa tampak kuat : kegembiraan, kesedihan, kekecewaan, dan sebgainya.

  Sifat didaktis masih tampak kuat.

Dilihat kedua ciri struktur estetik dan ekstra estetik maka dapat diuraikan secara umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.

1. Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah

kehidupan kota atau modern. Hal ini dapat kita ketahui pada karya Sanusi Pane yang bejudul “Manusia Baru”, pada karya Sutan Takdir Alisyabana yang berjudul “ Layar Berkembang” dan lain-lainnya.

2. Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional. Hal ini terlihat dalam

karyanya Asmara Hadi yan berjudul “ Dalam Lingkungan Kawat Berduri”, pada karya Selasih yang berjudul “Pengaruh Keadaan”, dan karya A. Hasmy kumpulan sajak berjudul “ Kawat Berduri”.

3. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi. Adanya kebebasan ini

merangsang tumbuhnya keanekaragaman karya sastra, seperti novel, cerpen, puisi, kritik dan esai.

4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.

5. Romantik idealisme menjadi cirinya juga. Dalam melukiskan sesuatu dengan bahasa yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.

6. Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda, yang kebetulan pada

saat itu berkuasa di Indonesia. Pengarang-pengarang Belanda melakukan perubahan terhadap hasil karya pendahulunya, karena dirasakan sudah membeku. Hal seperti ini, dilakukan oleh pengarang Pujangga Baru terhadap

beberapa hasil garapan pengarang Balai Pustaka. Dengan demikian, karakter sastra Pujangga Baru memiliki karakteristik yang berbeda dengan Balai Pustaka. Adapun perbedaan antara karya sastra Pujangga Baru dengan Balai Pustaka dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Balai Pustaka

1. Belum mempunyai cita-cita yang didukung bersama, hanya membuat buku bacaan.

2. Belum ada bentuk esai dan pembagian puisi.

3. belum ada bentuk drama.

4. Berbahasa Melayu.

5. Belum bermutu sastra.

6. Didirikan oleh Belanda.

7. Dipimpin oleh orang Belanda.

Pujangga Baru

1. Sudah ada cita-cita yang didukung bersama.

2. Sudah ada bentuk esai, sonata, dan prosa lirik

3. Sudah ada bentuk drama.

4. Berbahasa Indonesia

5. Bermutu sastra.

6. Didirikan oleh bangsa Indonesia.

7. Dipimpin oleh orang Indonesia.

8. Diilhami oleh angkatan 80 di negeri Belanda.

2.3 Sumbangan Pujangga Baru dalam Perkembangan Sastra Indonesia

Problema terpenting yang dimuat dalam majalah Pujangga Baru adalah terbitnya kritik dan esai-esai tentang problemik kebudayaan, pendidikan, kesenian dan sastra. Dalam bidang kebudayaan dan pendidikan terjadi perdebatan yang cukup panjang antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Dr. Sutomo. Di bidang kebudayaan dan seni terjadi perdebatan antara Sutan Takdir Alisyahbana dengan Sanusi Pane.

Dalam hal ini Dr. Sutomo dan Sanusi Pane menolak konsepsi kebudayaan yang disampaikan Sutan Takdir Alisyahbana. Di bidang kesusastraan Syahrir menyatakan sastra Indonesia harus diberikan penilaian kepadanya. Kritik dan esai-esai kebudayaan yang di muat dalam majalah Pujangga Baru dikumpulkan oleh Achdiat Kartamiharja dan diterbitkan pada tahun 1949 dengan judul “ Polemik Kebudayaan “. Sehubungan dengan penerbitan sastra dalam majalah Pujangga Baru, maka dapat dikemukakan beberapa sumbangan dibidang sastra sebagai berikut:

1. Sumbangan terpenting adalah penyair-penyair Pujangga Baru telah mengadakan pembaharuan di bidang puisi, baik dalam bentuk maupun isinya.

2. Sumbangan kedua, karangan roman dalam bentuk novel mulai diperkenalkan pengarang, dimana ceritanya sudah mulai dpersoalkan kehidupan modren.

3. Sumbangan ketiga, karangan cerita pendek sudah menghiasi kesusastraan Indonesia. Misalnya, karya Sunan H. S yang berjudul “ Kawan Bergelut”.

4. Sumbangan keempat, munculnya kritik dan esai-esai kebudayaan. Para penulis telah berani mengemukakan pendapatnya, bagaimana kebudayaan Indobesia di masa akan dating. Bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap tradisi dan pembaharuan di lain pihak.

