HerStory, Bekasi —
Anak berusia tiga tahun umumnya sudah bisa alfabet meskipun nggak lengkap dari A sampai Z. Si Kecil kemudian akan mengenali huruf yang menyusun namanya, dan mengetahui cara membaca dari kiri ke kanan.
Usia lima tahun biasanya anak baru bisa membaca dua atau tiga suku kata. Kemungkinan besar dia juga mampu membaca kalimat sederhana. Kemudian, pada usia tujuh tahun, anak biasanya sudah dapat membaca buku cerita dan menceritakannya kembali.
Namun, pada saat anak sudah berada di usia sekolah (umumnya tujuh tahun) dan masih belum lancar membaca, Moms perlu memberi Si Kecil perhatian khusus.
Umumnya, anak kesulitan membaca disebabkan oleh cara pengajaran yang salah atau ada gangguan disleksia. Menurut Mayo Clinic, disleksia adalah kelainan belajar yang melibatkan kesulitan membaca yang gak dipengaruhi oleh tingkat intelengensi seseorang.
Jika anak kesulitan membaca meski sudah berusia tujuh tahun dan SD, Mom dapat membantunya dengan beberapa tips yang dilansir dari berbagai sumber.
Berikan buku yang tepat
Untuk bisa lancar membaca, anak harus rajin berlatih. Jadi, berikanlah Si kecil buku yang sederhana dan sesuai minat anak. Misalnya, anak suka dengan mobil, maka pilihlah buku bertema demikian.
Selain itu, pilihlah buku yang 90 persen katanya mudah dimengerti oleh anak sehingga dirinya tidak bingung.
Sempatkan pula untuk membaca bersama anak. Cara paling tepat adalah membacanya secara bergantian. Jangan lupa, baca buku sambil menunjuk huruf dan membacanya dengan lantang dan jelas. Ajarakan pula anak memecah kata panjang menjadi suku kata, misalhnya le-ma-ri; ke-ma-rin, me-ma-sak.
Permainan kartu
Agar anak merasa lebih nyaman, pastikan Moms menstimulusnya dengan cara yang menyenangkan. Salah satunya adalah dengan permainan kartu. Pertama, buat kartu yang berisi kata-kata sederhana. Pilih kata-kata yang berhubungan dengan rumah, misalnya meja, kursi, bola, pakaian dan lain-lain.
Lalu, minta anak mengambil kartu, membacanya lalu menempelkan ke benda sesuai kata yang tertera di kartu. Ini akan membuat anak semangat berlatih membaca. Moms dapat bermain kata dengan rima, mata, meja, tinta. Ini akan membantu pemahaman fonemik Si Kecil.
Tebak-tebakan
Cara menyenangkan lainnya untuk menstimulus kemampuan membaca anak adalah dengan mengajaknya bermain tebak-tebakan.Cobalah mengajak anak untuk menebak bunyi kata-kata yang dituliskan orangtua pada selembar kertas berwarna.
Baca Juga: Tetap Semangat, Maya Hawke Bercerita Soal Penyakit Disleksia yang Dideritanya..
Baca Juga: Anak Kesulitan Membaca? Jangan Disepelekan, Bisa Jadi Tanda Disleksia
Jakarta: Membaca merupakan sebuah proses yang cukup rumit dicerna anak berusia 6-7 tahun. Pasalnya, aktivitas ini mengombinasikan kode huruf dengan bunyi sehingga membutuhkan pemahaman mendalam.
Tak hanya sekadar mengenal huruf, proses membaca juga melibatkan pemahaman anak terkait tanda baca, susunan kalimat, hingga makna kalimat. Oleh karena itu, peran orang tua dan guru sangat diperlukan untuk membantu anak dalam memahami hal-hal tersebut.
Sobat Medcom tidak perlu panik jika anak belum bisa membaca meskipun hampir memasuki jenjang Sekolah Dasar (SD). Dilansir dari laman Zenius, berikut tips yang dapat membantu proses membaca si kecil.
