Masa pembukuan hadits yang resmi terjadi pada masa ke khalifahan

Masa pembukuan hadits yang resmi terjadi pada masa ke khalifahan

Kapan dimulainya pembukuan hadis-hadis ustadz? mengingat dulu banyak sahabat menyebar ke penjuru negeri.

Jawab:

Segala Puji bagi Allah Ta’ala, Shalawat dan Salam atas Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabat.

Amma Ba’du,

Pembukuan hadits adalah bagian dari penjagaan terhadap hadits Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam yang berarti penjagaan terhadap kemurnian syariat Islam yang bersumber pada hadits-hadits.

Pembukuan hadits melewati 3 tahap secara umum:

  1. Penulisan Hadits.
  2. Pengumpulan hadits
  3. Pembukuan hadits.

Berikut penjelasan lebih terperinci dari tiga hal diatas.

Penulisan hadits dimulai sejak zaman Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam pada masa turun wahyu, namun penulisan Hadits di zaman Nabi hanya dalam jumlah yang terbatas, agar tidak terjadi percampuran antara ayat-ayat al Quran dan hadist Nabawi. Sehingga terpisah dengan jelas wahyu al Quran dan ucapan Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam yang kita kenal dengan hadits-hadits.

Kita dapatkan beberapa hadits yang menunjukkan pelarangan terhadap sebagian shahabat untuk menulis ucapan atau hadits Nabi. Di sisi lain ada shahabat yang mendapatkan ijin untuk menulis hadits, dan ini dengan jelas menunjukkan bahwa penulisan hadits sudah mulai sejak masa turunnya wahyu.

Diantara para sahabat yang mendapatkan ijin untuk menulis hadits adalah Abdullah bin Amr’ bin ‘Ash.  Beliau berkata:38

قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، … فَقَالَ: “اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ”

Saya menuliskan semua yang saya dengar dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwassalam, kemudian saya ingin menghafalnya … Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwassalam bersabda: “Tulislah -Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya- tidak ada yang keluar dari lisanku kecuali hanya kebenaran saja” (HR. Abu Daud, No.3646. Dan dishohihkan oleh Al-Albani).

Setelah wafatnya Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam, sebagian shahabat menulis hadits kemudian dikirimkan tulisan tersebut kepada sebagian shahabat yang lain atau tabi’in.

Seperti tulisan Shahabat Usaid bin Khudair yang dikirimkan kepada Marwan bin Al Hakam, Sahabat Jabir bin Samurah yang dikirimkan kepada ‘Aamir bin Sa’ad bin Abi Waqqas dan Shahabat Zaid bin Arqam mengirimkan catatan haditsnya kepada Shahabat Anas bin Malik.

Adapun pengumpulan hadits, dimulai dizaman tabiin, dimana sebagian tabiin mengumpulkan hadits-hadits dari gurunya. Dan hadits-hadits tersebut dikumpulkan dalam tulisan yang dikenal dengan shohifah atau kumpulan lembaran catatan-catatan hadits. Seperti shohifah Said bin Jubair murid shahabat Anas bin Malik dan Basyir bin Nuhaik murid dari Abu Hurairah.

Kemudian berlanjut dengan melakukan pengumpulan hadits dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih luas di zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, beliau yang memerintahkan para ulama di masanya untuk mencari hadits-hadits Nabi kemudian dituliskan pada lembaran-lembaran lalu dikumpulkan. Dan inilah awal mula pengumpulan hadits-hadits dalam jumlah yang lebih banyak dan dilakukan secara massif. Pengumpulan hadits ini lebih dikenal dengan pengumpulan hadits yang dilakukan oleh Imam Muhammad bin Syihab az Zuhri.

Imam az Zuhri berkata:

أَمَرَنَا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بِجَمْعِ السُّنَنِ فَكَتَبْنَاهَا دَفْتَرًا دَفْتَرًا، فَبَعَثَ إِلَى كُلِّ أَرْضٍ لَهُ عَلَيْهَا سُلْطَانٌ دَفْتَرًا

Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada kami untuk mengumpulkan sunnah-sunnah Nabi (hadits). Maka kami menulisnya pada kumpulan-kumpulan catatan hadits, kemudian kami mengirim satu kumpulan catatan kepada setiap wilayah. (Jami’ bayanilmi wa fadhlihi, 1/331).

Pada Abad ke-2 H masa atbaut tabiin, pada masa ini pembukuan hadits dimulai; perbedaan pembukuan hadits di masa atbaut tabiin dengan yang dilakukan oleh Imam az Zuhri, bahwa Imam az Zuhri hanya mengumpulkan hadits dalam catatan dan dikumpulkan tanpa dilakukan pembukuan. Yang dimaksud dengan pembukuan disini adalah hadits-hadits dikumpulkan dan disusun menjadi buku; yaitu hadits-hadits suatu permasalahan pada satu buku atau satu bab pada sebua buku.