5. Sumbangan kelima, yang tidak kalah pentingnya munculnya kritik dan esei

tentang kesusastraan Indonesia. Kritik muncul sesudah terbitnya nover “Belenggu”. Jadi hasil cipta sastra bukan lagi sekedar bahan bacaan, tetapi sastra sudah merupakan bagian dari kehidupan.

6. Sumbangan yang tidak boleh kita lupakan, sastra dalam bentuk drama cukup banyak juga dihasilkan pengarang-pengarang muda. Tema-tema ceritanya diambil dari peristiwa sejarah kebesaran bangsa Indonesia pada masa lampau. Misalnya : Airlangga, Sandhyakalaning Majapahit dan ada juga temanya diambil dari persoalan-persoalan pada zaman Pujangga Baru.

2.4 Tokoh Periode Angkatan Pujangga Baru.

Angkatan Pujangga Baru mempopulerkan jenis puisi yang lazim disebut puisi baru yang meliputi soneta, distikon, kwartrain, dan sebagainya. Penyair yang

dipandang paling kuat pada masa Pujangga Baru adalah Amir Hamzah yang oleh H.B. Jassin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Ada penyair yang cukup kuat pada masa ini, misalnya : Sanusi Pane, J.E. tatengkeng, Sultan Takdir Ali Syahbana, dan Asmara Hadi. Berikut ini adalah penyair-penyair Angkatan Pujangga Baru :

1. Amir Hamzah

Amir Hamzah dipandang sebagai penyair terbesar pada masa sebelum perang. Oleh karenanya H.B. Jassin menyebutkan sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Dua buah kumpulan puisinya yang terkenal adalah Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941). Sebenarnya puisi-puisi dalam Buah Rindu merupakan karya-karya pada awal kepenyairan Amir Hamzah, namun karena dipandang kurang memiliki kedalaman emosi, puisi-puisi tersebut diterbitkan kemudian. Puisi-puisi yang terkumpul dalam Nyanyi Sunyi lebih menunjukkan hasil karya permulaan dari penyairnya, ketika ia baru mencoba menciptakan puisi.

Di samping kedua karyanya itu, Amir Hamzah juga mengumpulkan sajak-sajak terjemahan. Sajak-sajak yang diterjemahkan itu berasal dari Negara-negara tetangga dan diterbitkan dengan judul Setanggi Timur. Sajak-sajak Amir Hamzah yang terkenal dikumpulkan di dalam Nyanyi Sunyi. Sajak-sajak itu diantaranya “Doa” yaitu :

“Doa”

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?

Dengan senja samara sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik.

Angina malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang piker, membawa angan ke bawah kursiMu.

Hatiku terang menerima kataMu, bagai bintang memasang lilinNya.

Kalbuku terbuka menunggu kasihMu, bagai sedap malam menyirak kelopak.

Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan kataMu, penuhi dadaku dengan, cahayaMu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar galakku rayu.

“Doa” Amir Hamzah bersifat. Dalam puisinya ini Amir Hamzah ingin menunjukkan kemesraan hubungannya dengan Tuhan bagaikan kemesraannya dengan sang kekasih. Dalam puisi ini bahkan Tuhan disapa dengan kata “Kekasihku”. Dalam karangan-karangannya, ia tidak terlepas dari unsur Melayu dan unsur lama, yaitu bentuk pantun dan syair. Baris-barisnya tersusun atas dwiangga- tunggal dengan sebuah jeda (caesure) di tengah baris. Pada bentuk-bentuk puisinya, unsur Melayu pada Amir Hamzah tampak juga pada :

a. Sifatnya yang suka terhina-hina diri Misalnya untuk menyebutkan dirinya dipakai kata-kata dagang, musafir hina.

b. Pemakaian kosakata dan perbandingan-perbandingan.

c. Ia tidak pernah menggunakan bentuk soneta dalam karangan puisinya, walaupun bentuk itu amat digemari orang pada masa itu.

Demikianlah Amir Hamzah sebagai penyair terbesar pada masa Pujangga Baru. Karena irama puisinya kebanyakan padu, maka H.B. Jassin juga menjulukinya sebagai penyair dewa irama. Amir Hamzah adalah bangsawan dari Langkat yang lahir pada tanggal 28 Februari 1911 (tepatnya di Tanjungpura). Beliau wafat tanggal 19 Maret 1946 dalam “revolusi sosial” di Sumatra Utara. Setelah menamatkan HIS ia melanjutkan MULO di Medan, kemudian AMS di Solo (di sini ia bertemu dengan kekasihnya yang meninggalkan kesan mendalam di hatinya, yakni Ilik Sundari). Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Percintaannya dengan Ilik Sundari tidak berlanjut karena Amir Hamzah dipanggil pulang ke Langkat dan kemudian dikawinkan dengan putri pamannya serta tidak sempat berjumpa kembali dengan Ilik Sundari.

