Masalah ekonomi makro apa saja yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Sudah hal lumrah kalau dalam perekonomian kebutuhan tiap individu atau masyarakat tidak dapat terpenuhi seluruhnya, sebab jumlah keinginan manusia yang tidak ada habisnya berseberangan dengan alat pemuas yang terbatas.

Masalah ini sudah tercermin dari pengertian ekonomi menurut Robert B. Ekelund Jr dan Robert D Tollison. Keduanya mengartikan ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari cara individu dan masyarakat yang mempunyai keinginan yang tidak terbatas mengalokasikan sumber daya terbatas untuk memenuhi keinginan mereka.

Mengutip buku “Ekonomi” karya Alam S, perekonomian menghadapi masalah dasar yang terkait dengan pilihan. Hal tersebut terjadi karena kelangkaan.

Menurut Samuelson, ada tiga masalah utama ekonomi, yaitu apa yang diproduksi dan berapa banyak, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang diproduksi. Ketiganya merupakan masalah ekonomi mikro.

Selain masalah tersebut, terdapat perkara lainnya yang masih terkait, yakni penganguran. Masalah ini tentu tidak bisa lepas dari ketidakstabilan kegiatan ekonomi dan neraca pembayaran. Ini merupakan masalah dalam ekonomi makro.

Masalah Ekonomi Mikro

Masalah ekonomi mikro mengacu pada tiga masalah pokok, yaitu barang apa yang diproduksi dan berapa jumlahnya, bagaimana cara memproduksinya, dan untuk siapa barang tersebut diproduksi.

Advertising

Advertising

Masalah ini menyangkut jenis barang dan jumlah yang akan diproduksi. Pertanyaan ini tentunya berkaitan dengan pengalokasian sumber daya yang langka di antara berbagai alternatif penggunaannya. Karena sumber daya terbatas, masyarakat harus memilih dan memutuskan barang apa yang akan diproduksi.

Setelah barang ditentukan, masyarakat harus memutuskan berapa jumlah barang yang harus diproduksi, sehingga dapat pastikan pula berapa sumber daya yang harus dialokasikan.

2. Bagaimana memproduksinya

Salah satu masalah ekonomi mikro adalah teknologi atau metode produksi apa yang akan digunakan untuk memproduksi suatu barang, berapa jumlah tenaga kerja, jenis mesin, dan bahan mentah apa yang akan digunakan.

Masalah lain yang harus ditangani adalah bagaimana mengombinasikan faktor-faktor produksi yang ada agar berhasil guna dan berdaya guna. Hal yang berkaitan dengan masalah ini adalah bagaimana melakukan proses produksi seefisien mungkin sehingga prosesnya berjalan lancar dan menghasilkan keuntungan.

Terkait masalah produksi, terdapat tiga pertanyaan penting, yakni bagaimana memanfaatkan sumber daya dalam produksi barang dan jasa yang diinginkan oleh masyarakat dan mencegah penggunaan sumber daya dalam memproduksi barang atau jasa yang tidak diingingkan oleh masyarakat.

Selanjutnya, bagaimana memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang memperoduksi barang dan jasa tersebut memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Terakhir, bagaimana memastikan metode tertentu sebagai kombinasi yang paling efisien.

3. Untuk siapa diproduksi

Permasalahan ini berkaitan dengan siapa yang memerlukan barang tersebut dan siapa saja yang menikmati hasilnya. Dengan kata lain, bagaimana pendistribusiannya. Apakah barang tersebut akan dipasarkan  dengan merujuk pada ukuran pendapatan, kekayaan, atau kelompok tertentu dari masyarakat.

Masalah Ekonomi Makro

Objek pembahasan ekonomi makro, di antaranya pertumbuhan ekonomi, masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi, masalah penganggurang, inflasi, dan neraca pembayaran.

1. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kondisi perkembangan dalam kegiatan perekonomian yang menyebabkan kapasitas barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat meningkat. pertumbuhan ekonomi biasanya berhubungan dengan perubahan teknologi.

Contohnya, pengenalan internet dan teknologi dalam industri Amerika Serikat yang secara keseluruhan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi AS.

Selain teknologi, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, di antaranya sumber daya manusia, SDA, ilmu pengetahuan, budaya, dan modal. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya sebagai peningkatan kapasitas produksi, namun juga sebagai perbaikan kualitas hidup masyarakat.

2. Masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi

Dalam sistem ekonomi bebas atau ekonomi pasar, kegiatan ekonomi sering kali pasang surut. Kadang pertumbuhan ekonomi berjalan cepat, lambat, atau bahkan merosot. Pergerakan naik turunnya kegiatan perusahaan-perusahaan demi mencapai kemajuan ekonomi  dalam jangka panjang disebut konjungtur atau siklus kegiatan perusahaan.

Siklus dalam suatu periode konjungtur berbeda dengan keadaan konjungtur pada periode lain. Akan tetapi, tidak ada perbedaan terhadap sifat-sifat dasar setiap siklus.

3. Masalah pengangguran

Pengangguran merupakan kondisi ketika seseorang yang dikategorikan dalam golongan angkatan kerja belum memperoleh pekerjaan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:

  • Ingin meninggalkan pekerjaan lama untuk mendapat pekerjaan baru yang lebih baik.
  • Kekurangan pengeluaran agregat.
  • Perusahaan mengganti tenaga kerja manusia dengan teknologi canggih.
  • Ketidaksesuaian keterampilan pencari kerja dengan yang dibutuhkan industri.

4. Inflasi

Inflasi adalah kondisi di mana harga naik secara umum dan terus-menerus. Terdapat empat golongan inflasi, yaitu ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Pada inflasi ringan kenaikan harga berkisar di bawah 10%. Sedangkan, pada hiperinflasi atau inflasi tak terkendali, kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Inflasi dapat terjadi karena beberapa hal, seperti ketidakseimbangan pengeluaran agregat dibandingkan dengan kemampuan perusahaan menyediakan barang-barang, tuntutan kenaikan upah oleh pekerja, kenaikan harga-harga barang yang diimpor, hingga kekacauan politik dan ekonomi.

5. Masalah neraca perdagangan dan pembayaran

Neraca perdagangan merupakan ikhtisar yang menunjukan selisih antara nilai transaksi ekspor dan impor suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Neraca perdagangan positif menunjukan surplus perdagangan, sedangkan neraca negatif mencerminkan defisit perdagangan.

Sementara itu, neraca pembayaran merupakan gambaran yang menunjukan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri dan dari dalam negeri ke negera lain dalam satu tahun tertentu. aliran tersebut mencakup:

  • Aliran penerimaan ekspor serta pembayaran impor barang dan jasa.
  • Aliran penanaman modal asing dan pembayaran penanaman modal asing.
  • Aliran keluar masuk modal jangka pendek seperti deposito di luar negeri.

Neraca pembayaran dikatakan bermasalah ketika pembayaran mengalami defisit. Artinya, pembayaran ke luar negeri melebihi penerimaan yang diperoleh. Hal ini dapat disebabkan oleh impor lebih besar daripada ekspor dan aliran modal terlalu banyak ke luar negeri.



