Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba

Prima Gumilang | CNN Indonesia

Selasa, 13 Okt 2015 23:28 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Efek jera yang selama ini menjadi argumen penerapan hukuman mati ternyata tidak pernah terbukti. Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan."Di mana hukuman mati bisa memberikan efek jera atau efek kejut, yang ada kejahatan tetap terus terjadi. Ini ada yang salah," kata Ricky saat ditemui di Cikini, Jakarta, Kamis (8/10).Dia mengatakan, seharusnya pemerintah mencari alternatif lain ketika hukuman mati tidak mampu mengurangi penyalahgunaan narkoba. "Itu yang tidak pernah terpikirkan," katanya.Selama menjabat sebagai Presiden RI, Joko Widodo telah mengeksekusi mati empat belas terpidana. Secara keseluruhan, mereka terjerat kasus narkotika. Salah satu di antaranya adalah warga negara Indonesia, sisanya warga negara asing. Ricky menyatakan bahwa beberapa pejabat negara juga telah menyampaikan pendapatnya soal hukuman mati tidak membuat efek jera. Bahkan PBB menegaskan tidak ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa hukuman mati dapat mengurangi tingkat kejahatan.Para akademisi di bidang kesehatan publik, melalui jurnal The Lancet, menyatakan kebijakan Indonesia mengenai perang terhadap narkotika salah sasaran. Lantaran lebih mengedepankan kriminalisasi dan pidana, bukan aspek kesehatan masyarakat seperti rehabilitasi.Ricky menyampaikan beberapa usulan terkait alternatif selain hukuman mati pada perkara narkoba. Pengguna narkoba, menurutnya, tidak perlu dipidana. Melainkan dikenai sanksi, denda, ikut kursus atau pelayanan masyarakat.Dia memberi contoh penindakan perkara narkoba di Portugal. Di sana, para pengguna narkoba bukan diadili oleh hakim, tetapi ditangani petugas kesehatan atau orang yang mengerti soal adiksi."Ada juga dekriminalisasi terhadap pemakai narkotika. Itu tidak sama dengan legalisasi, narkotika tidak dijual bebas," kata Ricky.Berdasarkan penelitian yang dibuat Badan Narkotika Nasional, jumlah pengguna narkotika pada 2008 mencapai 3,3 juta jiwa. Angka tersebut dicatat akan bertambah sampai dengan 2015 menjadi 5,1 juta jiwa.Dalam konteks rancangan KUHP, pemerintah sesungguhnya telah bertujuan membatasi pelaksanaan hukuman mati. Pasal 89 RUU KUHP, disebutkan bahwa pidana mati secara alternatif dijatuhkan sebagaibupaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.Peneliti Elsam, Wahyu Wagiman mengatakan, pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama sepuluh tahun. Apabila selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun."Masa tunggu yang lama bisa digunakan untuk melihat perubahan perilaku yg cukup baik. Apabila mengajukan grasi, seharusnya itu menjadi pertimbangan. Namun selama ini itu tidak menjadi pertimbangan penting," katanya.Namun jika masa percobaan tidak berhasil, pidana mati baru dapat dilakukan. Itu pun setelah grasi yang diajukan oleh terpidana ditolak presiden.Peneliti ICJR, Anggara, mengatakan bahwa selama ini pemberian grasi bergantung pada situasi hati seorang presiden. "Enggak bisa hukuman mati digantung pada situasi politik pemerintah yg sedang berkuasa," katanya. (pit/rdk)

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA

tirto.id - Amnesty International menilai hukuman mati tidak menjadi solusi untuk menekan angka kejahatan di Indonesia. Amnesty mencontohkan angka kejahatan narkoba di Indonesia terus meningkat meski hukuman mati diterapkan.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyatakan mayoritas vonis hukuman mati di dalam negeri selama ini dijatuhkan kepada pelaku kejahatan narkoba. Selama tahun 2015-2016 bahkan dilaksanakan eksekusi terhadap 18 terpidana mati.

"[....] Klaim pemerintah atau banyak negara pendukung hukuman mati, [bahwa] hukuman mati akan menimbulkan efek gentar, mengurangi kejahatan atau bahkan menghapuskan kejahatan. [tapi] Klaim ini sangat lemah atau tidak terbukti," kata Usman di Menteng, Jakarta, pada Rabu (10/4/2019).

Baca juga: PBB Kecam Kebijakan Hukuman Mati LGBT di Brunei

Menurut Usman angka kejahatan narkotika pada tahun 2017 dan 2018 justru bertambah ketika vonis hukuman mati meningkat menjadi 48 dan 47.

Apalagi, vonis hukuman mati tidak memberi ruang ratifikasi sehingga pabila putusan keliru maka di kemudian hari tetap tidak bisa diubah.

"Kalau kita sudah sampai mengeksekusi orang, itu sesuatu yang tidak bisa kita perbaiki kembali," kata Usman.

Berdasar laporan Amnesty Insternasional, secara global, sebenarnya ada perkembangan positif dalam pengurangan hukuman mati. Pada 2018, tercatat ada 690 eksekusi mati yang dilakukan di 20 negara. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan 2017 yang sebanyak 993 kali eksekusi.

