Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah

MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Mati syahid adalah salah satu kematian yang dimuliakan di dalam Islam. Mereka yang syahid (disebut syuhada) umumnya adalah yang meninggal di medan perang. Sebelum dikebumikan, jasad syuhada ini tidak dimandikan sebagaimana mestinya jenazah kaum muslimin.

Akan tetapi, ternyata ada pula mati syahid di luar peperangan. Hadis Nabi Muhammad menyebut mereka yang ikut mendapatkan status mati syahid adalah yang meninggal karena tenggelam, terbakar, tertimpa benda keras, kecelakaan, wafat saat melahirkan, terkena pandemi dan beberapa lainnya.

Lantas bagaimanakah penguburan syuhada ini? Apakah jenazah mereka juga tidak perlu dimandikan seperti syuhada di medan perang?

Jenis Mati Syahid Berdasarkan Pembagian Ulama

Secara umum, para ulama fikih membagi mati syahid dalam tiga macam. Syekh Nawawi Al-Bantani, Dr. Wahbah Az-Zuhaili, dan Al-Hafidz Al-Aini adalah contoh yang berpendapat demikian. Dalam penjelasannya mereka mengatakan bahwa tiga jenis mati syahid itu antara lain:

Syahid dunia dan akhirat, yaitu kaum muslimin yang terbunuh karena sebab apapun di medan peperangan dalam berjihad melawan para musuhnya.

Syahid akhirat, yaitu kaum muslimin yang dihukumi syahid di luar peperangan berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw. Misalnya seperti yang telah dijelaskan di atas, syahid dalam keadaan tenggelam, terbakar, tertimpa bangunan, terkena pandemi dan yang semisalnya.

Syahid dunia, yaitu kaum muslimin yang mati di medan jihad dan terbukti melakukan kepengecutan atau niat yang salah. Misalnya dia berjihad karena ingin mendapatkan keuntungan pribadi yang bersifat duniawiyah ataupun dia terbunuh ketika kabur dari peperangan.

Jenazah Syahid di Medan Perang Tidak Dimandikan dan Boleh Tidak Disalatkan

Secara umum, para ulama membagi dua jenis perlakuan terhadap jenazah para syuhada. Mereka yang wafat akibat peperangan tidak dimandikan sekaligus boleh tidak disalatkan sebagaimana Rasulullah memperlakukan para syuhada di zamannya.

Bagi jenazah syahid dunia, dan jenazah syahid dunia dan akhirat, kaum muslimin wajib menyikapinya sebagaimana jenazah syuhada pada umumnya. Jenazah mereka tidak dimandikan, lukanya dibiarkan tetap terbuka, boleh tidak disalatkan dan dimakamkan dengan pakaian ketika syahid (tidak dikafani). 

Hadis riwayat Imam Ahmad dari Jabir bin Abdillah Ra menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah bersabda terkait jenazah syuhada Uhud yang artinya, “Jangan kalian mandikan mereka, karena setiap luka atau darah, akan mengeluarkan bau harum minyak misk pada hari kiamat.”

Jenazah jihad fi sabilillah tidak wajib disalatkan namun boleh juga disalatkan dengan bersandar pada hadis riwayat Anas bin Malik Ra yang artinya, “Para syuhada perang Uhud tidak dimandikan, mereka dikuburkan bersama darahnya, tidak dishalatkan, selain Hamzah.”

Imam Syafii di dalam kitabnya Al-Umm berpendapat bahwa jenazah para syahid ini juga boleh dikafani sebagaimana mayat kaum muslimin non syahid pada umumnya jika para keluarganya menghendaki hal itu.

Selain Peperangan, Jenazah Mati Syahid Tetap Wajib Dimandikan

Akan tetapi bagi para syuhada yang wafat karena di luar peperangan atau jenazah syahid akhirat, mereka tetap diperlakukan sebagai jenazah kaum muslimin pada umumnya. Yakni tetap dimandikan, dikafani, dan disalatkan.

Kata pensyarah hadis Bukhari, Imam Al-Hafidz Al-Aini, para syahid akhirat ini mendapatkan gelar syahid namun bukan hakiki sebagai bentuk karunia Allah atas musibah berat yang mereka peroleh. Menguatkan pendapat Al-Aini, Imam An-Nawawi menjelaskan gelar syahid ini diberikan karena mereka wafat dalam keadaan dan penderitaan yang hebat sehingga digelari sebagai syuhada.