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 tinggal menghitung hari. Tentunya, di sepanjang 2019, ada banyak permasalahan yang ditemui dalam perekonomian Indonesia. Masalah-masalah ini yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai target pemerintah dalam APBN yang sebesar 5,3%. Kementerian Keuangan meramal, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,05%. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, proyeksi tersebut sejalan dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global yang kian menurun. Ekonomi dunia tahun ini diramal hanya akan tumbuh 3%, level terendah sejak krisis finansial global pada 2008 silam dan jauh di bawah proyeksi awalnya yang sebesar 3,7%. Apa saja masalah yang dihadapi Indonesia? Berikut hasil rangkuman Kontan.co.id: 1. Tren konsumsi rumah tangga menurun Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2019 ini tercatat sebesar 5,01% (yoy). Padahal pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan konsumsi mencapai 5,17% (yoy). Baca Juga: BI: Kewajiban neto posisi investasi Indonesia menurun di kuartal III 2019 Padahal, konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu sebesar 56,5%. Beberapa komponen dalam konsumsi rumah tangga yang mengalami penurunan dari kuartal sebelumnya adalah komponen perumahan dan perlengkapan rumah tangga sebesar 1,07% dari kuartal sebelumnya menjadi 4,55%. Selain itu ada juga pencatatan penurunan lain untuk komponen transportasi dan komunikasi sebesar 0,34% dari kuartal sebelumnya sehingga menjadi 4,35%. 2. Andil ekspor bersih terhadap pertumbuhan menurun Founder lembaga riset dan kebijakan ekonomi Sigma Phi Indonesia, Arif Budimanta menilai, meskipun ekonomi masih tumbuh positif, tetapi realisasi data pertumbuhan terbaru ini menjadi peringatan bahwa perekonomian nasional tengah menghadapi problem struktural sehingga belum mampu tumbuh cepat seperti yang diinginkan Presiden Jokowi yakni di atas 7%. "Selain itu, ekonomi nasional diperburuk dengan kondisi ekonomi global yang melambat dan risiko ketidakpastian yang meningkat," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Selasa (5/11). Arif mengatakan, komponen ekspor bersih maupun investasi yang diharapkan tumbuh tinggi dan mengubah struktur PDB justru mengalami perlambatan yang cukup signifikan sehingga belum berhasil mentransformasi struktur PDB Indonesia yang hingga saat ini masih sangat didominasi oleh sektor konsumsi. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 lalu, andil investasi dan ekspor bersih terhadap pertumbuhan telah menurun. Pada tahun lalu pembentukan modal tetap bruto (PMTB) memiliki andil 2,24% terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada tahun ini hanya sebesar 1,38%. Baca Juga: Pemerintah tak gunakan SAL untuk tambahan pembiayaan defisit APBN 2019 Meskipun andil ekspor bersih membaik yakni dari -1,1% pada triwulan III 2018 menjadi positif 1,81% pada triwulan III 2019, tetapi lebih disebabkan karena impor yang terkontraksi 8,61% (yoy) sedangkan ekspor hanya tumbuh 0,02%. 3. Daya saing Indonesia menurun Peringkat daya saing Indonesia secara global mengalami kemunduran pada tahun ini. World Economic Forum (WEF) dalam laporan tahunan terbarunya Indeks Daya Saing Global atau  Global Competitiveness Index (GCI) Report 2019 menurunkan posisi Indonesia sebanyak lima peringkat dari posisi ke-45 menjadi ke-50. Terdapat 12 indikator atau pilar yang menjadi penilaian WEF. Masing-masing diberi skor dalam skala 0-100, semakin besar skornya maka semakin ideal pula daya saing pada indikator tersebut. Baca Juga: Duh, di Masa Pemerintahan Jokowi Asumsi APBN Sering Meleset Dari 12 pilar, Indonesia mengalami penurunan skor pada lima pilar. Pertama, pilar aposi TIK (ICT Adoption) yang hanya mendapat skor 55,4. Kedua, pilar kesehatan (health) juga mengalami penurunan dengan skor 70,8. Ekspektasi hidup sehat pada manusia di Indonesia terhitung hanya 62,7 tahun. Ketiga, pilar kemampuan SDM (skills) juga menurun dengan skor 64. Penurunan terlihat pada indikator kemampuan (skillset) para lulusan, kemampuan digital pada populasi produktif, dan kemudahan mendapatkan tenaga kerja terampil. Keempat, penurunan juga terjadi pada pilar pasar tenaga kerja dengan skor 57,7. Indikator perbandingan bayaran dan produktivitas, tarif pajak tenaga kerja, fleksibilitas penentuan upah, dan kebijakan pasar tenaga kerja yang berlaku saat ini menjadi beberapa penyebabnya. Baca Juga: Proyeksi analis terhadap pergerakan IHSG pada akhir 2019 Kelima, daya saing Indonesia juga menurun pada pilar produk di pasar (Product Market). Indikator yang menyebabkan penurunan adalah efek distorsi kebijakan pajak dan subsidi pada saing, dominasi pasar, dan non-tariff barriers, serta kompleksitas tarif pada produk-produk Indonesia. Indonesia meraih skor cukup tinggi pada pilar stabilitas makroekonomi (macroeconomic stability) dengan nilai 90 dan ukuran pangsa pasar (market size) dengan nilai 82,4. 