1. Kenalkan anak dengan huruf dan bunyi pelafalannya
Seperti yang disebutkan sebelumnya, membaca merupakan proses yang mengombinasikan huruf dengan bunyi. Untuk itu, orang tua harus membiasakan anaknya mengenal huruf sekaligus mendengar bunyi pelafalannya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Salah satu caranya adalah memutar lagu-lagu alfabet. Dengan demikian, si kecil jadi lebih mudah mengingat hal-hal yang didengarnya.
Setelah mengenal huruf, orang tua dapat mengajarkan anaknya mengeja.
Recently updated on September 18th, 2020 at 10:51 am Mungkin dari kita ada yang pernah mendengar keluh kesah teman, saudara, tetangga atau bahkan diri kita sendiri yang pernah mengalami ketika anak usia SD terlambat dalam membaca, menulis dan berhitung. Melihat kondisi demikian, orang tua manapun tentunya akan khawatir, gelisah dan takut, apakah kondisi anaknya normal. Apalagi bila teman-teman seusia anaknya sudah bisa membaca, menulis dan berhitung. Sebagai orang tua biasanya juga akan merasa malu dan khawatir bila disangka orang
mereka tidak bisa mengajarkan anaknya. Untuk kondisi psikis si anak itu sendiri juga terkadang menjadi hambatan, karena yang kerap terjadi si anak menjadi bahan ledekan teman-temannya. Melihat kondisi ini sebaiknya kita harus mempelajari sebab-sebab keterlambatannya, kemudian melakukan terapi sesuai keadaan yang dialaminya, sehingga masalahnya tidak semakin membesar. Hal ini untuk mencegah agar kondisi si anak tidak semakin memburuk jika penanganannya terlambat. Kondisi keterlambatan
membaca, menulis dan berhitung ini dikenal dengan istilah disleksia. Bagi guru atau orang yang tidak mengetahui mengenai disleksia, mereka akan memberi cap kepada anak tersebut sebagai anak yang bodoh. Padahal, menurut Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr Kristiantini Dewi, SpA mengatakan, disleksia merupakan kelainan genetik yang berbasis neurologis. Gangguan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebodohan, tingkat ekonomi maupun motivasi belajar. Penyandang
disleksia sebetulnya memiliki Intelegency Quotient (IQ) dalam tingkat yang normal atau bahkan di atas rata-rata. Mereka hanya mengalami kesulitan berbahasa, baik itu menulis, mengeja, membaca, maupun menghitung. Menurut wikipedia bahasa Indonesia, disleksia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Pada umumnya keterbatasan ini
hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa. Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia
ditengarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua. Menurut Konsultan Neuropediatri dari Asosiasi Disleksia Indonesia, dr Purboyo Solek, Sp A (K), disleksia biasanya diketahui pada usia 7 tahun, anak mengalami kesulitan membaca dan mengeja. Gangguan ini berbeda dengan gangguan belajar biasa, karena kesulitan mengeja pada penyandang disleksia bukan disebabkan oleh kurangnya kecerdasan. Gangguan ini merupakan kelainan genetik yang dialami individu dengan Intelegency Quotient (IQ) normal atau bahkan di atas rata-rata. Karena sering
terlambat diketahui, disleksia banyak memberi dampak pada masalah belajar di sekolah. Selain nilainya merosot, tak jarang penyandang disleksia mengalami tekanan psikologis karena tidak percaya diri atau bahkan menjadi korban bullying (pelecehan) dari teman-teman sekolahnya. Untuk memudahkan bagi para orang tua dan guru dalam membaca perkembangan anak dan melakukan deteksi dini atas tanda-tanda disleksia, adalah sebagai berikut : dr. Purboyo mengatakan, meskipun disleksia tidak dapat diobati, gangguan ini bisa diatasi dengan penanganan yang tepat. Ada 2 jenis penanganan untuk disleksia yakni remedial dan akomodasi.Baca juga
Bagaimana mengenali tanda-tanda disleksia ?