Penulis: Afandi

Editor: Fauzan AS




Salah satu isu keagamaan mengemuka saat Pandemi Covid-19 adalah terkait pengurusan jenazah muslim. Covid-19 adalah jenis penyakit berbahaya dan dapat menular kepada yang melakukan kontak dengan orang yang terpapar Covid-19 atau cara penularan lainnya. Dikhawatirkan jika dalam proses pengurusan jenazah pasien Covid-19 meninggal dunia, virusnya masih ada di dalam tubuhnya yang dapat berbahaya dan menular kepada orang yang melakukan kontak dengannya. Beberapa keluarga korban Covid-19 belum memahami prosedur penanganan jenazah. Mereka menilai prosedur itu tidak sesuai dengan aturan fardhu kifayah.

Untuk meminimalisir kekhawatiran di atas, berikut penjelasan prosedur atau a pengurusan jenazah pasien muslim Covid-19 mulai dari bagaimana memandikan, mengkafani, menshalatkan hingga menguburkannya.

Soal memandikan Jenazah. Secara umum, cara memandikan jenazah pasien terpapar Covid-19 yaitu memandikan tanpa membuka pakaian jenazah atau menayamumkan (tayammum). Jika salah satu dari dua hal ini tidak memungkinkan, maka jenazah tidak perlu dimandikan atau ditayammumkan. Petugas yang memandikan wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah. Akan tetapi, jika tidak ada petugas yang berjenis kelamin sama, maka petugas yang ada tetap memandikan dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Kalau tidak, maka jenazah ditayammumkan. Selanjutnya, jika ada najis pada tubuh jenazah yang dimandikan sebelum terpapar Covid-19, maka najis tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu. Sementara itu, cara memandikan jenazah yaitu dengan mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh jenazah akan tetapi jika jenazah tidak memungkinkan dimandikan atas pertimbangan ahli terpercaya, maka proses memandikan jenazah dapat diganti dengan tayammum dengan cara mengusap wajah dan kedua tangan jenazah dengan debu sesuai ketentuan syariah. Sebaliknya, jika membahayakan, jenazah tidak perlu dimandikan atau ditayammumkan sesuai ketentuan dharurat syar’iyyah.

Selanjutnya, mengafani jenazah sebagai sebuah kewajiban. Proses mengafani dilakukan setelah jenazah dimandikan sesuai syariat. Meskipun terlihat sederhana, namun belum tentu setiap orang dapat melaksanakannya. Cara mengkafani jenazah minimal membungkusnya dengan kain putih yang dapat menutupi seluruh anggota badan dan menutup kepala jika jenazah bukan orang yang sedang ihram. Dasarnya, sabda Rasul yang berbunyi “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih, karena itu sebaik-baik pakaian kalian, dan kafani jenazah kalian dengannya”. (HR. al-Turmudzi dari sahabat Ibnu Abbas). Secara umum, cara mengafani jenazah Covid-19 yaitu setelah jenazah dimandikan/ditayamumkan atau tidak karena dharurah syar’iyyah, maka jenazah tersebut dapat dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh. Selanjutnya, jenazah dimasukkan ke kantong yang aman dan tidak tembus air demi mencegah penyebaran virus dan keselamatan petugas. Jenazah kemudian dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan serta menghadap ke arah kiblat. Jika proses pengafanan jenazah selesai dan masih ditemukan najis, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah menshalatkan jenazah. Hukum mensholatkan jenazah adalah fardhu kifayah. Tata cara pelaksanaan shalat jenazah yaitu menyegerakan shalat karena hukumnya sunnah dan sebaiknya dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19 serta dilakukan oleh minimal satu orang. Jika kondisi tidak memungkinkan, maka jenazah boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan atau dengan “shalat ghaib” sebagai jalan terakhir. Hal yang tak kalah penting diperhatikan adalah petugas yang menshalatkan wajib waspada memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.