4. Dana desa bermasalah Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan menghentikan sementara penyaluran dana desa tahap ketiga. Pembekuan ini dilakukan sembari menunggu proses verifikasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) terkait desa yang bermasalah, termasuk dugaan adanya desa fiktif. Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kemkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan, Kemkeu masih menunggu hasil pemeriksaan Kemdagri terkait jumlah desa fiktif yang menerima kucuran dana desa dari pemerintah pusat. Baca Juga: Ini Strategi Pemerintah Mendorong Laju Ekonomi Tahun Depan "Pembekuan akan dilakukan pada penyaluran dana desa tahap ketiga kepada desa-desa sesuai hasil identifikasi dari Kemdagri," kata Astera, Selasa (19/11). Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Kemdagri Benny Irawan mengatakan, pihaknya masih fokus melakukan validasi desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Sejauh ini, Kemdagri menemukan empat desa yang terbukti melakukan kesalahan administrasi, yaitu Desa Arombu Utama Kecamatan Latoma, Desa Lerehoma Kecamatan Anggaberi, Desa Wiau Kecamatan Routa, dan Desa Napooha Kecamatan Latoma. Baca Juga: Barang siapa pura-pura miskin demi dapat bantuan PKH, siap siap penjara menanti "Dana desa di keempat desa itu sudah turun Rp 9,3 miliar dari 2017 (ke RKUD). Dari Rp 9,3 miliar, baru 47% yang disalurkan ke empat desa itu," tutur Benny. Ia memastikan, pemeriksaan masih terus berlanjut. Sehingga, ada kemungkinan jumlah desa temuan yang bermasalah bertambah. 5. Literasi digital rendah dan kurangnya perlindungan pemerintah Indonesia diprediksi menjadi negara terbesar dalam pertumbuhan ekonomi digital di Asia. Selain itu Presiden Joko Widodo juga menargetkan ekonomi digital akan berkontribusi pada PDB mencapai Rp 730 triliun pada tahun 2025. Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan kesiapan dan perlindungan pemerintah terhadap ekonomi digital. Salah satu bukti, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melaporkan aduan terkait ekonomi digital merupakan yang terbanyak dalam tiga tahun terakhir. Pengaduan yang terkait ekonomi digital berkisar 16% hingga 20% dari total komoditas pengaduan yang diterima YLKI. Hal itu disebabkan kurangnya literasi dan perlindungan dari pemerintah. "Pengaduan itu berupa transaksi produk e-commerce dan pinjaman online," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam siaran pers (20/12). Literasi digital masyarakat Indonesia yang masih rendah merupakan salah satu pendorong banyaknya laporan konsumen. Masyarakat Indonesia dinilai belum mampu memberikan prinsip kehati-hatian dalam Perlindungan Data Pribadi (PDP). Baca Juga: Sampai akhir 2019, Kemenkeu prediksi serapan belanja negara 95% dari target APBN Selain literasi, regulasi masih menjadi kendala bagi perlindungan konsumen dalam sektor ekonomi digital. Bahkan Tulus bilang belum hadir dalam melindungi konsumen di era ekonomi digital. Salah satunya masalah belum adanya Undang-Undang PDP. Selain itu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) juga masih belum menunjukkan penyelesaian. Kedua regulasi itu diungkapkan Tulus sangat dibutuhkan. Oleh karena itu YLKI mendesak pemerintah segera mengesahkan dua aturan tersebut. 6. Penerimaan pajak jauh dari target Akhir tahun 2019 tinggal menghitung jam. Artinya batas waktu otoritas pajak mengejar penerimaan negara semakin sempit. Mampukah Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menambal penerimaan pajak sebesar Rp 311 triliun? Baca Juga: Investasi Jadi Kunci, Begini Jurus Pemerintah dan BI Mendorong Ekonomi 2020 premium Berdasarkan bisikan sumber Kontan.co.id di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan pajak sampai dengan 26 Desember 2019 baru mencapai 80,29% dari target akhir tahun sebesar Rp 1.577,6 triliun. Artinya penerimaan pajak baru sekitar Rp 1.266,65 triliun. Dengan target tersebut, otoritas pajak harus bergegas mengejar sekitar 19% dari total target ujung tahun 2019. Namun demikian, pemerintah menyadari bahwa pelemahan ekonomi global yang berdampak ke dalam negeri membuat realisasi penerimaan pajak meleset dari target yang ditetapkan. Pencapaian penerimaan pajak sampai dengan November 2019 yang baru 72% dari target sudah mencerminkan kegelisahan pemerintah.   Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Masalah ekonomi makro apa saja yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia?