Manakah dibawah ini yang tidak termasuk kedalam fungsi manajemen penanggulangan bencana

1. Teori

Bencana (disaster) menurut ISDR (2004) merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsiaan suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang luas dan melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan sumberdaya mereka sendiri. Bencana merupakan gabungan dari aspek ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadiam. Keadaan bencana sangat bergantung dari tindakan manusia dalam menghadapi dan menganggulanginya (De Guzman, 2002).  Manajemen bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilasanakan dalam rangka usaha pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan yang berkaitan dengan kejadian bencana.  Manajemen bencana dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kerugian dan risiko yang mungkin terjadi dan mempercpat proses pemulihan pasca bencana itu terjadiManajemen bencana terdiri dari dua tahap yaitu ex-ante (sebelum terjadi bencana) dan ex-past (setelah terjadi bencana). Ex-ante terdiri dari mitigasi, pencegaham, dan kesiapsiagaan. Tahap ex-past berupa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Strategi manajemen kebenccanaan dapat berupa teknis atau rekayasa maupun non teknis atau peraturan perundang-undngan (Sudibyakto, 2011). Pemahaman mengenai manajeman bencana akan menjadi langkah awal untuk mengurangi risiko yanng timbul ketika bencana terjadi. Pemahaman mengenai aspek kebencanaan juga mencakup terhadap beberapa parameter kebencanaan seperti bahaya, kerentanan, kerawanan dan risiko.

Bahaya (hazard) merupakan peristiwa atau kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada manusia seperti luka-luka, kerusakan properti dan infrastruktur, kerusakan lingkungan, gangguan terhadap kegiatan ekonomi atau segala kerugian dan kehilangan yang dapat terjadi (FEMA, 1997). Bahaya terjadi karena adanya interaksi antara alam, manusia, sistem teknologi, serta karakteristik wilayah asal yang mengalami bahaya (Pine, 2009). Kerawanan (susceptibility) merupakan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, geografis, sosial budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapiai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertntu (Anonim, 2007).  Kerentanan (vulnerability) merupakan hasil dari kondisi dan proses yang dipengaruhi dari bahaya yang berasal dari alam, bencana tenolohi, atai kondisi ekstrem ternetntu. Dimensi kerentanan mencakup pada kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, dan kerentanan lingkungan (Pine, 2009).  Risiko (risk) merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka kehilangan dan kerusakan lingungan yang ditimbulkan ileh interaksi antara ancaman bencana dan erentanan (ISDR, 2004). Risiko berkaitan dengan kombbinasi kemungkinan (probabilitas) dari suatu kejadian serta konsekuensi negatifnya.

2. Latar belakang

Letak geografis dan kondisi geologis menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Disisi lain juga Indonesia memiiki potensi bencana yang bervariasi. Bencana terjadi ketika suatu bahaya berdampak pada kehidupan masyarakat seperti menyebabkan kematian, luka-luka, kehiilangan aset harta benda, atau kerugian ekonomi yang tidak dapat dihindari (Twigg, 2004). Ketidaksiapan dalam menghadapi bencana tentu akan menimbulkan potensi kerugian yang besar. Pengenalan dan pemahaman mengenai manajemen kebencanaan diperluan untuk perencanaan dan pengaturan dalam menghadapi potensi bencana yang ada dan menjadi langkahawal untuk mrengurangi risiko yang timbul ketika bencana terjadi. Pemahaman mengenai bahaya dan kerawanan juga dapat berperan dalam peningkatan pemahaman dan pengurangan terhadap risiko bencana.

Peta merupakan salah satu saranan yang baik dalam menyajikan data dan informasi. Melalui peta dapat diketahui informasitentang ruang muka bumi yang sebenarnya. Peta menunjukkan informasi keruangan dan lokasi penyebaran, macam, serta nilai data secara tepat dan jelas (Surastopo, 1987). Pemetaan daerah-daerah yang memiliki tingkat bahaya dan kerawanan perlu dilakukan agar pmerinah dapat mengambil kebijakan untuk menanggulanginya (Surastopo, 1987).Peta kerawanan dan peta bahaya sebaiknya digunakan secara bersamaan karena peta bahaya bertujuan untuk memprediksi tempat kejadian yang palig memungkinkan terjadi indikasi yang jelas mengenai kapan bahaya tersebut dapat terjadi. Peta kerawanan menyajikan informasi probabilitas yaitu informasi mengenai kemungkinan kejadiaan berikutnya terjadi (Cooke, 1994).

3. Metode

Pengenalan manajemen kebencanaan dan penaksiran bahaya serta kerawanan dilakukan dengan metode studi literatur. Pengenalan mengenai manajemen kebencanaan dilakukan dengan mencari kasus peristiwa bencana dan disesuaikan dengan tahapan dalam manajemen kebencanaan. Pengenalan penaksiran bahaya dan kerawanan selanjutnya dilakukan dengan mncari beberapa sumber ilmiah terkait pembuatan peta bahaya dan peta kerawanan pada kejadian bencana tertentu.