Terakhir, soal menguburkan jenazah. Tata cara menguburkan jenazah terpapar Covid-19 sudah diatur dalam Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 dan edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI. Berdasarkan Fatwa MUI tersebut, penguburan jenazah pasien terpapar Covid-19 harus dilakukan sesuai ketentuan syariat dan protokol medis. Setelah melalui ptoses medis, jenazah kemudian dimasukkan bersama peti ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan jenazah. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang lahat diperbolehkan karena sudah termasuk dalam ketentuan aldharurah al syar’iyyah atau kondisi darurat. Lokasi penguburan jenazah terpapar Covid-19 harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber mata air tanah dan 500 meter dari pemukiman terdekat serta dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup tanah setinggi satu meter. Pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah dengan catatan jika semua prosedur protocol kesehatan dilaksanakan secara baik. Pengetatan terhadap proses pengurusan jenazah pasien Covid-19 diharapkan dapat meminimalisir bahkan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang lebih luas. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi keluarga dan petugas yang menangani jenazah. Wallahu A’lam. Salam sehat !.

Mantan Pasien Covid-19 Wisma Atlet Jakarta

Ciputat, 25 September 2020

oleh admin-dev | Edisi Tanggal: 28-09-2020 Jam: 11:37:16 | dilihat: 37663 kali

Tidak boleh sembarangan, Islam memiliki tata cara memandikan jenazah tersendiri

Dalam Islam terdapat kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang hidup terhadap orang yang meninggal, yakni memberikan pengurusan yang terbaik. Yang harus diperhatikan dengan baik adalah tata cara memandikan jenazah dengan baik, sebagai persembahan terakhir untuk orang yang meninggal.

Dilansir NU Online memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan dalam memulasara jenazah sebagai tindakan memuliakan dan membersihkan tubuh orang yang meninggal. Tentunya ada aturan dan tata cara memandikan jenazah khusus yang mesti dilakukan.

Selain itu, disyariatkannya memandikan jenazah adalah sebagai bagian dari memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap jenazah orang Muslim, kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan.

Baca Juga: Proses Mengurus Jenazah dan Pemakaman Korban COVID-19 Menurut Kementerian Agama

Hal-hal Terkait Memandikan Jenazah dalam Islam

Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah

Foto: Features.yaledailynews.com

Sebelum memasuki pembahasan mengenai tata cara memandikan jenazah, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu tentang hal-hal lain terkait kewajiban ini, seperti berikut ini.

1. Hukum Memandikan Jenazah

Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, artinya jika sudah ada satu orang yang memandikan jenazah, maka tidak ada kewajiban lagi bagi yang lain untuk melaksanakannya. Tapi, jika belum ada yang melakukannya, maka semua orang di daerah tersebut berkewajiban melakukannya.

Dalam sebuah hadis dari Ummi Athiyyah al-Anshariyyah RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi berbunyi: “Ummu Athiyah berkata, bahwa Rasulullah SAW masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda:

‘Mandikanlah ia tiga, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu perlu, dengan air atau daun bidara jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan, beritahu aku,’. Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya sambil bersabda: ‘Selimutilah ia dengan selendang itu’.”

Selain itu, ada juga hadis dari Abdullah Ibnu ‘Abbas RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa`i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Bazzar. Berikut bunyi hadits tersebut:

“Seorang lelaku berihram (haji) dijatuhkan untanya dan ia meninggal karena patah tulang lehernya, dan kami bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi bersabda: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafankanlah ia dengan dua kain (ihram)’.”

2. Jenazah yang Harus dan Tidak Boleh Dimandikan

Ada beberapa syarat dari jenazah yang wajib dimandikan, yakni:

  • Jenazah seorang muslim atau Muslimah
  • Ada tubuhnya,
  • Kematiannya bukan kategori mati syahid,
  • Bukan bayi yang meninggal karena keguguran,

Siapa saja yang jenazahnya tidak boleh dimandikan?

Selain itu, ada dua jenazah yang tidak boleh dimandikan. Yaitu orang yang mati syahid atau gugur saat berperang melawan orang kafir dalam rangka membela agama Islam, dan bayi yang meninggal keguguran saat di dalam kandungan.

Kedua jenazah ini tidak boleh dimandikan dan juga tidak boleh disalati, melainkan cukup dikafankan dan dikuburkan. Ini sesuai dengan ketentuan syar’i yang mendapatkan contoh langsung dari Rasulullah SAW.

3. Syarat Orang yang Memandikan Jenazah

Orang yang bertugas memandikan jenazah tidak boleh sembarangan karena harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syaratnya adalah:

  • Orang muslim
  • Berakal,
  • Baligh,
  • Jujur,
  • Shalih,
  • Terpercaya,
  • Tahu tata cara memandikan jenazah, dan
  • Mampu menutupi aib jenazah.