2. Sutan Takdir Alisjahbana

Sutan Takdir Alisjahbana lebih dikenal sebagai tokoh prosawan Angkatan Pujangga Baru daripada tokoh puisi. Prosa-prosanya menjadi salah satu tonggak baru dalam dunia prosa di Indonesia. Gagasan-gagasan Sutan Takdir Alisjahbana yang cemerlang lebih banyak dicetuskan lewat prosa-prosanya daripada lewat puisi-puisinya. Mulai dari Layar Terkembang, Grotta Azzura, sampai dengan Kalah dan Menang, dikemukakan gagasan-gagasan dalam berbagai bidang kehidupan. Puisi-puisi Sutan takdir Alisjahbana dikumpulkan dalam kumpulan puisinya Tebaran Mega. Salah satu puisi adalah “Kembali” yaitu :

 

“K E M B A L I”

Ketika beta terjaga di dini hari

Melihat ‘alam sepermai ini,

Terasalah beta darah baru

Gembira berdebur di dalam hatiku.

Girang unggas bersuka ria,

Gemilang sekar bermegah warna,

Mega muda bermain di awing,

Kemilau embun menyambut terang.

Hidup, hiduplah jiwa,

Turut gembira turut mencipta

Dalam alam indah jelita

Jalan waktu terlambat tiada,

Siang terkembang malam ‘lah tiba:

Percuma dahlia tiada berbunga.

(St. Takdir Alisyahbana)

Karena idealisme yang menggebu-gebu, seringkali Sutan Takdir Alisjahbana menunjukkan kepada kita emosi yang meluap-luap tidak terkendalikan. Karena tampilnya emosi secara berlebihan, kadang-kadang pengucapan tema menjadi kurang matang. Sebagai contoh adalah puisi “Perjuangan” berikut ini:

Perjuangan

Tenteram dan damai?

Tidak, tidak Tuhanku!

Tenteram dan damai waktu tidur di malam sepi.

Tenteram dan damai berbaju putih di dalam kubur.

Tetapi hidup adalah perjuangan.

Perjuangan semata lautan segara.

Perjuangan semata alam semesta.

Hanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damai.

Hanya dalam berjuang berkobar Engaku Tuhanku di dalam dada.

(“Perjuangan”)

Di dalam puisi di atas, penyair menyindir perkataan tenteram dan damai yang mendalam yang dalam hal ini ditujukan kepada Taman Siswa. Jika kita masih hidup di dunia ini, sebenarnya tidak layak menginginkan tenteram damai itu. Hanya waktu tidur dan matilah kita akan tenteram dan damai. Hidup penuh perjuangan. Kiranya sang penyair sedikit bingung memberikan makna tenteram dan damai ini, karena secara berlebihan ia ingin menolak sikap yang puas terhadap keadaan tenteram dan damai itu.  Apabila kita perhatikan benaar-benar keseluruhan karangan STA, pada umumnya tampak ada beberapa sifat pada karangan-karangan itu :

a. Karangan itu terutama didorong oleh hasratnya untuk berjuang membawa bangsanya ke arah kemajuan sesuai dengan perkembangan masyarakat modern.

b. Bahasanya yang digunakan sederhana bersahaja dalam arti mudah dipahami dan meyakinkan.

c. Sebagian besar karangannya mengandung suasana kegembiraan dan suasana optimisme.

3. J.E. Tatengkeng

Penyair yang sajak-sajaknya berisi ratapan duka ini dilahirkan di kolongan Sangihe, Minahasa pada tanggal 19 Oktober 1907 dan meninggal dunia pada tanggal 6 Maret 1968 di Ujung Pandang. Pendidikan yang dilaluinya adalah HKS, HIS di Tahuna, dan kemudian di Pajeti. Tahun 1947 pernah menjabat sebagai Menteri Muda Pengajaran dan kemudian tahun 1949 menjabat sebagai Perdana menteri Negara Indonesia Timur (NTT).

