Kata bank berasal dari bahasa italia yaitu banca yang artinya

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Bank Bank berasal dari bahasa Italia yaitu banco yaitu bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, penulis mengutip beberapa definisi atau rumusan yang dikemukakan sebagai berikut: 1. UU Republik Indonesia No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diubah menjadi UU No.10 Tahun 1998 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, stabilisator moneter, serta dinamisator pertumbuhan perekonomian (Hasibuan, 2002:2). 3. A. Abdurrachman Dalam Suyatno menjelaskan bahwa, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam usaha, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap

mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan dan lain-lain (Suyatno, 1999:1). Defenisi bank diatas memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Defenisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia. 2.2 Resiko Usaha Bank Resiko usaha merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan dan diterima. Resiko usaha yang dapat dihadapi oleh bank antara lain: 1. Resiko Kredit Yaitu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. 2. Resiko Investasi Yaitu berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat penurunan nilai portofolio surat-surat berharga, misalnya obligasi dan surat berharga lain yang dimiliki bank.

3. Resiko Likuiditas Yaitu resiko yang dihadapi oleh bank untuk memenuhi likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu. 4. Resiko Operasional Yaitu kemungkinan kerugian dari operasional bank seperti apabila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk yang diperkenalkan. 5. Resiko penyelewengan Yaitu berkaitan dengan kerugian yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank. 6. Resiko Fidusia Yaitu resiko yang mungkin timbul apabila bank dalam usahanya memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha. 7. Resiko Tingkat Bunga Yaitu resiko timbul akibat berubahnya tingkat bunga sehingga menurunkan nilai pasar surat-surat berharga yang terjadi pada saat bank membutuhkan likuiditas. 8. Resiko Solvensi Yaitu resiko yang terjadi disebabkan oleh ruginya beberapa asset yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank.

9. Resiko Valuta Asing Yaitu resiko yang dapat dihadapi oleh bank-bank devisa yang melakukan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun passive (kewajiban). 10. Resiko Persaingan Yaitu resiko yang dihadapi oleh bank dalam upaya memberi pelayanan pada nasabahnya, dimana bank akan bersaing dengan bank lain secara professional dan paling baik untuk kelangsungan operasional bank itu sendiri. 2.3 Pengertian Prosedur Prosedur adalah rangkaian kegiatan administrasi yang biasanya melibatkan beberapa orang, untuk mencapai keseragaman tindakan dalam melakukan transaksi yang terjadi ( Hadibroto dan Wiratsa, 1985:10 ). Menurut W. Gerald Cole prosedur adalah suatu urutan-urutan pekerjaan kerani (clerical) biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi (Baridwan, 1991:3). Rancangan prosedur harus didiskusikan dengan pimpinan perusahaan dengan menunjukkan prosedur dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rancangan prosedur yang telah disetujui akan diuraikan dalam suatu pedoman prosedur, berupa kalimat-kalimat maupun bagan arus (flow chart).

2.4 Pengertian Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa Latin Creditum yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang diwajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga (Mulyono, 2001:10). Menurut Kasmir (2000:98), kredit dalam pengertian umum adalah bahwa kredit diserahkan kepada kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang. Eric L. Kohler seperti dikutip Mulyono (2001:9) mengatakan bahwa kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada satu jangka waktu yang disepakati. 2.5 Unsur-Unsur Kredit Kasmir (2001) menyebutkan kredit yang diberikan oleh lembaga kredit mempunyai unsur - unsur sebagai berikut: 1. Kepercayaan Yang melandasi pemberian kredit oleh kreditur pada debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikannya sesuai kesepakatan yang disetujui oleh kedua pihak.

2. Waktu Yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya. 3. Penyerahan Yang menyatakan bahwa pihak kreditur menyerahkan nilai ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo. 4. Resiko Yang menyatakan adanya resiko yang mungkin timbul sepanjang jarak antara saat memberikan kredit dan pelunasannya. 5. Persetujuan/Perjanjian Yang menyatakan bahwa antara kreditur dan debitur terdapat suatu persetujuan yang dibuktikan dengan suatu perjanjian. Sebelum fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang akan diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan ini diperoleh berdasarkan analisis kredit sebelum kredit tersebut disalurkan untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan (Khasmir, 2005:104). 2.6 Prosedur Pemberian Kredit Secara umum ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam prosedur pemberian kredit oleh bank. Tahap-tahap itu adalah sebagai berikut: 1. Tahap permohonan kredit Yaitu tahap dimana Bank menerima permohonan yang diajukan oleh calon nasabah debitur beserta dengan project proposalnya (bila ada).