Pada awal 2018, Presiden Gambia mendeklarasikan moratorium eksekusi mati. Di pertengahan tahun, Burkina Faso malah menghapuskan hukuman mati di negara tersebut.

Baca juga: Pakar Hukum Andi Hamzah Desak Penerapan Hukuman Mati Dibatasi

Selain itu, pada akhir 2018, Malaysia mengumumkan akan mereformasi undang-undang hukuman mati setelah melakukan moratorium eksekusi. Pada waktu yang hampir bersamaan, Negara Bagian Washington, Amerika Serikat juga mengumumkan bahwa hukuman mati inkonstitusional.

Usman berharap, Indonesia nantinya juga menghapus hukuman mati dan bukan hanya melakukan moratorium ekseskusi seperti yang selama ini dijalankan pada tahun 2017 dan 2018.

"Ke depan negara-negara yang sudah menghapuskan hukuman mati sangat mengharapkan Indonesia mengambil posisi strategis," kata Usman.

Saat ini, setidaknya terdapat 11 peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur ancaman hukuman mati.

Baca juga: ICJR: Penerapan Fair Trial untuk Kasus Hukuman Mati Masih Minim

Baca juga artikel terkait EKSEKUSI MATI atau tulisan menarik lainnya Felix Nathaniel
(tirto.id - fel/add)

Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Kolombo - Dua negara yang terpisah ribuan kilometer telah mencapai kesimpulan yang sama.

Pemerintah Sri Lanka mengatakan akan menerapkan kembali hukuman mati terhadap pedagang narkoba, sementara kabinet Mesir telah menyetujui peningkatan jangkauan kejahatan yang dapat dikenakan hukuman mati.

Rancangan undang-undang Mesir menyatakan siapapun yang "membawa atau mengekspor bahan sintesis berpengaruh bius, atau merusak pikiran, tubuh atau keadaan jiwa dan syaraf akan dihukum mati".

'Contoh meyakinkan'

Presiden Sri Lanka, Maithripala Sirisena, saat mengunjungi Filipina pada bulan Januari memuji aksi Rodrigo Duterte dalam mengatasi narkoba sebagai "sebuah contoh untuk dunia".

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Presiden Sri Lanka mengatakan dirinya terinspirasi cara Filipina. (Getty Images)

Di Sri Lanka terdapat 1.299 tahanan hukuman mati, 48 di antaranya terhukum pelanggaran narkoba. Dari terhukum karena narkoba, 18 orang dihukum mati dan sisanya 30 orang sedang menunggu banding.

Negara tersebut terakhir kali melakukan hukuman mati pada tahun 1976.

Presiden tidak mengisyaratkan kapan moratorium hukuman mati akan dicabut.

Dukungan

Pegiat hak asasi manusia di Kolombo, Ruki Fernando mengakui penggunaan narkoba di Sri Lanka meningkat. Ia menilai perlu dilakukan peningkatan langkah untuk menghentikan perdagangan narkoba.

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Sekitar satu ton narkotika disita pada tahun 2017 di Kolombo. (AFP/Getty Images)

"Tidak mudah untuk memahami mengapa pemerintah menempuh jalan ini. Sebagian anggota masyarakat memandang hukuman mati akan menghentikan kejahatan.

"Tetapi penerapan hukuman mati akan menambah masalah baru. Polisi harus memiliki peralatan dan pelatihan yang baik untuk mengetahui dan menghentikan jaringan pasokan narkoba di dalam kerangka hukum," katanya.

Perang terhadap narkoba

Di Filipina, hukuman mati dihapus pada tahun 2006. Sampai sejauh ini pemerintah gagal dalam usahanya untuk menerapkannya kembali. Tetapi polisi diberikan wewenang untuk menembak dan membunuh orang-orang yang terlibat perdagangan narkoba.

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Perang Presiden Rodrigo Duterte terhadap narkoba dikecam pegiat HAM. (Getty/AFP)

Sejak mulai berkuasa pada tanggal 30 Juni, 2016, Presiden Filipina Rodrigo Duterte melakukan "perang terhadap narkoba" yang telah membunuh ribuan orang. Dia tidak meragukan keefektifan taktiknya.

Setelah dilakukannya penggerebekan berdarah pada tahun 2017, dimana 32 orang terbunuh dalam satu malam, Presiden Duterte mengatakan kepada organisasi anti-kejahatan yang mendukung perang narkoba: "Jika kita dapat membunuh 32 orang setiap hari, maka kemungkinan kita dapat mengurangi penyakit negara ini."

Pemerintah Filipina memperkirakan berdasarkan data dari tanggal 1 Juli 2016 sampai 30 November 2018 terdapat 5.050 orang terbunuh dalam operasi melawan pedagang narkoba. Tetapi LSM Human Rights Watch menyatakan angkanya jauh lebih tinggi, 12.000 orang.

Meskipun demikian menurut laporan kantor berita Reuters, senjata gagal membawa perubahan - paling tidak terkait dengan sisi ekonomi perdagangan narkoba.