Artinya hadits dikumpulkan dan disusun dalam bentuk penyusunan tertentu, dimana sebelumnya hanya dilakukan pengumpulan dan penulisan saja.

Buku-buku hadits yang ditulis pada zaman atbaut tabiin, diantaranya adalah:

  1. Al Mushannaf karya Imam Abdur Razzaq as Shan’ani
  2. Al Muwatha’ karya Imam Malik bin Anas
  3. Kitab Az Zuhud karya Imam Abdullah bin Mubarak

Setelah masa atbaut tabiin, pembukuan hadits terus berkembang dan mengalami masa kemasaan pada abad ke-3 H., dimana pada masa itu lahirlah karya-karya besar dalam pembukuan hadits, seperti Shohih Bukhori dan Muslim dan kitab Sunan yang empat.

Penulisan hadits dimulai dizaman Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam, dikumpulkan di zaman tabiin dan dimulai pembukuannya dizaman atbaut tabiin pada abad ke-2 H.

Untuk pembahasan yang lebih meluas, bisa merujuk kepada kitab “Tadwinussunnah An Nabawiyah” karya Syaikh Muhammad bin Mathar az Zharani -Rahimahullah-. Wallahu’alam.

***

Dijawab oleh Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf , Lc. MA. (Dosen Ilmu Hadits STDI Jember)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
  • KONFIRMASI DONASI hubungi: 087-738-394-989

🔍 Shollu Ala Nabi, Hukum Mandi Junub Dengan Air Hangat, Dilarang Memakai Sandal Dan Sepatu, Unyeng Unyeng, Hakekat Sholat Jumat, Debat Agama Islam Vs Kristen Terbaru, Bacaan Shalat Ied

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol. 5 No. 1 (2020): APRIL /
  4. Articles

Kodifikasi, hadith, Tabi’i Al-Tabi’in.
Masa Nabi Muhammad saw merupakan periode pertama sejarah dan perkembangan hadith. Masa ini cukup singkat, hanya 23 tahun lamanya dimulai sejak tahun 13 sebelum Hijriah atau bertepatan dengan 610 Masehi sampai dengan tahun 11 Hijriah atau bertepatan dengan 632 Masehi. Saat itu hadith diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi saw. Para sahabat pada masa itu belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan hadith-hadith Nabi, mengingat Nabi saw masih mudah untuk dihubungi dan dimintai keterangan-keterangan tentang segala hal yang berhubungan dengan ‘ibadah dan mu'amalah keseharian umat Islam. Polemik dibolehkan tidaknya penulisan hadith timbul karena ada beberapa hadis yang mendukung, baik yang memperbolehkan penulisan hadith maupun yang melarang. Hadith pelarangan seringkali diangkat tanpa didampingi dengan hadith pembolehan, oleh sebab itu banyak orang yang salah paham dengan hanya mengkaji satu hadith saja. Polemik ini dapat mudah diselesaikan dengan mengkaji hikmah dibalik adanya pelarangan penulisan hadith-hadith Rasulullah saw. Untuk menganalisa pelarangan penulisan hadith pada zaman Rasulullah Saw, sebaiknya kita menilik kembali penyebaran hadith-hadith pada masa Rasulullah Saw. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwasanya hadith-hadith Rasulullah Saw tersebar bersamaan dengan turunnya wahyu Ilahi kepada Rasulullah Saw sejak awal masa dakwah Islam dimulai. Sedangkan faktor-faktor yang mendukung tersebarnya sunah ke berbagai penjuru, antara lain, Kegigihan Rasulullah Saw dalam menyampaikan dakwah Islam, Kegigihan dan kemauan keras para sahabat dalam menuntut, menghafal dan menyampaikan ilmu, Para Ummul Mu'minin dan Sahabiyat, Para utusan Rasulullah Saw. Sementara itu, Rasulullah pada suatu kesempatan menyampaikan sutau ungkapan yang melarang penulisan hadis-hadis beliau, dan pada kesempatan lain Rasulullah saw memperbolehkan para sahabat menulis apa-apa yang disampaikan Rasulullah Saw. Kodifikasi hadith secara resmi dipelopori Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (khalifah kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia menginstruksikan kepada para Gubernur di semua wilayah Islam untuk menghimpun dan menulis hadis-hadis Nabi. Selain itu khalifah  juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Syihab al-Zuhri (50-124 H) untuk menghimpun hadith Nabi SAW.  Motif ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam mengkodifikasikan hadith  adalah Kekhawatiran akan hilang Hadis dari perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan, Untuk membersihkan dan memelihara Hadith dari hadith-hadith maudhu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan dan mazhab, Tidak adanya kekhawatiran lagi akan tercampurnya al-Qur’an dan hadith,  keduanya sudah bisa dibedakan. al-Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh umat Islam, ada kekhawatiran akan hilangnya hadith karena banyak ‘ulama hadith yang gugur dalam medan perang.