Ketertinggalan umat Islam dari umat-umat lain sebagai masyarakat yang membentuk kebudayaan pada awal abad ke-21 menjadi sangat mencolok dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Show Pada masa penjajahan sampai pertengahan abad ke-20 ada umat Hindu dan Budha yang menemani umat Islam dalam ketertinggalan sebagai masyarakat terjajah. Kemudian pada masa perang dingin sampai menjelang berakhirnya abad lalu, ada rakyat di negara-negara komunis yang menemani umat Islam sebagai masyarakat terbelakang. Setelah era penjajahan dan perang dingin berkahir, umat Islam relatif sendirian sebagai masyarakat tertinggal. Umat Hindu dan bangsa-bangsa di beberapa negara komunis telah bergerak mengejar ketertinggalan dari masyarakat lain. Sekarang umat Islam tidak hanya tertinggal dari Kristen-Barat dan Shinto-Jepang, tapi juga sudah tertinggal dari Hindu-India, Budha-Korea dan Komunis-Tao-Tiongkok. Memasuki dasawarsa kedua abad ini ketertinggalan umat menjadi tontonan yang sangat memalukan di panggung dunia. Semua negara Muslim masih menjadi negara berkembang dengan beberapa di antaranya menjadi negara gagal (Somalia, Afganistan, Irak dan Suriah) dan terancam menjadi negara gagal (Pakistan, Libya dan Yaman). Mereka menjadi negara gagal dan negara terancam gagal karena terus-menerus dilanda kekerasan dan konflik, bahkan perang saudara. Sisanya memang menjadi negara-negara yang relatif stabil secara politik dan keamanan di bawah rezim otoriter dan demokratis, namun banyak yang mengalami salah urus dan disorientasi karena kekerdilan warga dan pemerintahnya, sehingga potensial menjadi The Next Somalia atau The Next Pakistan. Kekerasan, konfik, perang saudara dan korupsi di negara-negara Muslim itu bisa dikatakan tiap hari ditonton, didengar dan dibaca melalui televisi, internet, radio, surat kabar dan media-media lain. Ada Apa dengan Islam?Kenyataan umat Islam yang mengalami ketertinggalan dan menjadi tontonan demikian menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan Islam? Baca Juga Hukum Melawan Orang Tua Menurut Islam Pertanyaan “ada apa” dikemukakan ketika ada keanehan atau kejanggalan pada subyek yang ditanyakan. Pada umumnya pertanyaan itu positif. Subyeknya baik atau dipercayai baik, tapi ada kenyataan yang berhubungan dengannya yang tidak baik. Jadi pertanyaan itu menunjukkan Islam itu agama baik sehingga kenyataan tidak baik yang ada pada umatnya merupakan ekspresi yang salah darinya. Pernyataan bahwa Islam adalah agama yang baik bisa jadi dibantah oleh sebagian kalangan, khususnya yang memiliki pandangan bahwa kekerasan dan kebid’ahan atau keburukan yang lain inheren ada atau melekat padanya. Namun pembacaan yang obyektif terhadap al-Qur’an yang menjadi sumber ajaran yang pertama dan utama dalam Islam dapat menunjukkan bahwa bantahan itu tidak benar. Karena itu pembicaraan tentang Islam harus dilakukan secara proporsional dengan memperhatikan realitasnya yang kompleks. Hijrah: dari Mental Pecundang ke Mental PemenangSekali lagi, ketertinggalan umat Islam dari umat-umat lain sebagai masyarakat yang membentuk kebudayaan pada awal abad ke-21 dari umat-umat lain dikarenakan mereka pada umumnya belum merespon secara kreatif perubahan sejarah besar yang terjadi dalam semua bidang kehidupan. Perubahan itu di antaranya dalam ekonomi dari agraris ke industri; kemanusiaan dari diskriminasi ke persamaan manusia; sosial dari feodal ke egaliter; politik dari otokrasi ke demokrasi; negara dari negara agama ke negara bangsa; hukum dari hukum Tuhan ke hukum keadilan; dan hubungan internasional dari ekspansi ke konvergensi. Tidak ada alternatif lain untuk memberi respon kreatif terhadap perubahan sejarah tersebut kecuali transformasi sosial dari masyarakat tradisional atau agraris menjadi masyarakat modern atau industri. Umat lain yang pada masa penjajahan dan perang dingin masih tertinggal mampu bergerak maju karena melakukan transformasi melalui industrialisasi, sebagaimana yang bisa disaksikan pada China dan India. Karena itu jika tidak melakukan transformasi, umat Islam pasti tetap dalam ketertinggalan dan terus menjadi tontonan yang memalukan dan pecundang abadi. Transformasi