Pernah menjabat sebagai Kepala Inspeksi Kebudayaan Provinsi Sulawesi

Selatan di Makassar. Tatengkeng pernah menjabat sebagai dosen dan pendiri Universitas Hasanuddin. Sajak-sajaknya dikumpulkan dalam Rindu Dendam (1934). Puisi-puisi dalam kumpulan ini bernafaskan ketuhanan dan rasa syukur penyair atas kurnia Tuhan. Kedudukan yang diungkapkan lewat puisinya adalah disebabkan oleh kematian anaknya; kemudian nasib itu diterimanya sebagai kehendak Tuhan yang mesti diterima dengan tawakal.

Walaupun pengaruh Angkatan 80-an amat jelas pada J.E. Tetengkeng antara keduanya terlihat adanya perbedaan-perbedaan seperti yang dikemukakan oleh A. Teeuw sebagai berikut :

a. Jika puisi-puisi Angkatan 80-an umumnya mengandung kemurahan dan kesedihan. Puisi Tatengkeng lebih banyak mengandung suasana kegembiraan.

b. Pada Angkatan 80-an terdapat pertentangan antara agama dengan umat Kristen. Sedangkan pada J.E. Tatengkeng pertentangan semacam itu tidak ada. J.E. Tatengkeng sebagai penyair memang tidak deduktif, berhubungan dengan perhatiannya yang meliputi berbagai kegiatan. Akan tetapi, dalam deretan pengarang Pujangga Baru ia termasuk penyair yang penting karena memiliki berbagai kekhususan, baik tenttang dirinya maupun puisi-puisinya.

4. Hamidah

Nama sesungguhnya adalah Fatimah Hasan Delais. Ia lahir tahun 1914 dan meninggal pada 8 Mei 1953 di Palrmbang. Ia pengarang wanita pada zaman Pujangga Baru. Namanya menjadi penting karena pengarang dari kaum wanita pada masa itu belum banyak dan karangannya memang mempunyai corak khusus. Salah satu karangannya yang cukup penting adalah berjudul Kehilangan Mustika.

5. Armijn Pane

Armijn Pane lahir di Muara, Sipongi, Tapanuli, 18 Agustus 1908. Dalam tulisan-tulisannya ia memakai nama samara yang berbeda-beda antara lain Adinata, A-Jiwa, A.Mada, A.Panji, Empe, dan Kornot. Karangannya meliputi berbagai macam bentuk novel, drama, puisi, cerpen esai dan juga karangan tentang pengetahuan tata bahasa. Salah satu karangannya yangterkenal berjudul Belenggu  (1940).

6. I Gusti Nyoman Putu Tisna (Anak Agung Panji Tisna)

Ia seorang pengarang dari Bali, beragama Hindu, lahir di Singaraja, 8 Februari 1908. Karangannya telah banyak diterbitkan. Sebagian besar karangannya mengambil tema yang berhubungan dengan adat kepercayaan masyarakat Bali dan dengan sendirinya mengambil latar belakang kehidupan di daerah Bali pula. Salah satu karangannya yang terpenting adalah berjudul Sukreni Gadis Bali.

7. Suman Hs. (Hasibuan)

Ia dilahirkan di Bengkalis pada tahun 1904. Suman Hs. Terkenal sebagai pengarang cerita detektif, seperti dalam karangan yang berjudul Mencari Pencuri Anak Perawan. Ia juga menulis beberapa puisi yang dimuat dalam majalal, Panji Pustaka dan Majalah Pujangga Baru. Ciri khas pada semua karangan Suman Hs. yang paling menonjol ialah:

• Bahasa yang digunakan sungguh lancer, hidup dan memiliki perhatian.

• Sifat kejenakaannya terdapat pada hamper semua karangan.

• Semua novelnya mengandung unsure detektif walaupun sifat detektifnya masih sederhana dan orang gampang menebak penyelesaian persoalannya.

8. M.R. Dayoh (Dr. He. Marius Ramis Dayoh)

Karangannya:

- Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (1931)

- Pahlawan Minahana (Novel Sejarah 1935) dan lain-lain

9. Asmara Hadi

Nama sebenarnya Abdul Hadi. Nama samarannya Asmara Hadi, H.R. Hadi Ratna, IDIN dan IPIH A. Ia banyak menulis puisi dalam beberapa majalah, tetapi belum ada yang dibukukan tersendiri. Karangannya yang terkenal adalah Di Belakang Kawat Duri.

