Jelaskan tujuan diadakannya kodifikasi alquran pada masa khalifah abu bakar

Harakah.id – Pada masa Khalifah Abu Bakar muncul orang-orang yang belum kuat imannya, bahkan di antara mereka menjadi murtad, terutama daerah Yaman. Perang pun terjadi dan banyak penghafal Al-Quran yang tewas. Kondisi ini mendorong Abu Bakar melakukan pembukuan Al-Quran.

Pasca Nabi Muhammad SAW wafat terjadi pergantian kepemimpinan pengganti Rasullah SAW sebagai khalifah. Saat itu, kemudian diganti dengan terpilihnya  secara aklamasi Abu Bakar As-Shiddiq menjadi khalifah pertama yang pemilihan waktu itu dilakukan oleh para sahabat baik Anshor maupun Muhajirin.

Setelah meninggalnya Nabi SAW, masih menyisakan pekerjaan besar, karena ketika itu Nabi SAW juga tengah berupaya membukukan Al-Quran. Namun, sampai akhirnya Nabi SAW wafat Al-Quran belumlah sempurna. Agenda besar Umat Islam pasca Rasullah wafat, adalah; kodifikasi Al-Quran. Kodifikasi Al-Quran, adalah: mengumpulkan Al-Quran yang berserakan dibeberapa media, seperti: kulit, batu, tulang, pelepah kurma, dan hafalan para sahabat.

Terjadi Perang Yamamah

Pada masa Khalifah Abu Bakar muncul orang-orang yang  belum kuat imannya, bahkan diantara mereka menjadi murtad, terutama daerah Yaman. Kawasan Yaman dikala itu yang menolak membayar zakat dan mengaku sebagai nabi, yaitu Musaylamah Al-Kadzab. Musaylamah muncul dengan mengubah Surat Al-Fiil untuk menandingi Al-Quran.

Dikisahkan, Musaylamah mempunyai pengikut 40.000 orang yang terdiri dari suku Thayyi, Asad,Thulayhah, dan Banu Halifah, hingga Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid memerangi mereka tepatnya di Yamamah, kemudian terkenal istilah Perang Yamamah. Perang Yamamah, adalah: Perang yang dilakukan terhadap mereka murtad dan para pengikutnya orang mengaku dirinya nabi.

Peristiwa perang Yamamah tersebut menyebabkan banyak dari sahabat penghafal Al-Quran yang gugur di medan perang. Setidaknya disebutkan dalam peristiwa itu sekitar 70 penghafal yang meninggal dalam kejadian itu. Diantaranya, yaitu; Salim Mawla Abu Hudzaifah

Abu Bakar Sempat Tolak Al-Quran Dibukukan dan Diyakinkan oleh Umar Bin Khattab

Semenjak peristiwa Perang Yamamah Al-Quran berserakan hingga Umar bin Khattab mendesak Abu Bakar untuk membukukan Al-Quran. Namun menurut Ustadz Ahmad Sarwat dalam bukunya berjudul “Sejarah Al-Quran” mengatakan usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Abu Bakar, alasannya Nabi Muhammad tidak pernah memerintahkan, juga tidak pernah mencontohkan dengan mengatakan.” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” 

Penolakan itu disebut sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengerjakan suatu amalan. Meski ditolak, akhirnya menerima usulan mengumpulkan Al-Quran untuk dijadikan sebuah mushaf. Peran Umar Bin Khattab menyakinkan Abu Bakar tentang pengumpulan Al-Quran begitu besar. Hal ini terlihat pasca perang Yamamah banyak para sahabat Nabi SAW yang  meninggal dunia, setidaknya ada 30 orang di antaranya penghafal Al-Quran.

Peristiwa inilah mendera fikiran Umar bin  Khattab, yang mendorongnya menjumpai Abu Bakar saat itu sedang dalam majelis di masjid. Dalam pertemuannya dengan Abu Bakar, Umar mengatakan,” Sungguh,  perang Yamamah begitu berat bagi penghafal Al-Quran.  Saya khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Quran yang akan terbunuh sehingga Al-Quran akan banyak yang hilang. Saya mengusulkan supaya Anda memerintahkan orang menghimpun Al-Quran.”