Karena hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, jadi siapa pun berhak memandikannya selama memenuhi syarat. Walau demikian, terdapat urutan mengenai siapa yang paling berhak dalam memandikan jenazah. Penjelasan tentang urutan tersebut adalah sebagai berikut:

Jika jenazahnya laki-laki, maka urutannya:

  • Laki-laki yang masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua, atau kakek.
  • Istri.
  • Laki-laki lain yang tidak ada hubungan kekerabatan.
  • Perempuan yang masih mahram (haram dinikahi oleh si jenazah semasa masih hidup).

Jika jenazahnya perempuan, maka urutannya:

  • Suami. Seorang suami paling berhak memandikan istrinya, karena suami diperbolehkan melihat semua anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali.
  • Perempuan yang masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua atau nenek.
  • Perempuan yang tidak ada hubungan keluarga.
  • Laki-laki yang masih mahram (haram menikah dengan si jenazah semasa masih hidup).

Baca Juga: Jenazah Okky Bisma Korban SJ182 Dimakamkan, Pecah Isak Tangis dari Sang Istri dan Keluarga

Tata Cara Memandikan Jenazah

Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah

Foto: Youtube.com/SheikhZaidAlsalam

BMC Clinical Research mencatat, karena tubuh jenazah orang Islam harus dimandikan terlebih dahulu, orang yang menjalankan tugas ini harus diimunisasi terhadap hepatitis B dan waspada terhadap bahaya AIDS sebagai persiapan.

Saat mengetahui ada yang meninggal, ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum mulai memandikan jenazah, termasuk dalam tata cara memandikan jenazah, ini adalah hal yang harus dipersiapkan sebelum memandikan.

1. Persiapan

Yang pertama adalah menyiapkan ruangan tertutup. Ini dimaksudkan agar tidak ada orang lain yang melihat jenazah yang sedang dimandikan, dan juga dalam rangka menjaga aurat jenazah meskipun sudah tidak lagi bernyawa sebagai penghormatan terakhir.

Selanjutnya menyiapkan peralatan. Yakni:

  • Tempat atau alas untuk memandikan jenazah. Usahakan agar memilih alas pemandian agak miring ke arah kakinya, tujuannya agar air dan semua yang keluar dari jasadnya bisa mengalir ke bawah dengan mudah.
  • Air secukupnya.
  • Sabun.
  • Air kapur barus.
  • Wangi-wangian.
  • Sarung tangan untuk memandikan.
  • Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
  • Kain basahan.
  • Handuk

Setelah mempersiapkan tempat dan peralatan, selanjutnya harus memperhatikan tat cara memandikan jenazah. Sebelum memandikan jenazah, petugas yang memandikan harus berniat terlebih dahulu. Bacaan niatnya adalah:

“Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit (laki-laki) ini karena Allah Ta’ala,” untuk laki-laki. Atau niat memandikan jenazah perempuan, yakni: “Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit (perempuan) ini karena Allah Ta’ala,”.

2. Langkah-langkah Memandikan Jenazah

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah dalam Islam:

  • Petugas menggunakan sarung tangan terlebih dahulu.
  • Setelah berniat, periksa terlebih dahulu kuku jenazah. Apabila panjang, hendaknya dipotong hingga memiliki ukuran panjang yang normal. Selanjutnya, memeriksa bulu ketiak dan dicukur bila panjang. Khusus untuk bulu kemaluan tidak boleh dicukur, karena termasuk dalam aurat besar.
  • Kepala jenazah diangkat sampai setengah duduk, lalu perutnya ditekan agar kotoran keluar semua.
  • Selanjutnya siram seluruh tubuh jenazah hingga kotoran yang keluar dari dalam perut tidak ada yang menempel di tubuh jenazah.
  • Setelah itu, bersihkan qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang) jenazah agar tidak ada kotoran yang menempel di sekitar bagian tersebut.
  • Setelah mengeluarkan kotoran dari dalam perut, langkah selanjutnya ialah membasuh jenazah. Ini dimulai dari anggota tubuh sebelah kanan, mulai dari kepala, leher, dada, perut, paha sampai kaki paling ujung.
  • Saat membasuh jenazah, sambil dituangkan air ke tubuh jenazah, bagian tubuh jenazah juga digosok dengan menggunakan sarung tangan atau kain handuk yang halus
  • Pastikan saat menggosok badan jenazah, tidak dilakukan dengan kasar atau keras, melainkan dengan lembut.
  • Memandikan jenazah boleh dilakukan lebih dari satu kali, tergantung kebutuhan dan kebersihan yang terasa.
  • Setelah jenazah dimandikan, kemudian petugas ‘mewudhui’ jenazah tersebut sebagaimana wudhu yang biasa dilakukan sebelum salat. Namun, petugas tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut jenazah, tetapi cukup membasahi jari yang dibungkus dengan kain atau sarung tangan lalu digunakan untuk membersihkan bibir jenazah, menggosok gigi dan kedua lubang hidung jenazah hingga bersih.
  • Selanjutnya, petugas menyela jenggot dan mencuci rambut jenazah menggunakan air perasan daun bidara, lalu sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur tubuh jenazah.
  • Setelah proses pemandian jenazah selesai dilakukan, jenazah dikeringkan dengan handuk. Sampai sini, proses pemandian jenazah sudah selesai dan langkah selanjutnya ialah mengkafani jenazah.

