MAKALAH TATA CARA PENGURUSAN JENAZAHNAMA : ARDI MUHAMMAD RIZKI AR-RASYIDKELAS : IX-ASMP MUHAMMADIYAH 4 MARGAHAYUBAB IPENDAHULUANSebagai Umat Beraga Islam, Kita ketahui bahwa petunjuk Rasulullahsaw. Dalam masalah penanganan jenazah adalah petunjuk dan bimbinganyang terbaik dan berbeda dengan petunjuk umat-umat lainnya.Bimbingan beliau dalam hal mengurus jenazah didalamnya mencakup
Makalah Tata Cara Memandikan Jenazah (Proses tata cara dalam melaksanakan bahagian fardhu kifayah dalam memandikan jenazah) Oleh: Ibrahim Lubis A. PENDAHULUAN Seperti orang yang hidup, Jenazah pun harus dimandikan sebelum dishalatkan dan dikuburkan. Memandikan jenazah merupakan bahagian dari fardhu kifayah dalam mengurus jenazah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa fardhu kifayah merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan, apabila tidak seorangpun yang melakukan hal tersebut maka seluruh bahagian kampung dan penduduk di sekitar kediaman jenazah tersebut akan berdosa, Oleh karena itu, memandikan jenazah merupakan keharusan yang mesti dikerjakan. Dan apabila hal tersebut telah dilaksanakan, maka putuslah kewajiban penduduk muslim setempat [1]. Dalil mengenai kewajiban seorang muslim untuk memandikan jenazah terdapat dalam hadis yang disabdakan Rasulullah Saw yaitu: Dari Abu Hurairah r.a berkata, aku mendengar Rasulllulah saw bersabda, “hak seorang Muslim yang lain ada lima hal: menjawab salam, membesuk orang sakit, mengantar jenazah, mendatangi undangan, dan menjawab orang bersin.” (HR Bukhari) Walaupun kata memandikan dalam hadis diatas tidak ada, namun sebagaimana yang diketahui bahwa memandikan jenazah merupakan bahagian fardhu kifayah dalam pengurusan jenazah. Itulah sebabnya memandikan jenazah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan segera. Dalam Makalah ini saya Ibrahim Lubis[2] akan membahas mengenai makalah yang berjudul “Tata Cara Memandikan Jenazah” B. PEMBAHASAN Makalah Tata Cara Memandikan Jenazah 1. Mengurus Jenazah Sebelum Jenazah dishalatkan, maka yang harus dilakukan adalah memandikannya. Memandikan jenazah dimaksudkan agar segala bentuk hadas dan najis yang ada pada jenazah tersebut hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akan dikafani terus dishalatkan telah suci dari hadas dan najis. Pada dasarnya memandikan jenazah sama saja dengan mandinya orang yang hidup, namun perbedaannya adalah orang yang hidup mandi sendiri sedangkan jenazah harus dimandikan. Walaupun demikian ada sedikit perbedaan dalam memandikan jenazah, tidak saja meratakan air keseluruh tubuh, namun dalam memandikannya juga harus dengan hati-hati dan lemah lembut. Memandikan jenazah adalah hal yang harus dilakukan atas jenazah seorang muslim, sebelum ia dishalatkan. Mandi ini dilakukan dengan cara membersihkan segala najis yang ada di badannya dahulu, utamanya bagian kemaluan, kemudian meratakan air ke seleruh tubuhnya, ini harus di usahakan dengan hati-hati upaya mayat tersebut tidak membawa kotoran ke hadapan Allah[3]. Dalam memandikan mayat wajib adanya niat mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena ia termasuk bagian dari ibadah. Demikian pula muthlak, suci dan halalnya air. Menghilangkan najis dari badan mayat terlebih dahulu, dan tidak adanya penghalang yang dapat mencegah sampainya air ke kulit mayat, semua itu harus dipenuhi dalam memandikan mayat[4]. 2. Syarat Memandikan Jenazah Adapun syarat wajib memandikan jenazah yaitu : a. mayat itu islam b. Lengkap tubuhnya atau ada bahagian tubuhnya walaupun sedikit c. Jenazah tersebut bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah). 3. Hukum Memandikan Jenazah Jumhur Ulama atau golongan terbesar dari ulama berpendapat bahwa memandikan mayat muslim, hukumnya adalah fardhu kifayah artinya bila telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf[5]. 