Namun, apa jawaban Abu Bakar yang ditanya Umar bin Khattab tiba-tiba. Ia tidak langsung memberi jawaban, sehingga Umar terus mendesaknya,” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.”  Mendengar jawaban Abu Bakar Umar bin mengatakan,”Demi Allah, ini adalah suatu keniscayaan yang baik.”Umar mencoba menyakinkan Abu  Bakar. Tidak hanya sekali menyakinkannya, tetapi berkali-kali mencoba menyakinkan hal itu. Lalu Allah telah membukakan pintu hati dan melapangkan dadaku menerima saran Umar untuk mengumpulkan Al-Quran.”Jelas Abu Bakar.

Umar akhirnya memanggil Zaid bin Tsabit, seorang sahabat Nabi yang pandai menghafal dan menulis mushaf Al-Quran. Abu Bakar akhirnya memerintahkan Zaid untuk mengumpulkan Al-Quran dari lembaran kulit, pelepah kurma, dan juga dari hafalan beberapa sahabat. .

Peran Umar bin Khattab disebut begitu besar dalam menyakinkan Abu Bakar yang awalnya ragu dan yakin dalam membukukan Al-Quran. Bahkan sekiranya Umar tidak mengoreksi Abu Bakar ketika mengatakan,” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” Dan tidak menyakinkannya pentingnya menghimpun Al-Quran, tidak membuat Abu Bakar terdorong mengumpulkan dan memanggil Zain bin Tsabit untuk mengerjakannya.

Membentuk Panitia Pengumpulan Al-Quran 

Setelah catatan Al-Quran yang tercecer di pelepah kurma hingga di kulit unta terkumpul. Selanjutnya khalifah Abu Bakar membentuk panitia pembukuan Al-Quran dengan mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpun Al-Quran. Penunjukan Zaid bin Tsabit oleh Abu Bakar membuktikan keunggulan  Zaid yang dikenal penghafal Al-Quran yang kuat, sampai ditunjuk oleh Rasullah sebagai sekretaris. Zaid dalam menghimpun Al-Quran tidak sendiri, Ia dibantu beberapa sahabat Nabi mulai dari Zaid bin Harist, Utsman bin Affan, dan Usamah bin Zaid.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan Al-Quran, yaitu memberikan syarat sebuah ayat Al-Quran harus disaksikan minimal 2 orang sahabat. Tidak hanya  mengandalkan hafalan para sahabat saja, melainkan terdapat bukti tertulis yang ditulis di hadapan  Rasullah SAW. Tidak cukup sampai disitu, yang memiliki catatan dan 2 saksinya pun diminta bersumpah atas nama Allah SWT. 

Bila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Ia tidak akan menulis dan memasukkan ayat tersebut ke dalam bagian dari Al-Quran. Catatan terakhir menurut suatu riwayat, menyebutkan sahabat Khuzaimah Al-Anshari mempunyai catatan surat akhir At-Taubah dari ayat 120 hingga akhir surat.

Setelah catatan dikumpulkan dicocokan  semua. Dari metode inilah, Ia pada akhirnya bisa menemukan ayat terakhir surat At-Taubah. Awalnya kedua ayat itu hanya disaksikan oleh Abu Khuzaimah Al-Anshari , dan dikisahkan, tidak ada sahabat lain yang memberi kesaksian. Akibatnya dua ayat tersebut tidak segera dimasukkan oleh Zaid ke dalam mushaf. Sampai kemudian datang dua sahabat lagi memberi kesaksian Abdullah bin Zubair dan Umar bin Khattab.