Setelah memandikan jenazah, ada kewajiban lain yang harus dilakukan oleh petugas. Yaitu apabila petugas menemukan aib pada saat memandikan jenazah, maka ia wajib menjaga aib jenazah tersebut dengan tidak menceritakannya ke orang lain.

Baca Juga: Saphira Indah Meninggal Saat Mengandung, Bahayakah Sesak Napas Saat Hamil?

7 Adab Memandikan Jenazah

Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah

Foto: Wfae.org

Sebenarnya, keluarga harus mengetahui tata cara memandikan jenazah. Sebab saat ada anggota keluarga yang meninggal, yang harus menjadi garda terdepan dalam pengurusannya adalah anggota keluarga itu sendiri. Namun jika tidak mampu, bisa meminta tolong kepada yang lain.

Memandikan jenazah adalah bentuk penghormatan yang diberikan kepada jenazah yang meninggal oleh orang-orang yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan selain dari tata cara memandikan jenazah sebelumnya. Yakni:

  1. Memandikan harus di tempat yang terlindungi. Adab pertama ini untuk melindungi aurat jenazah agar tidak sampai terlihat oleh orang yang bukan pasangannya dan bukan muhrim dengannya.
  2. Memandikan oleh orang yang memenuhi syarat. Tidak setiap orang bisa memandikan jenazah. Ada syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan agar proses memandikan jenazah sesuai dengan syariat Islam seperti diterangkan di atas.
  3. Memandikan dengan menutup auratnya. Karena itu, sebelum jenazah dimandikan ada baiknya keluarga mempersiapkan selembar kain yang digunakan untuk menutup aurat jenazah sehingga terjaga dari orang lain yang mungkin melihatnya.
  4. Memandikan dengan lembut. Meskipun sudah tidak bernyawa, namun jenazah tetap harus diperlakukan dengan lembut. Hal ini karena Islam sangat menghargai manusia, termasuk orang yang telah meninggal dunia. Tapi jika jenazah sudah mulai kaku, maka orang yang memandikan boleh melemaskan sendi-sendi jenazah dengan lembut.
  5. Membersihkan najis dan kotoran. Orang yang memandikan jenazah sebaiknya juga membersihkan segala najis dan kotoran di dalam tubuh jenazah. Semua proses ini dilakukan secara lembut dan tidak memaksa.
  6. Merapikan jenazah setelah dimandikan. Diperbolehkan menyisir dan mengepang rambut jenazah serta memotong kukunya jika terlihat panjang.
  7. Menutup aib jenazah selama memandikan jenazah dan setelahnya.

Itulah tata cara memandikan jenazah menurut Islam yang dapat dipelajari dan dipraktikan saat waktunya.

  • https://www.99.co/blog/indonesia/tata-cara-mengurus-jenazah-menurut-islam/
  • https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/7-adab-memandikan-jenazah-yang-harus-diketahui-seorang-muslim/
  • https://islam.nu.or.id/post/read/85332/tata-cara-memandikan-jenazah
  • https://alazharmemorialgarden.co/tata-cara-memandikan-jenazah/
  • https://www.researchgate.net/publication/15351645_Muslim_customs_surrounding_death_bereavement_postmortem_examinations_and_organ_transplants