10. A. Hasymy (M. Ali Hasyim)

Ia pernah jadi Gubernur Aceh tahun 1957. Hampir semua sajaknya bernafaskan Islam dan mengandung unsur nasionalisme. Karangannya: Kisah Seorang Pengembara (Kumpulan Puisi, 1936) Dewan Sajak (Kumpulan Puisi, 1940)

11. Abdul Muis

Abdul Muis lahir pada tahun 1890. Belajar pada HIS (Sekolah Rakyat Belanda) dan Stovis (Sekolah Dokter) sampai tahun 1905, tetapi tidak tamat. Menjadi jurnalis (wartawan) dan menceburkan diri dalam gelanggang polotik. Banyak menyadur dan menterjemahkan juga banyak menulis cerita lama secara singkat. Romannya yang terkenal :

_ Salah Asuhan

_ Pertemuan Jodoh

12. Sanusi Pane

Lahir di Muara Sinongi(tapanuli) tahun 1905. mengunjungi Balai, Sibolga dan Padang. Sudah itu masuk sekolah mulo di padang dan kemudian di Jakarta. Akhirnya masuk kweekschool Gunung sari. Umur 19 tahun dianggat jadi guru pada Kweekscool Gunung Sari, yang kemudian pindah ke Lembang dan menjadi HIK. Juga mengajar di HIK. Negeri di bandung. Akhir tahun 1982 ia pergi ke India untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan Hindu. Kembali dari India ia memimpin majalah Timbul. Tahun 1934 ia memimpin perguruan Rakyat di Bandung dan masuk ke jurnalistik (menjadi jurnalistik). Pindah ke Perguruan Rakyat di Jakarta, kenudian menjadi pemimpin harian kebangunana dan kepala pengarang pada Balai Pustaka. Dalam karangan Sanusi Pane kelihatan 3 pengaruh: barat, India dan Jawa. Pengaruh barat kelihatan dalam Panoaran Cinta dan Madah Kelana dan lakon-lakonnya kelihatan pengaruh India. Ia condong jemistik Hindu.

Pengaruh Jawa terang benar pada pilihan ini beberapa sandiwaranya. Pada Sanusi Pane berbagai-bagai pengaruh tidak menjadi bulat padu, tetapi ia sering kelihatan melompat dari yang satu kepada yang lain, pendudukan Jepang menjadi ketua pusat Krbudayaan Jakarta.

Karangannya :

1. Pancaran Cinta (Prosa- lirik, 1926).

2. Puspa Maga (kumpulan sajak, 1927).

3. Madah Kelana (kumpulan sajak, 1931).

4. Kertajaya (sandiwara 1932).

5. Sandyakala ning Majapahit (sandiwara 1933).

6. Manusia baru ( Sandiwara 1940).

7. Sejarah Indonesia (1942)

13. Mohammad Yamin.

Dilahirkan di Sawah Lunto pada 23-8-1903. jalan sekolahnya agak membelok-belok. Dari sekolah Desa ke HIS, lalu ke Mulo. Dari Mulo masuk sekolah Pertanian lalu dipindah ke Sekolah Dokter Hewan. Kemudian pindah lagi ke AMS. Jogyakarta mencapai samtamat. Akhirnya melanjutkan ke RHS. Dan mencapai gelar MR. Pada th.1932.Di samping pekerjaannya sebagai pengacara dan ornaf pergerakan, ia masih sempat mempelajari secara mendalam bahasa dan sejarah Indonesia serta kebudayaan Timur.waktu muda ia banyak menulis puisi (Soneta terutama).

Pada usia tiga puluh ia menulis tonil “menantikan surat dari Raja”(terjemahan karangan R.Tagore 1928), dan Ken Arok dan Ken Dedes “. Setelah umur empat puluhan menulis biofgrafi, misalnya : Gajah Mada, Diponegoro. Berapa kali menjadi menteri. Karangannya yang lain misalnya :

1. Tan Malaka (1945).

2. Pantun-pantun sonata-soneta dan sanjak-sanjak bebas antara lain :

a. Gita gembala (kumpulan sonata).

b. Pagi-pagi (Soneta).

c. Gubahan (sonata).

d. Sungguhkan (sanjak bebas).

14. Rustam Effendi

Lahir di Sumatra tahun 1903. sesudah sekolah rendah mengunjungi Kweekschool Bukit tinggi, Hogere Kweekschool (SGA). Bandung, mendapat dan mencapai hoofdaote di negeri Belanda, menjadi anggota Tweede kamer sebagai wakil partai komunis (1936-1946). Mengunjungi Rusia kembali ke Indonesia sesudah keluar dari partai komunis dan mengabungkan diri dengan tan Malaka. Dalam kesusastraan salah seorang kenamaan sebelum Pujangga baru, karena keberaniannya membuat experiment tentang bahasa, malahan dapat dianggap salah seorang perintis jalan untuk puisi sesudah perang dunia ke 2. karangannya tidak mudah difahami, karena penuh dengan kata-kata dialek (yang hanya dipakai di suatu daerah saja) dan exsperimen-experimen bahasa.

Karangan :

1. Percikan Perempuan (kumpulan sajak 1924).

2. Rabasari (drama)

15. Ach. Kartamihardja

Lahir tahun 1911 di Bandung. Tamat sekolah Mulo di Bandung, sampai akhir tahun 1939 menjadi employe kebun di Parakan Salak. Awal 1940 jatuh sakit dan di raawat di Cisarun lima bulan lamanya. Ketiga itu banyak membaca dan terutama tertarik kepada pengarang-pengarang Nowergia. Waktu itu juga tertarik pada kesusastraan Indonesia dan agama Islam. Menulis sajak dalam majalah Panci Pustakasuara Timur, Pujangga Baru, Panca Raya dan Pembangunan. Semasa Pemerintahan Jepang masuk bekerja pada Pusat Kebudayaan Jakarta, sebagai penterjemah buku-buku Suna. Menjadi sekretaris dari “Angkatan Baru, yaitu kumpulan seniman-seniman yang didirikan oleh Pusat Kebudayaan. Menjadi anggota peibang Pergabungan Usaha Sandiwara Jawa. Beberapa bulan sebelum Jepang jatuh, minta berhenti lalu berdagang.

Karangannya:

Beberapa paham Angkatan 45 (Tinta Mas 1953)

16. Intovo

Nama samarannya: Rhamedin. Lahir di Tulungagung 27-7-1912. Masuk HIS di Mojokerto, Lamongan, Nganjuk dan Blitar dan kemudian HIK (SGA) di Blitar. Tahun 1930 pindah ke HIK Gunungsari di Lembang. Tahun 1933 tamat lalu masuk Hoofd-acte Cursus di Bandung, kemudian pada sekolah Mardisiswa di Blitar. Mulai tahun 1938 bekerja di HIS

Rangkasbitung.

Karangannya:

Sajak termuat dalam majalah Keluarga (Tamansiswa), Pujangga Baru, Kejawen bahasa Jawa dan Bangun (Bahasa Belanda) .

17. Ajirabas

Nama sebenarnya WJS. Purwedaminto. Lahir di Yogyakarta, 20-7- 1903. Mula-mula sekolah HIS sore, lalu pindah ke sekolah Klas II. Kemudian, Normaalschool Muntilan. Akhirnya Normaalschool Ambarawa. Tetapi pengetahuannya yang terbanyak diperoleh pada waktu sudah bekerja sebagai guru. Mula-mula belajar bahasa Belanda, sudah itu filsafat di bawah pimpinan Dr. J. van Rijckervorsel, Belajar Jawa Juno di bawah pimpinan Dr. C. Coxs. Sementara itu dipelajarinya juga bahasa Inggris. Ketika ia menjadi guru bahasa Indonesia di Jepang, ia melanjutkan pelajaran bahasa dan kesusastraan Inggris serta dipahamkannya juga sekedarnya bahasa Jepang. Agamanya Rooms Katholik. Di Jepang ia tinggal selama 5 tahun, yaitu dari 1932 sampai 1937, setelah kembali dari Jepang bekerja pada Balai Pustaka sebagai redaktur.

Karangannya:

1. Pacoban (1933)

2. Bausastra Jawa

3. Kamus Umum Bahasa Indonesia dan lain-lainnya

18. Yogi (A. Rival)

Lahir di Bonjol 1876. Guru bantu. Sejak 1955 bertani dan berniaga. Terasa pengaruh ajaran Theosofi padanya.

19. Dr. Abu Hanifah (dengan nama samara El Hakim)

Lahir tahun 1906 di Padang Panjang. Keluaran Sekolah Tinggi Kedokteran, Jakarta. Menulis beberapa sandiwara.

20. Jamaluddin (dengan nama samara Adi Negoro)

Pernah belajar di Stovia. Bergerak dalam lapangan jurnalistik. (persuratkabaran) Darah Muda Asmara Jaya.