sosial hanya bisa dilakukan dengan transformasi budaya yang mensyaratkan transformasi teologi. Hal ini karena satu masyarakat mewujudkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat lain berdasarkan sistem kepercayaan dan sistem nilai dalam agama yang menjadi subtansi dari kebudayaannya. Masyakat yang maju menjadi maju karena kepercayaan dan nilai yang ada dalam agama mereka menggerakkan untuk mencapai kemajuan. Bagitu juga sebaliknya. Karena itu tidak aneh jika ada pandangan bahwa umat Islam tidak dapat maju karena agama yang mereka peluk tidak menginspirasi untuk menjadi masyarakat yang maju. Untuk keperluan transformasi teologi itu, tauhid rahamutiyah bisa menjadi dasarnya. Hal ini karena ia dapat menjadi dasar ajaran-ajaran dalam semua bidang kehidupan yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan transformasi sosial umat menjadi masyarakat modern dengan tetap utuh sebagai Muslim, tanpa ada satu pun yang berkurang. Editor: Azaki KSeiring berjalannya waktu eksistensi masyarakat muslim di berbagai negara terus bertambah. Akan tetapi, eksistensi negara mayoritas muslim dinilai masih perlu ditingkatkan agar mampu berkembang pesat seperti kejayaannya pada masa silam. Oleh karena itu, dalam rangka menyusun kesadaran pola pikir masyarakat muslim, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) UII mengadakan acara yang bertemakan “Imajinasi Membingkai Peradaban Islam”. Acara pada Kamis (15/07) tersebut menghadirkan Prof. Fathul Wahid, S.T., M,Sc., Ph.D. selaku Rektor UII dan Drs. Imam Mudjiono, M.Ag., sebagai pembicara melalui platform daring. Prof. Fathul Wahid mengungkap beberapa hal yang membuat umat Islam saat ini sedikit mengalami kemunduran. Ia menyebut masyarakat kurang mengapresiasi bakat di dalam dirinya, kurang mampu mengikuti perkembangan zaman, dan lamban dalam menelaah realita sosial. “Kegagalan dalam memahami realitas kontemporer menyebabkan kita gagap melihat perkembangan yang ada sehingga seringkali kita menggunakan kacamata yang lama dengan yang baru yang akhirnya esensinya terlewat,” ungkapnya.
Di samping itu, Imam Mudjiono berpendapat, kemunduran kaum muslim saat ini tak lain karena banyak masyarakat yang telah meninggalkan kitab suci, yakni Al-Qur’an. Sehingga saat ini kitab suci yang merupakan pedoman kehidupan bagi umat muslim itu hanya sebagai ajang perlombaan, hanya sedikit orang yang mampu mengamalkan isi kandungan dari kitab suci tersebut. “Orang Islam mundur karena meninggalkan kitab suci mereka. Al-Qur’an hanya dijadikan ajang perlombaan dan ayat-Nya hanya dijadikan tulisan di atas kertas putih kecil,” imbuhnya. Ia juga menjelaskan, kemajuan pola pikir dan peradaban masyarakat non muslim cenderung mengamalkan kandungan yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Sehingga, peradaban masyarakat non muslim secara tidak langsung telah menjalankan hal hal yang terdapat di dalam kandungan kitab suci umat Islam. “Non muslim disiplin, kerja keras, masalah gatal kepada ilmu, pengabdian, kepedulian kepada fakir miskin mereka amalkan, ini jawaban sangat strategis dari Syaikh Amir Syakib Arslan,” ucapnya. Pada akhir acara, ia menerangkan bahwa solusi cerdas dalam meningkatkan paradigma berpikir hebat adalah dengan cara mengevaluasi diri sendiri dan mengajak lingkungan sekitar untuk berpikir progresif. “Mari mahasiswa kita mari para siswa kita, kita latih kita wujudkan kita bangkitkan mimpi itu. Dulu Bung Karno pernah bilang gantungkan cita citamu setinggi langit, tapi tidak banyak yang mengamalkan,” pungkasnya. (AMG/ESP)