4. Pembahasan

Indonesia memiliki potensi bencana yang beragam salah satunya bencana erupsi gunungapi Merapi. Bencana gunungapi Merapi terakhir kali terjadi pada tahun 2010 lalu. Manajemen kebencanaan sudah dilakukan ketika pra, saat, dan pasca kejadian erupsi gunungapi Merapi. Tahap manajemen kebencanaan menurut Undang-Undang tahun 2007 yaitu terdiri dari pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Tahap pra bencana dibedakan menjadi bila tidak terjadi bencana dan bila terjadi bencana. Bila tidak terjadi bencana maka kegiatan yang dilakukan berupa perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemanduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penegeakan rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan, dan persyaratan teknis  penanggulangan bencana. Contoh kegiatan ktika tidak terjadi bencana yaitu kegiatan pelatihan tanggap bencana oleh pemerintah yang bertujuan untuk memberikan ilmu dalam menghadapi bencana erupsi gunungapi Merapi. Bila terjadi bencana, maka kegiatan yang dilakukan berupa kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana. Contoh kegiatannya dapat berupa penjalanan fungsi Early Warning System sebagai pemberitahuan awal apabila suatu bahaya gunungapi Merapi akan meletus. Tahap saat tanggap darurat terdiri dari kegiatan pengkajian cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya, penentuan status darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi masyarakat, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan terhadap kelompok yang rentan, dan pemulihan dengan segera prasaranan dan sarana vital. Contoh kegiatan dapat berupa kegiatan evakuasi korban bencana yang dilakukan untuk mencari korban yag masih selamat atau yang sudah meniggal saat kejadian bencana erupsi gunungapi Merapi. Tahap pasca bencana terdiri dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Contoh kegiatan ini dapat berupa pembangunan hunian kembali bagi para korban bencana gunungapi Merapi.

Kegiatan antisipasi terhadap bencana gunungapi Merapi juga dilakukan dengan pembuatan peta bahaya dan peta kerawanan. Peta bahaya letusan gunungapi Merapi menurut Asriningrum, dkk (2004) dapat menggunakan data MOS-MESSR (1991) dan Landsat-ETM (2002) dengan bantuan data sekunder lain yang digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi benuklahan, pola aliran, dan penutup lahan. Melalui data tersebut selanjutnya dapat dibuat peta zona bahaya letusan gunungapi Merapi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Manakah dibawah ini yang tidak termasuk kedalam fungsi manajemen penanggulangan bencana

Gambar 1. Peta zona bahaya gunungapi Merapi menurut Asriningrum, dkk (2004)

Peta kerawanan bencana gunungapi Merapi dapat menggunakan metode yang digunakan oleh Pratama, dkk (2014). Metode yang digunakan yaitu menggunakan teknik penginderaan jauh untuk membuat model kawasan rawan bencana berdasarkan aliran lava pada saat erupsi gunung api. Peta kawasan rawan bencana yang dibuat bertujuan untuk membantu pemerintah dan dalam hal ini masyarakat untuk mengambil sebuah keputusan atas bencana yang mungkin terjadi akibat aliran lava pada saat erupsi gunung api. Peta kerawanan yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 2.

Manakah dibawah ini yang tidak termasuk kedalam fungsi manajemen penanggulangan bencana

Gambar 2. Peta kerawanan bencana aliran lava Merapi

Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T. – Analis Kebijakan Ahli Pertama

Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda yang besar, telah membuka mata kita bersama bahwa manajemen bencana di negara kita masih sangat jauh dari yang kita harapkan. Selama ini, manajemen bencana dianggap bukan prioritas dan hanya datang sewaktuwaktu saja, padahal kita hidup di wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana. Oleh karena itu pemahaman tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana (seperti terlihat dalam Gambar Siklus Manajemen Bencana), yang bertujuan untuk (1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi penderitaan manusia; (3) memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.

Manakah dibawah ini yang tidak termasuk kedalam fungsi manajemen penanggulangan bencana

Siklus Manajemen Bencana:

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu:

  1. Kegiatan prabencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
  2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search And Rescuem(SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
  3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
  1. Kegiatan pada tahap Prabencana
    • Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
  2. Kegiatan saat terjadi bencana
    • Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik.
  3. Kegiatan pada tahap pascabencana
    • Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik, tetapi juga perlu rehabilitasi psikis yang terjadi seperti trauma. Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

Manajemen penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana.

Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan pengawasan. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan. mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat. dan pemulihan akibat bencana.

Manakah dibawah ini yang tidak termasuk kedalam fungsi manajemen penanggulangan bencana