21. Hamka (Haji Abdul Molik Karim Amrullah)

Lahir tahun 1908 di Sumatra Barat, anak Dr. H. Karim Amrullah. Hamka terkenal sebagai pengarang Islam (tidak masuk Angkatan yang telah dicarakan di atas).

22. Soetomo Jauhari Arifin

Lahir tahun 1916 dekat Madiun. Mengikuti kursus terkenal (tukang gambar) dan opname.

Karangannya: Andang Teruna

23. Hamidah (Nama sebenarnya Fatimah Hasan Delais)

Lahir di Mentok 13-6-1915. Meninggal 8-5-1953. Lepas dari sekolah Rakyat selanjutnya ke Meisyee Normaal – School di Padang Panjang. Tahun 1926 mulai mengajar pada Gr. di Mentok kemudian mengajar diPalembang Institut. Sambil bekerja belajar di Palembang bahasa Inggris dan pegang buku. Gemar membaca karangan Shakespease. Mengajar pada perguruan Taman Siswa sampai Jepang dating. Waktu revolusi berjalan membuka sekolah sendiri, yang pada tahun 1949 diserahkan kepada Pemerintah. Karangannya popular ialah: Kehilangan Mestika (roman)

24. Mozasa (Nama sebenarnya Mokhamat Zain Saidi)

Lahir di Sumatra Timur 1913. Tahun mengunjungi Normaalschool di Pematang Siantar masuk opleiding voor Landbouwenderwizer di Pancosan (Bogor) 1934. Menjadi guru Sekolah Desa di Kisaran 1935. Menjadi guru tani pada Verslgschool di Arnhemia. Karangan sajaknya dimuat antara lain dalam Pujangga Baru.

25. Anas Maruf

Lahir tahun 1922. Fakultas Hukum ( Gajah Mada Jogyakarta 1946 – 1948). Banyak menterjemahkan karangan R. Tagore (Kahir Citra, Sadhana).

26. Munis Samsul Azhar

Lahir di Kotaraja tahun 1921. Fakultas Kesusasteraan Gajah Mada. Karangan : Sanjak “ Bunglon”.

27. Lauren Kostar Bohang.

Lahir tahun 1913 di Sangihe. AMSB.

Karangannya :

1. Essay tentang Amir Hamzah.

2. Setangkai Kembang Melati.

28. Rival Amin

Lahir tahun 1927 di padang Panjang. Pendidikan SMA. Pekerjaan : Tukang catur, pembantu pada Badan Kepolisian, redaktur majalah “ Nusantara”, redaktur majalah “ Gema Suasana”.

Karangannya :

1. Tiga menguak Takdir.

2. Tali Jangkat Putus

29. Asrul Sani

Lahir di Sumatra Barat tahun 1926. pendidikan : Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan Bogor. Di waktu revolusi memimpin Lasykar Rakyat. Kemudian masuk tentara, jadi mahasiswa, menerbitkan harian perlawanan “

Suara Bogor” ; redaktur Gema Suasana”.

Gubahannya :

1. Anak Laut ( Puisi)

2. Surat dari ibu ( Puisi)

3. Bola Lampu ( ceritera pendek ).

4. 40. Adrus

30. Idrus

Lahir 21-9-1921. di Padang. Di samping Khairil Anwar dalam puisi, pembawa udara baru dalam prosa kesusasteraan Indonesia. Mulai menulis lukisan-lukisan ceritera pendek dan sandiwara, sesudah Jepang mendarat dalam tahun 1942. lukisan-lukisannya : Corat-coret di bawah Tanah, di tulisnya semasa Jepang dan baru bisa di umumkan sesudah proklamasi Indonesia merdeka. Sandiwara yang di tulisnya semasa Jepang dan baru bisa di umumkan sesudahnya :

1. Drama Ave Maria

2. Keluarga Surono

3. Kejahatan membalas dendam

4. Dr. Bisma

5. Jibaku Aceh.

Perjalanan pandangan hidupnya kelihatan dalam karangankarangannya Ave Marin ( ceritera pendek ), melalui corat-coret di bawah Tanah sampai ke Surabaya dan jalan lain ke Roma, yang dibukukan oleh Balai Pustaka di bawah nama : dari Ave Marin ke jalan lain ke Roma.

31. Ananta Tur Pramoedya

Lahir di Blora tahun 1925. pendidikan: SR. Blora dan Taman Dewasa Jakarta. Waktu Jepang : pegawai Domei; permulaan revolusi ; fron–korenpondent resimen 6, divisi Siliwangi – di tawan Belanda dari tahun 1947 – 1949.