Dalam bukunya dia menulis bahwa salah satu jawaban kemunduran islam dalam pengembangan iptek adalah karena umat islam meninggalkan pesan-pesan yang diberikan dalam al-qur’an dan sunnah nabi. Penyebab lainnya adalah karena umat islam terlibat dalam Konflik internal. Dengan kata lain umat islam dialami oleh umat islam yang lain, mereka terlibat dalam pertentangan politik dan ideologi. B.RUMUSAN MASALAH “Mengapa Islam bisa tertinggal dalam masalah perkembangan teknologi?” C.TUJUAN “Dapat mengetahui sebab mengapa Islam tertinggal dalam masalah perkembangan teknologi?” PEMBAHASAN MENGAPA ISLAM SEOLAH TERTINGGAL DALAM PENGEMBANGAN IPTEK?Tanya:Mengapa umat Islam mengalami kemunduran dalam pengembangan iptek?Jawab:Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPT NU), Dr. Phil. Syafiq Hasyim, MA A.Kemajuan di daerah barat dalam dekade ini telah dirasakan oleh hampir seluruh umat manusia di belahan bumi. Suatu realitas yang juga tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Barat telah banyak menguasai bermacam sektor kehidupan, seperti ekonomi, industri, teknologi, dan ilmu pengetahuan bahkan juga politik. Amerika misalnya, telah menguasai berbagai sektor kebutuhan manusia, mulai dari industri makanan, kosmetik, farmasi, industri hiburan, transportasi, komunikasi, media massa sampai pada industri persenjataan, dan pertahanan. “Sejalan dengan kemajuannya Barat juga telah melahirkan orang-orang yang penuh vitalitas, berdisiplin tinggi, menghargai waktu, rasional dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,” papar Prof Dr. M Hasbi Amiruddin, Guru Besar Fakultas Tarbiah IUN Ar-Raniri yang dampil pada sesi kedua dengan makalah berjudul “Sains dan Teknologi dalam Islam”. Menurut Prof Hasbi, kemajuan Barat yang mengagumkan banyak bangsa sekarang ini sebenarnya baru dimulai sejak abad-abad 16 yang secara tahap demi tahap terus berkembang dan dapat mengalahkan bangsa yang menyumbangkan kemajuannya yaitu umat Islam. Tidak semua orang menyadari bahwa Islam sesungguhnya berperan penting dalam menumbuhkan tradisi keilmuan dan peradaban Barat. “Hal ini karena memang kenyataannya negeri-negeri Islam sekarang di mana-mana sedang terpuruk, miskin, dan ketertinggalan,” katanya. Semenjak meninggalkan semangat ijtihad, lanjut Prof Hasbi yang juga Ketua Pusat Kajian Persia UIN Ar-Raniri, umat Islam telah mengalami kemunduran dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sampai sekarang. Dalam pandangan Muhammad Al-Ghazali, kemunduran umat Islam di masa kontemporer ini ada hubungannya dengan kecenderungan mereka meninggalkan Al-Quran, atau seperti tradisi selama ini umat Islam mempergunakan Al-Quran hanya sebagai bacaan ritual saja. Awal gerakan keilmuan kaum muslimin adalah bermula dari Madinah, ketika Al-Quran sudah mulai memberitakan berbagai hal tentang Tuhan, alam dan manusia. Karena itu sudah pasti yang menjadi sumber ilmu pengetahuan pertama sekali bagi umat Islam adalah Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad saw. Di masjid Madinah inilah pertama sekali orang-orang Hijas mengenal istilah guru dan murid, duduk di lingkaran pelajaran, menghafal, dan mencatat apa yang didengar dari guru. “Demikianlah selanjutnya pengajaran ilmu-ilmu Islam itu berkembang ke daerah lain seperti ke Iraq. Awalnya berkembang hanya di dua tempat saja yaitu Basrah dan Kufah, tetapi setelah didirikan Baghdad sebagai ibu kota, banyak bangsa-bangsa yang belajar ke kota tersebut. Baru setelah empat kota ini berkembang ke Rey, Khorasan, (Iran) dan negeri-negeri lain,” kata Prof Hasbi. Pada masa ini pula muncul tokoh-tokoh ilmuwan Islam, misalnya dalam bidang agama di kenal seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Hanbali dalam bidang hukum Islam. Asy ’ari, Al-Maturidi, Wasil bin Ata’, Abu Huzail Al-Nazam dalam bidang teologi. Zunnun Al-Misri, Abu Yazid Al-Bustami dan Al-Halaj dalam Tasawuf. Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Maskawih dalam bidang Filsafat. Ibnu Hisyam Ibnu Hayyan, Al-Khawarizmi, Al-Mas ’udi, Al-Razi dalam bidang ilmu Pengetahuan. Berkembangnya ilmu sains dalam kalangan umat Islam ketika itu ada hubungannya dengan ilmu teologi yang mereka anut yaitu teologi sunatullah. Sunatullah maknanya adalah hukum alam, yang di Barat disebut natural lawas. Teologi sunatullah menempatkan kedudukan akal pada tempatnya. Kebebasan manusia dalam berpikir yang hanya terikat dengan ajaran-ajaran dasar Alquran dan hadis nabi saja. Keyakinan pada teologi seperti ini membuat umat Islam akrab dengan ilmu-ilmu kealaman dan suka berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru. Sains dan teknologi adalah sesuatu yang netral. Sains itu bisa digunakan untuk kepentingan yang baik atau buruk. Misalnya pengetahuan tentang atom bisa digunakan untuk menciptakan bom