4. Klasifikasi dalam Memandikan Jenazah Klasifikasi ini bertujuan untuk memberikan perbedaan dalam memandikan jenazah. Hal ini disebabkan bahwa tidak semua jenazah yang ada dapat atau harus dimandikan. Berikut 2 hal yang perlu untuk diperhatikan dalam memandikan jenazah. a. Jenazah yang boleh dimandikan Jenazah yang wajib dimandikan adalah orang Islam dan orang yang meninggal bukan karena mati syahid di Medan pertempuran[6] b. Jenazah yang tidak perlu dimandikan Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah jenazah yang mati syahid di medan pertempuran karena setiap luka atau setetes darah akan semerbak dengan bau wangi pada hari Kiamat[7]. Jenazah orang kafir tidak wajib dimandikan. Ini pernah dilakkan Nabi saw terhadap paman beliau yang kafir [10]. Juga berdasarkan firman Allah SWT: “Dan janganlah sekali-kali kamu menyalatkan jenazah salah seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya[8].” Janin yang dibawah usia empat bulan tidak perlu dimandikan, dikafani, dan dishalatkan. Cukup digali lubang dan dikebumikan. c. Orang Yang Berhak Memandikan Tidak semua orang berhak dalam memandikan jenazah, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kerahasian aib atau cacat penyakit yang masih ada di dalam tubuh jenazah tersebut. Tujuan menjaga dan membatasi bagi orang yang ingin memandikan jenazah adalah agar tidak terjadi fitnah yang dapat memalukan keluarga jenazah tersebut. Adapun Orang yang berhak memandikan Jenazah Adalah:
5. Tata cara Dalam memandikan jenazah a. Persiapan Sebelum Memandikan Jenazah Sebelum Memandikan jenazah, Maka harus dilakukan beberapa Persiapan, adapun Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemandian adalah:
b. Proses dan Tata Cara Memandikan Jenazah
Pekerjaan yang pertama-tama dilakukan dalam menyelenggarakan urusan mayit adalah memandikannya, yang mempunyai dua macam cara.[4] 1. yaitu cara, asal memenuhi arti mandi yang dengan demikian maka terlepaslah kita dari dosa, inilah asal najis yang barangkali ada pada tubuh si mayat hilang, kemudian siramlah seluruh tubuhnya dengan air secara merata. 2. yaitu cara yang sempurna sehingga memenuhi as-sunnah yakni agar orang memandikan mayit melakukan hal-hal berikut : a. letakkanlah mayit di tempat kosong, diatas tempat yang tinggi, papan umpamanya, dan tutuplah auratnya dengan kain atau semisalnya. b. Mayat didudukkan di temapt mandi, condong ke belakang, sedang kepalanya di sandarkan pada tangan kirinya, menekan keras-keras perut si mayat, supaya isinya yang mungkin masih tersisa keluar. Sesudah itu balutlah tangan kiri itu dengan kain atau sarung tangan dan dibasuh kemaluannya dan dubur si mayat, kemudian dibersihkan pula mulut dan lubang hidungnya lantas diwudhukan seperti wudhu orang yang hidup. c. Kepala dan wajah si mayat di basuh dengan sabun atau bisa juga digunakan dengan pembersih lainnya. Dilepas rambutnya kalau dia mempunyai rambut yang panjang, dan kalau ada yang tercabut, maka rambut itu harus dikembalikan dan ditanam bersamanya. d. Sisi kanan mayat sebelah depan terlebih dahului, barulah kemudian sisi depan sebelah kiri, sesudah itu basuh pula sisi kanannya sebelah kiri, sesudah itu basuh pula sisi kanannya sebelah belakang, kemudian sisi belakang sebelah kiri, dengan demikian seluruh tubuhnya bisa di ratai air. C. PENUTUP 1. Kesimpulan Di dalam memandikan mayat harus teliti supaya mayat itu tidak membawa kotoran ke hadapan Allah. Perut si mayat harus di tekan, karena di dalam perutnya itu mungkin masih ada kotoran. Di dalam memandikan mayat terlebih dahulu adalah niat, karena niat adalah bahagian dari ibadah. Kemudian siramlah tubuhnya sebelah kanan baru sebelah kiri sampai air itu merata dalam tubuhnya, setelah semuanya siap, lalu mayat tersebut diwudhukan. Demikianlah isi makalah saya ini dan sebelumnya penulis terlebih dahulu mohon maaf kepada bapak atas kekurangan yang terdapat di dalam makalah saya ini. Dan saya berterima kasih atas bapak yang sudi memberikan judul ini terhadap saya, karena saya sudah mengetahui lebih jelas lagi tentang cara-cara memandikan mayat. DAFTAR PUSTAKA
________________ [1] Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, Shalat Jenazah (TP, TT, 2001), h 10 [2] Ibrahim Lubis adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN-SU Medan yang saat ini sedang meyelesaikan tugas akhir yaitu Membuat tesis [3] A. Munir dan Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hlm. 134 [4] Muhammad Jawab Mughniyah. Fiqih Iman Ja`far Shadiq, (Jakarta : Lentera, 1995), hlm. 90 [5] Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah, (Bandung : PT Al-ma`arif, 1994), hlm. 78 [6] Muhammad Anis Sumaji, Panduan Pengurusan Shalat Jenazah, 2011, hlm. 13-18 [7] Muhammad Anis Sumaji, Panduan Pengurusan Shalat Jenazah, 2011, hlm. 22-23 [8] QS At-Taubah-84 [9] A. Munir dan Sudarsono. Op. cit, hlm. 135 [10] Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, Shalat Jenazah, 2001, hlm 10-13 [11] Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, Shalat Jenazah, 2001, hlm 10-13 [12] Ibid |