Bagaimana penanganan disleksia ?
- Remedial, berarti mengulang-ulang materi belajar sampai benar-benar paham. Kadang-kadang pengulangan dilakukan untuk mempelajari kebutuhan penyandang disleksia, terkait cara yang bersangkutan dalam memahami suatu hal. “Kalau anak normal mudah memahami huruf A dari bentuknya yang demikian, penyandang disleksia belum tentu seperti itu. Cara otak memahami sesuatu bisa berbeda, misalnya A dipahami sebagai sebuah bangun dengan sudut-sudut tertentu,” ungkap dr.Purboyo.
- Penanganan akomodasi, yakni memenuhi kebutuhan khusus penyandang disleksia. dr.Purboyo mencontohkan, ujian untuk penyandang disleksia bisa diberikan dengan waktu yang lebih longgar dan soalnya dicetak dengan huruf yang tidak terlalu rapat.
Sebagai orang tua, hendaklah kita tidak usah berkecil hati bila menghadapi anak yang terlambat memiliki kemampuan baca, tulis dan hitung. Kita tidak usah putus asa, tetap semangat dan yakin bahwa pada saatnya kelak anak akan mampu untuk melakukan hal tersebut. Yang perlu kita ingat adalah dukungan kedua orang tua memiliki peranan penting dalam memberikan perlakuan khusus demi menunjang belajarnya si anak. Anak disleksia tentunya membutuhkan pendekatan yang berbeda serta situasi belajar yang lebih kondusif baik di sekolah maupun di rumah sehingga anak akan lebih lancar dalam belajar. Orang tua harus pro aktif untuk mencari tahu informasi apapun yang berkaitan dengan disleksia dari berbagai sumber. Satu hal yang harus digarisbawahi bahwa orang tua harus melakukan tes IQ terlebih dahulu sebelum menyatakan bahwa si anak menderita disleksia. Hal ini untuk mengetahui bila IQ anak di bawah normal, dia bukan disleksia. Mengetahui IQ ini penting karena akan membedakan treatmentnya kelak.
Terkadang orang tua langsung merasa down ketika mengetahui anaknya disleksia. Padahal bila ditangani dengan tepat dan melalui treatment yang sesuai, disleksia bukan akhir dari segalanya. Banyak tokoh-tokoh besar yang berhasil dan sukses walaupun menyandang disleksia. Di buku Right Brained Children in a Left Brained World disebutkan tokoh-tokoh seperti Albert Einstein, George S. Patton, William Butler Yeats adalah mereka yang terlambat membaca. Begitupula dengan Leonardo Da Vinci, ia baru mulai bisa membaca pada usia 12 tahun. Namun hal ini tidak menjadi halangan baginya untuk menjadi seorang ‘besar’ dengan profesinya sebagai arsitek, musisi, penulis, pematung dan pelukis Renaisans Italia. Salah satu lukisannya yang terkenal di seluruh dunia adalah Monalisa. Selain itu, mantan presiden Amerika George W. Bush serta aktor Tom Cruise adalah beberapa contoh orang-orang berprestasi yang menyandang disleksia. (Bunda Ranis)
Referensi :
Ayah Edy. Ayah Edy Menjawab: 100 persoalan sehari-hari orang tua yang tidak ada jawabannya di kamus mana pun. 2013. Jakarta: Penebit Noura Books.
*//www.anakku.net/belajar-membaca-dan-kecerdasan-anak-pada-usia-dini.html
//ardhinaarumdaun.blogspot.com/2011/04/waspada-jangan-sampai-telat-deteksi.html
//www.ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/63149/APAKAH-ANAK-ANDA-TERLAMBAT-MEMBACA-
//id.wikipedia.org/wiki/Disleksia