nuklir dan bisa juga untuk menyembuhkan kanker. Ilmu genetika bisa untuk mengembangkan pertanian di dunia ke tiga yang sedang berkembang. Tidak jarang juga dengan penguasaan ilmu genetika ada yang merasa telah dapat menyaingi Tuhan. “Di situlah perannya agama, seperti agama Islam. Ketika umat Islam telah yakin bahwa agama Islam diturunkan oleh Allah dalam rangka menciptakan rahmatan lil `alamin, maka tidak ada ciptaan-ciptaan yang dapat merusakkan diciptakan. Ketika umat Islam telah yakin penyebab pertama adalah Tuhan, maka tidak pernah lagi merasa dia dapat menyaingi Tuhan,” tutup Prof Hasbi. (ask) a. Sumber: Serambi IndonesiaB.Menurut kh Ma’ruf aminREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengungkap salah satu penyebab negara berpenduduk Muslim sering tertinggal dengan negara maju lainnya. Ma’ruf menilai, ketertinggalan tersebut karena masih berkembangnya cara berpikir sempit di kalangan umat.Maruf menilai, pola pikir ini menghambat dan kontra produktif terhadap upaya membangun kembali peradaban Islam. Hal itu pula yang menjadi salah satu penyebab negara berpenduduk Muslim banyak mengalami ketertinggalan. “Itu salah satu penyebab mengapa banyak negara berpenduduk muslim masih tergolong under developer Country dan mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, iptek dan bidang lainnya,” kata Ma’ruf saat membuka Seminar Internasional “Membangun Peradaban Islam Berbasis Masjid” di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Kamis (11/2). Ia pun meminta umat Islam menjauhi cara berpikir sempit dan tidak terbuka pada perubahan. Pola berpikir demikian, kata Ma’ruf, merupakan hambatan perkembangan peradaban saat ini. “Karena itu, saya tidak ingin umat Islam, ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini,” kata Ma’ruf. Ma’ruf mencontohkan, cara berpikir sempit yang nyata saat ini, salah satunya tidak percaya dengan Covid-19 dan teori-teori konspirasi tentang sesuatu hal tanpa mencoba untuk memahami fenomena dengan akal sehat dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Karena itu, sebaiknya cara berpikir yang dikedepankan umat saat ini yakni cara berpikir yang dikedepankan Rasulullah, moderat, dinamis, namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrim. Ia meyakini pola pikir seperti itu akan membawa umat kembali berjaya saat zaman kejayaan Islam sebelumnya. Pelestarian dan penerapan cara berpikir tersebutlah yang kemudian melahirkan peradaban Islam yang menjadi peradaban dunia, terutama pada zaman kejayaan Islam dari tahun 800 sampai 1258 Masehi,” katanya. Ia mengatakan pada masa tersebut peradaban Islam menjadi supremasi peradaban dunia. Bahkan, pada masa tersebut Islam menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan yang menjadi dasar peradaban modern saat ini. Seperti ilmu kedokteran, fisika, aljabar, astronomi, dan sebagainya. Ia mengatakan, cara berpikir itu tidak memaknai sesuatu dengan tekstual. Namun juga, Ma’ruf mengingatkan, cara berpikir moderat dan dinamis jangan dimaknai dengan menyerahkan sepenuhnya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan mengabaikan motivasi agama dalam memandang dan menyikapi setiap persoalan yang muncul dalam kehidupan keseharian. “Maksudnya disini tidak berpikir secara liberal. Dengan demikian cara berpikir Islami itu tidak tekstual dan tidak liberal,” Karena itu, Ma’ruf mendorong umat Islam memperkuat cara berpikir wasathiyah secara Istiqamah. Menurut dia, peran masjid pun penting yakni sebagai tempat paling baik untuk melakukan penguatan cara berpikir wasathiyah tersebut. “Karena tidak ada umat Islam yang lepas dari pengaruh masjid. Sehingga dalam jangka panjang hal itu bisa menjadi embrio membangun kembali peradaban Islam dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik (Khaira Ummah),” katanya. 1.KESIMPULANkemunduran Islam dalam pengembangan iptek adalah karena umat Islam meninggalkan pesan-pesan yang diberikan dalam Alquran dan sunah Nabi. Penyebab lainnya adalah karena umat Islam terlibat dalam konflik internal. Dengan kata lain, umat Islam dihalangi oleh umat Islam yang lain. Mereka terlibat dalam pertentangan politik dan ideologis. DAFTAR PUSAKA |