2. Tahap penilaian / analisis kredit Yaitu tahap dimana pihak bank melakukan analisa terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur tersebut. 3. Tahap pemutusan Yaitu tahap dimana dilaksanakan pemberian keputusan terhadap hasil analisis kredit, apakah disetujui atau ditolak. Biasanya keputusan kredit dilakukan oleh Direktur atau pejabat tertentu yang telah diberi wewenang. 4. Tahap pengikatan jaminan Yaitu tahap dimana dilakukan pengikatan terhadap jaminan yang diserahkan oleh calon nasabah debitur kepada pihak bank. 5. Tahap realisasi Yaitu tahap dimana bank memberikan prestasi kepada debitur berupa pinjaman 6. Tahap pengawasan dan pembinaan nasabah Yaitu tahap dimana bank harus secara aktif melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap nasabah debitur, agar kredit yang diberikan itu tidak disalahgunakan. 7. Tahap penyelamatan / penyelesaian kredit Yaitu tahap dimana pihak bank melakukan penyelamatan / penyelesaian atas kredit yang diterima oleh nasabbah debitur. Penyelamatan kredit dapat dilakukan dengan cara: a. Rescheduling b. Reconditioning c. Reinjection

d. Restructuring e. Liquidation Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antar bank yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-masing. Prosedur pemberian kredit dibedakan antara pinjaman perseorangan dan badan hukum, yang secara umum dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Pengajuan berkas-berkas Pengajuan proposal kredit hendaklah yang berisi antara lain : a. Latar belakang perusahaan b. Maksud dan tujuan c. Besarnya kredit dan jangka waktu d. Cara pengembalian kredit e. Jaminan kredit Selanjutnya proposal ini dilampiri dengan berkas-berkas yang telah dipersyaratkan seperti : a. Akte notaris b. Tanda daftar perusahaan (TDP) c. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) d. Neraca dan laporan rugi laba 3 tahun terakhir e. Bukti diri dari pimpinan perusahaan f. Foto copy sertifikat jaminan

Penilaian yang dapat kita lakukan untuk sementara adalah dari neraca dan laporan rugi laba yang ada dengan menggunakan rasio-rasio sebagai berikut : a. current ratio b. inventory turn over c. sales to receivable ratio d. profit margin ratio e. return on net worth f. working capital 2. Penyelidikan berkas pinjaman Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas pinjaman yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas waktu tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangannya, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan saja. 3. Wawancara I Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam. 4. On the Spot Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasilnya dicocokan dengan hasil wawancara I.

5. Wawancara II Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. 6. Keputusan Kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya. Biasanya mencakup : a. jumlah uang yang diterima b. jangka waktu c. dan biaya-biaya yang harus dibayar 7. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit. 8. Realisasi kredit Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. 9. Penyaluran/penarikan adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu : a. sekaligus atau b. secara bertahap

2.7 Kredit Macet Kredit macet adalah suatu kondisi dimana salah satu pos Earning Assets yang tidak menghasilkan pendapatan bunga, secara langsung mempengaruhi laba. Dikatakan kredit macet jika terjadi: 1. Pelanggaran perjanjian kredit oleh debitur 2. Perubahan perjanjian kredit secara terpaksa karena debitur tidak mampu memenuhi perjanjian semula 3. Penurunan nilai agunan kredit 4. Perubahan keadaan internal dan eksternal didalam perusahaan atau perorangan yang dapat mengganggu pembayarn ke bank Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Self Dealing Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit yang tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah. 2. Anxiety for Income Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan

bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit 3. Compromise of Credit Principles Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah. 4. Incomplete Credit Information Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kembali kredit. 5. Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank. 6. Complacency Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan 7. Lack of Supervising Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.

8. Technical Incompetence Tidak adanya kemampuan teknis dalam menganalisis permohonan kredit dari aspek keuangan meupun aspek lainnya akan berakibat kegagalan dalam operasi perkreditan suatu bank. Para pejabat kredit harus senantiasan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik. 9. Poor Selection of Risks Risiko tersebut dapat dijelaskan dibawah ini: a. Pejabat kredit mampu mendeteksi kemampuan nasabah dalam membiayai usahanya, selain yang diperoleh dari bank. b. Pejabat kredit harus mampu menghitung berapa kebutuhan nasabah yang sesungguhnya. c. Pejabat kredit harus mampu menghitung nilai taksasi jaminan yang mengcover kredit yang diberikan d. Pejabat kredit harus mampu memperhitungkan kemungkinan risiko yang dihadapi dengan pemberian kredit dan mengetahui sumber pelunasan. e. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi risiko pemberian kredit yang mungkin secara kemampuan cukup baik, tetapi dari sisi moral kurang menguntungkan bagi bank. f. Pejabat kredit harus mampu mendeteksi kualitas jaminan yang akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

10. Overlending Overlending adalah pemberian kredit yang besarnya melampaui batas kemampuan pelunasan kredit oleh nasabah. 11. Competition Competition merupakan risiko persaingan yang kurang sehat antar bank yang memperebutkan nasabah yang berakibat pemberian kredit yang tidak sehat. 2.8 Penelitian Terdahulu Dameria (2002) meneliti Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Kanwil1. Hasil penelitiannya adalah adanya resiko yang timbul akibat kesalahan dalam prosedur pemberian kredit. Anita Wati (2005) meneliti Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Cabang Tebing Tinggi. Hasil penelitiannya adalah adanya resiko yang timbul akibat kemudahan dalam prosedur pemberian kredit.

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Nama Judul Hasil Dameria (2002) Anita Wati (2005) Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Kanwil 1 Analisis Prosedur Pemberian Kredit Dalam Mengurangi Tingkat Resiko pada PT BNI (Persero) Tbk Cabang Tebing Tinggi adanya resiko yang timbul akibat kemudahan dalam prosedur pemberian kredit. adanya resiko yang timbul akibat kesalahan dalam prosedur pemberian kredit.