Karangannya :

1. Perburuan

2. Subuh

3. Percika Revolusi

4. Keluarga Gerilya

5. Di tepi kali Bekasi

6. Mereka yang di lumpuhkan.

32. Samiati Akisyahbana

Lahir tanggal 15-3-1930. pendidikan His, SMP, SMA. Gubahannya :

1. Gambar Hidup ( puisi bebas )

2. Hanya mencoba ( puisi bebas)

3. Air Tenang ( puisi bebas).

33. S. Rukiah

Lahir 25 – 4 – 1927 di Purwakarta – Pendidikan : Sekolah Guru tahun (C. V. O ). Guru Sekolah Rendah Gadis Purwakarta. Karangannya :

1. Pohon Sunyi ( puisi bebas )

2. Pulasan Hidup ( puisi bebas ).

34. Waluyati

Lahir 5 – 12 – 1924 di Sukabumi. Pendidikan : ELS – Mulo – HBS. Besar perhatiannya kepada alam – Gemar melukis dan main musik.

Gubahannya :

1. Telaga Remaja ( sonata berekor )

2. Nanti, Nantikanlah ( puisi bebas )

3. Siapa ? ( puisi bebas )

4. Berpisah ( puisi bebas )

5. Engkau ( puisi bebas ).

35. Rosihan Anwar

Lahir pada 10 – 5 – 1922 di Padang. Pendidikan AMSI di Jogya, kemudian SMT. Jakarta. Pekerjaan wartawan “ Asin Raya” – “ Merdeka” – “ Singsat” dialah yang mula-mula memakai nama “ Angkatan 45” sebagai nama suatu aliran. Karangannya : Radio Masyarakat ( ceritera pendek ).

36. H. B. Yassin

Ahli kritik yang terkemuka dewasa ini. Tempat lahirnya di Minahasa. Banyak mengarang kupasan-kupasan tentang hasil seni dan kebudayaan pada umumnya. Mula-mula banyak mengubah syair, tetapi akhirnya lebih banyak menumpahkan perhatiannya kepada soal menimbang dan memperkatakan hasil-hasil kesusasteraan.

Karangannya :

1. Pancaran cita ( 1946 kumpulan )

2. Gema Tanah Air ( kumpulan puisi dan prosa ) ( 1942 – 1948 ).

3. Angkatan 45 ( 1951 )

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Pujangga Baru pada mulanya hanyalah nama sebuah majalah bahasa dan sastra yang mulai diterbitkan pada bulan Juli 1933. Nama majalah inilah yang kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda. Secara umum karaterisrik dari periode Angkatan Pujangga Baru.

1. Tema pokok ceritanya tidak lagi berkisar pada masalah adat, tetapi masalah kehidupan kota atau modern.

2. Mengandung nafas kebangsaan atau unsur nasional.

3. Memiliki kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi.

4. Bahasa sastra Pujangga Baru adalah bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat, seperti kosa kata, kalimat dan ungkapan-ungkapan yang digunakan baru dan hidup.

5. Romantik idealisme, dalam melukiskan sesuatu dengan . bahasa yang indah-indah, tetapi sering terasa berlebihan.

6. Pengaruh asing yang cukup kuat adalah negeri Belanda.

Sumbangan yang terpenting dari angkatan Pujangga Baru dalam perkembangan sastra Indonesia adalah pembaharuan di bidang puisi, roman dalam bentuk novel mulai diperkenalkan para pengarang. Di samping itu, tulisan-tulisan dalam bentuk esai dan kritik merupakan sesuatu yang bbaru, yang digunakan untuk memajukan kebudayaan dan sastra Indonesia.

Penyair yang dipandang paling kuat pada masa Pujangga Baru adalah Amir Hamzah yang oleh H.B. Jassin digelari Raja Penyair Pujangga Baru. Ada penyair yang cukup kuat pada masa ini, misalnya : Sanusi Pane, J.E. tatengkeng, Sultan Takdir Ali Syahbana, dan Asmara Hadi.

3.2 Saran

Apa yang dijelaskan penulis dalam makalah hanya sedikit tentang penjelasan tentang angkatan Pujangga Baru. Oleh karena itu, bagi para pembaca yang sudah membaca makalah ini diharapkan membaca sumber lain yang berhubungan dengan materi angkatan Pujangga Baru. Khususnya mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badudu, J.S. 1975. Sari Kesusastraan Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

Sutresna, Ida Bagus. 2006. Sejarah Sastra Indonesia. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.


Page 2