Hargacrystal meth, narkoba yang sangat mencandu dan dikenal juga dengan nama 'sabu', tidak meningkat seperti yang diperkirakan di Manila, mengingat bahaya terkait dalam perdagangannya.

Pada bulan Juli 2016, satu gram sabu adalah 1.200-11.000 peso atau Rp319 ribu-Rp2,9 juta.

Setahun kemudian, satu gram terjual pada 1.000-15.000 peso atau Rp265 ribu-Rp3,9 juta.

Ini mengisyaratkan bahwa pasokan tidak dipengaruhi tingkat kematian.

Hukuman mati

Paling tidak 35 negara di dunia menerapkan hukuman mati terkait pelanggaran narkoba, termasuk dua negara besar - India dan Amerika Serikat.

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Dari tahun 2015 dan 2017, lebih 1.000 orang di Iran dihukum mati karena kejahatan terkait dengan narkoba. (Getty Images)

Dari tahun 2015 sampai 2017, hukuman mati karena pelanggaran narkoba dilakukan paling tidak pada lima negara: Cina, Iran, Arab Saudi, Indonesia dan Singapura.

Menurut World Drug Report 2018, yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), dari bulan Januari 2015 dan Desember 2017, paling tidak 1.320 orang diketahui dihukum mati karena pelanggaran narkoba.

Di Iran saja diketahui telah dilakukan 1.176 hukuman mati.

Angka keseluruhan tidak memasukkan Cina karena kelangkaan data yang dapat dipercaya.

Tetapi meskipun hukuman keras diterapkan industri narkoba skalanya tetap meningkat, menurut World Development Report 2018 (2018 WDR) dan banyak negara berjuang mengatasi krisis ini.

Masalah dunia

Menurut World Health Organisation (WHO), 275 juta orang di dunia, sekitar 5,6% penduduk dunia dari umur 15 sampai 64 tahun pernah menggunakan narkoba paling tidak satu kali pada tahun 2016.

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Afghanistan adalah penghasil opium terbesar dunia. (AFP/Getty Images)

Sekitar 31 juta pengguna narkoba menderita penyakit karena penggunaan narkoba. Sekitar 450.000 meninggal karena penggunaan narkoba pada tahun 2015.

WDR 2018 menyatakan produksi opium dan pembuatan kokain berada di tingkat tertinggi sejak dilakukannya pencatatan.

Berdasarkan perkiraan UNODC, produksi opium dunia meningkat 65% dari dari 2016 ke 2017, menjadi 9.500 ton karena peningkatan besar-besaran produksi di Afghanistan, yang memasok lebih dari 8.100 ton kebutuhan dunia.

Tidak mencegah

Para pegiat mengatakan setelah puluhan tahun hukuman mati diterapkan pada pelanggaran narkoba, tidak terdapat bukti yang mendukung teori bahwa hukuman mati dapat mencegahnya.

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Ribuan orang, termasuk anak-anak, terbunuh dalam perang narkoba Filipina. (AFP/Getty Images)

"Jika mengkaji orang-orang yang dihukum atau terbunuh karena kejahatan terkait narkoba, sebagian besar adalah kurir - orang yang tertangkap menjual narkotika di jalan dan menyelundupkan narkoba dalam jumlah kecil."

"Pada perdagangan narkoba, kurir dengan mudah dapat digantikan dan membunuh mereka tidak mempengaruhi jalannya bisnis," kata Giada Girelli, pengamat Harm Reduction International, kelompok peneliti kebijakan narkoba.

Di Filipina, sebagian besar orang yang terbunuh dalam perang narkoba berasal dari keluarga miskin perkotaan.

"Adalah penting untuk mengingat bahwa hukuman mati bukanlah tindakan tersendiri, tetapi merupakan bagian dari strategi yang lebih luas.

Tambahan masalah

Dia memperingatkan penerapan hukuman mati tidak berguna.

Kenapa penerapan hukuman mati saja Tak bisa menurunkan tingkat penyalahgunaan narkoba
Pegiat mengatakan hukuman yang lebih keras akan membuat pengguna menyembunyikan diri. (Getty Images)

"Sebagai contoh, Malaysia, Vietnam, dan Iran, yang telah menghukum mati puluhan orang karena pelanggaran narkoba setiap tahun, memiliki penduduk dalam jumlah lebih besar yang tercatat menyuntik narkoba dibandingkan negara yang menghapus hukuman mati karena narkoba berdasarkan hukum atau dalam kehidupan sehari-hari."

"Demikian juga, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Cina mencatat prevalensi Hepatitis C yang lebih tinggi di antara orang-orang yang menyuntik narkoba dibandingkan rekannya di daerah yang menghapus hukum atau penerapannya seperti Sri Lanka - paling tidak sampai saat ini, Kamboja dan Nepal," katanya.

UNODC juga menyatakan penolakan terhadap hukuman mati dalam keadaan apapun.

"UNODC akan terus mendukung semua negara untuk menghentikan perdagangan narkoba: mengadili perdagangan narkoba berdasarkan aturan hukum yang sesuai; dan mendukung pencegahan penggunaan, penanganan dan rehabilitasi narkoba, dengan tujuan melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan warga dan masyarakat di manapun."

(ita/ita)