Dikisahkan pula pengumpulan mushaf tidak memakan waktu lama, sekitar 1 tahun di era khalifah Abu Bakar diperkirakan akhir tahun 11 Hijriyah atau awal 12  Hijriyah sesudah perang Yamamah. Setelah selesai dikumpulkan menjadi mushaf Al-Quran diserahkan kepada Abu Bakar dan disimpan sampai akhir hayat.

Tepat 13 Hijriyah Abu Bakar wafat, mushaf tersebut berpindah tangan ke Umar bin Khattab, lalu ke Sayyidatina Khafsah isteri Rasullah. Dari mushaf yang dibawa Khafsah dijadikan sumber bagi Utsman bin Affan dalam membukukan Al-Quran. Itulah prestasi Abu Bakar As-Shiddiq yang tidak saja menumpas, memberantas nabi-nabi palsu, kaum murtad, ingkar zakat, tapi juga berhasil membukukan mushaf Al-Quran.

MUHAMMADIYAH.OR.ID, PERLIS— Pengumpulan atau kodifikasi Al Quran telah berlangsung sejak zaman Rasulullah Saw. Setiap menerima wahyu, Muhammad Saw selain membacakannya dan mengajarkannya kepada sahabatnya, juga meminta mereka yang pandai baca dan tulis untuk menuliskan ayat-ayat yang diajarkan tersebut.

“Begitu wahyu turun, Nabi Saw segera memanggil para Sahabat dan memerintahkan kepada sekretaris Nabi Saw untuk segera mencatat wahyu tersebut dan menghafalnya. Setelah Rasul wafat, mayoritas Sahabat hafal Al Quran,” terang Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto dalam acara yang diselenggarakan Jabatan Mufti Negeri Perlis pada Senin (18/10).

Pada masa Khalifah Abu Bakar, terjadi peristiwa tragis dalam Perang Yamamah. Saat itu, sebanyak 70 sahabat yang hafal Al Quran gugur. Atas saran dari Umar bin Khattab, Abu Bakar lalu mengumpulkan para penghafal Al Quran dan mulai menyusun proyek Al Quran dalam satu mushaf. Proyek ini disempurnakan oleh Ustman bin Afan dengan menyeragamkan dialeknya, kemudian dikenal dengan Mushaf Utsmani.

“Khalifah Abu Bakar kemudian memerintahkan agar melakukan kodifikasi terhadap lembaran-lembaran Al Quran yang tercecer itu, dan pada masa Utsman diduplikasi sehingga dianggap selesai dalam melakukan kodifikasi,” ungkap Pria kelahiran Kulonprogo, 24 Januari 1968 ini.

Berbeda dengan Al Quran yang telah ditulis pada masa Nabi Saw, hadis lebih banyak dihafal daripada ditulis. Bahkan Nabi Saw pernah melarang sahabat untuk mencatat Hadis karena khawatir akan bercampur dengan ayat-ayat Al Quran. Meski demikian, sejumlah nama sahabat tertentu seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin As, dan lain-lain, diizinkan menulis Hadis. Karenanya, terang Agung, sahabat yang sering membersamai Rasulullah tidak selalu meriwayatkan banyak hadis.

“Walaupun dalam peristiwa yang lain, Nabi Saw juga pernah memerintahkan Sahabat untuk menulis hadis, karenanya tidak semua Sahabat memiliki catatan Hadis, hanya Sahabat tertentu saja seperti Ali bin Abi Thalib, Samurah bin Jundub, Abdullah bin Amr bin Ash, Abdullah bin Abbas, dan lain-lain,” kata dosen Studi Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Sedikitnya Sahabat yang memiliki catatan-catatan Hadis ditambah dengan satu per satu penghafal hadis meninggal dunia, kondisi ini mendorong upaya pemalsuan hadis demi memuluskan berbagai kepentingan merajalela. Memasuki abad ke-2 H, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pembukuan hadis-hadis yang dikuasai para penghafal dan pada abad ke-3 para ulama mulai memilah hadis-hadis sahih dan menyusunnya ke dalam berbagai topik.

Tags: Agama IslamAl-Qur'anhadiskodifikasiSejarah

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA