Media tanam yang digunakan untuk menanam sayur pada budikdamber adalah…

(1)

ISBN 978-602-5730-68-9 halaman 129-136 //jurnal.polinela.ac.id/index.php/PROSIDING

Budidaya Ikan Dalam Ember “Budikdamber” dengan Aquaponik di

Lahan Sempit

Fish Culture in a "Budicdamber" Bucket with Aquaponics on Narrow

Lands

Juli Nursandi

1

1

Politeknik Negeri Lampung / Jurusan Peternakan/Program Studi Budidaya Perikanan

*E-mail :

ABSTRACT

The purpose of this study is to obtain a system of fish farming in small media, not requiring extensive land, cheap, easily available media and technology that can be done by everyone. This research is expected to be able to be a solution to the problem of the limitations of fish farming land, the problem of decreasing aquaculture availability and the problem of animal protein needs of fish in the community. The research stages consist of: (a). Designing a fish farming system in a bucket (b). The series of fish farming systems in buckets (c). Performance test of the cultivation system in buckets (d). Summarize and recommend the results of the bucket farming system. The results of the study obtained a system design of fish farming in buckets (Budikdamber) which was tested by the maintenance of catfish and kale plants. The results of the study of catfish culture in buckets of 60 liters which were carried out for 42 days maintenance resulted in SR 41 - 70%, harvest biomass reached 2440 gr with an average weight per fish of 71.76 gr, spinach produced as many as 42 bunches. The system of catfish farming in a medium of 60 liters of bucket proved to be used as a solution for fish farming, especially on narrow land.

Keywords: Aquaculture in narrow land, Budikdamber, Akuaponik, Urban Farming

Disubmit : 26-07-2018; Diterima: 12-09-2018; Disetujui : 04-10-2018;

PENDAHULUAN

Protein hewani sangat dibutuhkan oleh manusia. Bagi masyarakat desa kebutuhan protein ini masih dapat terpenuhi dengan cara memelihara ikan di kolam, sungai, danau ataupun media perairan yang lain. Lokasi budidaya ikan di desa masih tersedia dan memang masih layak secara kualitas dan kuantitasnya namun tidak demikian di perkotaan. Seiring dengan perkembangan pembangunan, lahan budidaya ikan di desa juga menjadi semakin sempit, di sisi lain kebutuhan protein hewani semakin terus bertambah.

Carrying capacity / daya dukung lingkungan merupakan salah hal yang harus diperhatikan dalam

membudidayakan ikan. Semakin besar wadah budidaya maka semakin besar pula kemampuan media tersebut menerima beban pencemaran sehingga ikan yang dipelihara bisa semakin banyak. Namun dengan bantuan teknologi, wadah / media yang kecil sekalipun daya dukung lingkungannya masih dapat ditingkatkan. Menurut Suprapto dkk (2013) kepadatan pemeliharaan Ikan Lele (Clarias gariepinus) dengan teknologi bioflok mampu meningkatkan padat tebar hingga 1 ekor ikan per liter air.

Issue dunia tentang semakin terbatasnya kualitas dan kuantitas air untuk kebutuhan manusia, semakin terbatasnya sumber makanan, dan pertambahan penduduk di bumi yang terus meningkat harus menjadi fokus masalah yang harus dapat kita cari penyesaiannya. Dengan perancangan sistem budidaya ikan yang di lakukan media yang kecil (dalam ember 60 liter) diharapkan akan dapat menjadi salah satu solusi masalah

(2)

130 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian VII Polinela 2018

semakin terbatasnya lahan budidaya ikan, membantu mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat, serta dapat menjadi media tanam sayuran akuapoik.

Masalah ketersediaan lahan budidaya perikanan, semakin terbatasnya air untuk kegiatan perikanan dapat diatasi dengan bantuan teknologi. Semakin berkurangnya lokasi budidaya yang luas mengharuskan kita semakin kreatif dalam memanfaatkan lokasi yang sempit serta dalam penghematan air budidaya.

Untuk membudidayakan ikan lele dapat menggunakan sistem padat tebar tinggi dengan penambahan aerasi dan aplikasi probiotik ataupun dengan sistem bioflok. Dengan aplikasi teknologi, wadah atau media yang kecil berupa ember dengan volume 60 liter secara teori akan mampu menampung pembudidayaan 60 ekor ikan lele.

Penghematan air budidaya ikan dapat dilakukan dengan cara memakai air secara berulang-ulang (metode resirkulasi) tanpa penggantian air. Dalam praktiknya media budidaya yang kecil ini juga dapat dimanfaatkan menjadi lahan tanam sayuran kangkung.

Budidaya ikan dalam ember “budikdamber” menjadi solusi potensial bagi budidaya perikanan di lahan yang sempit dengan penggunaan air yang lebih hemat, mudah dilakukan masyarakat di rumah masing-masing dengan modal yang relatif kecil serta akhirnya mampu mencukupi kebutuhan gizi masyarakat.

METODE PENELITIAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ember volume 60 liter, gelas plastik, kawat, arang kayu, ikan uji, serta alat pengukur kualitas air. Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari : Perancangan desain serta pembuatan sistem budidaya, uji kinerja sistem budidaya ikan dalam ember, menyimpulkan dan merekomendasikan sistem budidaya ikan dalam ember. Proses desain dan pembuatan sistem budidaya ikan dilakukan di Laboratorium Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung. Pengujian kinerja serta pengamatan hasil desain media budidaya dilakukan di Kelurahan Tanjung Senang, Kotamadya Bandar Lampung Propinsi Lampung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan Desain serta Pembuatan Sistem Budidaya

Sistem budidaya ikan dalam ember yang dibuat adalah rancangan sistem budidaya yang hemat air dengan menggunakan ember volume 78 liter yang diisi air setinggi 50 cm atau sebanyak 60 liter air. Pada bagian atas ember digantungkan gelas plastik yang berisi arang kayu sebagai media tanam kangkung aquaponik. Agar tanaman kangkung dapat tumbuh dengan baik maka gelas plastik diberi lubang-lubang kecil sebagai tempat masuknya air ke media tanam kangkung. Luas lahan yang dibutuhkan untuk satu buah media sistem budikdamber ini adalah 0,2 m2, media ini mampu menampung 60 ekor ikan lele dengan kepadatan 1ekor per liter. Sistem budikdamber yang juga menjadi media tanam kangkung aquaponik di rancang mempunyai kelebihan yaitu tidak membutuhkan listrik seperti yang biasa di gunakan pada sistem resirkulasi aquaponik yang ada di masyarakat. Wadah budidaya ikan yang digunakan mudah didapatkan, hemat dalam penggunaan air serta tambahan penanaman sayuran kangkung untuk memenuhi kebutuhan sayuran.

Uji Kinerja Sistem Budidaya Ikan Dalam Ember

Uji kinerja sistem budidaya ikan dalam ember dilakukan selama empat puluh hari. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sistem sudah berjalan dengan baik sebagai media untuk tempat hidup ikan dan tempat hidup kangkung aquaponik, serta untuk mengetahui perbaikan apa yang perlu dilakukan. Uji kinerja sistem budidaya ikan dalam ember yang telah dilakukan adalah:

a. Daya tampung ikan yang dapat di pelihara dalam media ember dari ukuran 5-7 hingga benih 11-13 cm adalah 60 ekor, daya dukung ember masih teramati mampu mendukung kehidupan ikan.

(3)

b. Uji kinerja sistem ini perlu mendapatkan perbaikan penambahan lubang dipinggir ember untuk menjaga tinggi air agar tidak tumpah keluar ketika hujan.

c. Daya dukung media kangkung akuaponik : Tanaman sayuran yang di tanam di media budikdamber adalah kangkung. Dari uji coba diketahui media gelas yang diberi arang kayu sudah mampu menumbuhkan kangkung dengan baik, namun perlu dicari sayuran lain yang dapat di tanam secara aquaponik di media budikdamber.

d. Pertumbuhan kangkung cukup baik, jarak waktu panen yaitu 10 - 16 hari. Selama 40 hari dapat dilakukan pemanenan kangkung sebanyak 3 kali. Rata-rata satu ember media budikdamber dapat menghasilkan minimal 4,2 ikat selama 40 hari pemeliharaan.

a. Kualitas Air dalam media budikdamber yang diamati selama empat puluh hari pemeliharaan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas air dalam media budikdamber

No Parameter Hasil pengukuran

1. Suhu 23 – 32 °C

2. Oksigen Terlarut (DO) 2 – 6 ppm

3. pH 6,68 – 6.97

4. NH3 / NH4 0 – 0.5 ppm

5. NO2 0 – 0.5 ppm

6. NO3 0 – 0.5 ppm

Hasil pengukuran suhu yang diperoleh selama penelitian adalah 23 -32 °C. Suhu setiap media budikdamber sama pada setiap waktu pengukuran. Fluktuasi suhu terjadi di media budikdamber karena diletakkan di lokasi terbuka (outdoor) yang dipengaruhi suhu lingkungan baik hujan maupun panas dari matahari. Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa suhu air media budikdamber selama penelitian masih sesuai dengan kebutuhan hidup ikan lele sangkuriang yakni 25,0-31,5°C (Elpawati, 2015).

Kenaikan suhu dapat menimbulkan berkurangnya kandungan oksigen sehingga asupan oksigen berkurang dan dapat menimbulkan stress pada ikan. Suhu yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan sehingga menjadikan ikan menjadi lebih cepat tumbuh. Kenaikan suhu dapat juga mengakibatkan meningkatnya daya racun dari suatu polutan terhadap organisme akuatik.

Suhu pada media budikdamber tidak berbeda jauh hal ini diduga karena suhu kolam di pengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003). Suhu air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ikan. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas makan ikan, sehingga menjadikan ikan lele dumbo cepat tumbuh.

Kandungan DO pada media budikdamber adalah 2 – 6 mg/L. Kandungan oksigen yang kecil dari 4 mg/L dapat saja menjadi faktor penyebab kematian ikan. Rendahnya nilai DO juga dapat menjadi jawaban dari ikan lele yang menggantung di permukaan air pada waktu-waktu tertentu (gambar 2). Menurut Saptarini (2010) dalam Wicaksana (2015) ikan akan saling berkompetisi dengan ikan yang lain untuk melakukan respirasi, selain itu ikan juga akan berkompetisi dengan bakteri aerob sehingga kondisi tersebut mengakibatkan konsentrasi oksigen terlarut di kolam menurun drastis.

Hasil pengukuran pH yang dihasilkan selama penelitian berlangsung relative stabil dan mendekati netral yaitu 6,68 – 6.97. Hasil pengukuran ini menunjukan bahwa pH air budikdamber dalam kondisi yang cukup baik seperti yang dibutuhkan oleh ikan lele. Menurut Khairuman et al., (2008) dalam Elpawati (2015), ikan lele hidup dalam pH kisaran 6.5-8. Keasaman pH dapat menyebabkan ikan stress, mudah terserang

(4)

132 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian VII Polinela 2018

penyakit , produktivitas dan pertumbuhan rendah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8.5.

Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis memerlukan karbon dioksida yang oleh komponen autotroph akan dirubah menjadi monosakarida. Penurunan karbondioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH perairan. Sebaliknya proses respirasi dalam ekosistem akan meningkatkan jumlah karbondioksida sehingga pH perairan menurun.

Hasil pengukuran total amoniak NH3 dan NH4 yang diperoleh selama penelitian berlangsung berkisar 0 - 0,5 mg/L. Hasil pengukuran ini menunjukkan fluktuasi kadar amoniak yaitu tinggi pada saat malam hari dan rendah kembali saat siang hari. Kadar ammonia dalam media budikdamber diduga naik bila ikan diberi pakan yang berlebihan. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa jika pakan berlebihan ikan lele akan menggantung di permukaan media (Gambar. 2). Batas optimum kandungan ammonia NH3 untuk pertumbuhan ikan lele yaitu 0.1 mg/L (Ghufron & Kordi, 2010).

Gambar 1. Sistem Budikdamber (Budidaya Ikan Dalam Ember)

Menurut Wicaksana (2015) kadar amonia, nitrit dan nitrat di kolam ikan lele yang diberi akuaponik (biofilter) akan lebih rendah di bandingkan kolam yang konvensional tanpa pemberian akuaponik. Adanya akuaponik dalam sistem resirkulasi membuat kualitas air dapat dipertahankan dan memberi peluang untuk bakteri dapat tumbuh dan berkembang mengurai bahan-bahan organik dan anorganik yang berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan. Menurut Nugroho (2012) Sistem akuaponik juga berpengaruh terhadap perbaikan kualitas air media pendederan ikan nila, khususnya reduksi kandungan ammonia (NH3).

Parameter kualitas air meliputi TAN, amonia, nitrit, nitrat, COD, suhu, DO, dan pH serta total padatan bakteri merupakan profil penting dalam menggambarkan kondisi lingkungan suatu perairan terutama lingkungan budi daya. Kebutuhan akan kualitas air yang baik dalam pemeliharaan ikan secara intensif, memerlukan suatu teknologi yang berbasis ramah lingkungan agar rendahnya bahan organik di dalam media pemeliharaan dan rendahnya limbah yang terbuang ke perairan umum (Adharani, 2016) . Sistem sistem budidaya ikan dalam ember ini tidak memberikan limbah buangan ke perairan, hasil total suspended solid (TSS) yang disiphon dari media setiap 10 hari sekali justru dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman.

(5)

b. Pertumbuhan

Pertumbuhan panjang rata-rata ikan dengan yang dipelihara di media budikdamber selama 42 hari (Tabel 2)

Tabel 2. Pertumbuhan panjan rata-rata ikan di media bdiksamber

Ukuran tebar (cm) Pertumbuhan panjang rata-rata (cm)

5-7 7.35

12-14 7.15

Pertumbuhan panjang rata-rata setelah ikan dipelihara selama 40 hari dalam media budikdamber bertambah besar dari 7 cm. Dari pengamatan panjang benih yang baik untuk ditebar adalah dengan ukuran 12-14 cm, karena setelah dipelihara 42 hari sudah siap panen.

c. Pertumbuhan Bobot

Pertumbuhan bobot rata-rata ikan dengan yang dipelihara di media budikdamber selama 42 hari adalah (Tabel 3).

Tabel 3. Pertumbuhan bobot rata-rata ikan di edia budikdamber selama 42 hari

Ukuran tebar (cm)

Bobot tebar rata-rata / ekor (g) Pertumbuhan bobot rata-rata / ekor (g)

5-7 1.75 18.45

12-14 14.33 47.74

Pertumbuhan berat rata-rata setelah ikan dipelihara selama 42 hari dalam media budikdamber bertambah besar 18.45 – 47.74 gram. Dari penelitian ini panjang benih yang ditebar dengan ukuran 12-14 cm akan menghasilkan berat rata-rata akhir 47.74 g / ekor dan sudah layak panen.

Padat penebaran yang diterapkan di media budikdamber ini adalah 1 ekor / liter. Menurut Hermawan (2014) padat penebaran dapat berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik, produksi dan rasio konversi pakan namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelulushidupan benih lele dalam media bioflok. Senada pula dengan pendapat Yunus T. (2014) Padat penebaran yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). Namun Wijaya O. (2014) mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata terhadap laju pertumbuhan dan Survival Rate pada padat tebar yang berbeda.

Sistem budidaya budikdamber yang dilakukan dilakukan dengan aplikasi pemberian bakteri probiotik, namun tanpa diberi aerasi. Sistem ini mirip dengan aplikasi teknologi biofloc. Menurut Hastuti Sri (2014) budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus, mampu meningkatkan produksi ikan, meningkatkan efisiensi pemanfatan pakan, memperbaiki nilai konversi pakan, memperbaiki kualitas air media serta meningkatkan angka kelangsungan hidup ikan. Dengan teknologi biofloc mampu mendukung kehidupan ikan lele dumbo hingga kepadatan 1.000 ekor / meter2.

Sistem akuaponik / biofilter dapat meningkatkan performa produksi ikan lele. Ikan selalu aktif memakan pakan yang diberikan akan tetapi untuk kolam konvensional nafsu makan bertambah setelah kolam mengalami pergantian air, diduga kualitas air yang mengalami penurunan dapat menyebabkan ikan stress, dan menyebabkan nafsu makan ikan berkurang (Wicaksana, 2015). Menurut Subandiyono dan Hastuti (2011) menyatakan bahwa kebutuhan ikan akan pakan dipengaruhi oleh faktor biologis dan fisiologis dari ikan tersebut serta berbagai parameter kimia, fisika, dan biologis media air atau lingkungan dimana ikan tersebut hidup.

(6)

134 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian VII Polinela 2018

Berdasarkan hasil analisa biomassa mutlak ikan yang dihasilkan dari kolam akuaponik biofilter lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian akuaponik, dapat menurunkan konsentrasi ammonia sehingga mempengaruhi biomassa mutlak karena kadar amonia yang rendah dapat menaikkan nafsu makan ikan. Hal ini sesuai pernyataan Ratih (2006) dalam Wicaksana 2015 bahwa tingginya kebutuhan pakan dapat menyebabakan menurunnya kualitas air yang disebabkan oleh meningkatnya buangan metabolit dalam wadah budidaya, dan akan mengakibatkan kadar amonia dalam air menjadi tinggi. Keadaan ini menyebabkan nafsu makan ikan menurun, akibatnya kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikut menurun (Wicaksana 2015).

d. Derajat Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup (survival rate) merupakan nilai perbandingan antara jumlah ikan yang hidup hingga akhir dengan jumlah ikan pada awal penebaran. SR yang didapatkan dari 40 hari pemeliharaan (Tabel 4).

Tabel 4. Survival rate pada pemeliharaan 40 hari

Ukuran tebar (cm) Survival Rate (%)

5-7 53.33

12-14 60,42

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa semakin besar ukuran tebar maka derajat kelulushidupan ikan yang dipelihara dalam media budikdamber akan semakin tinggi. Namun SR yang dihasilkan masih rendah yaitu <70%, factor yang mempengaruhi rendahnya SR ini adalah karena ikan yang dipelihara dengan sistem budikdamber ini dapat ditangkap oleh kucing, dan waktu musim hujan ikan lele masih dapat keluar dari media.

Menurut Wicaksana (2015) kelulushidupan ikan lele di kolam akuaponik lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional tanpa akuaponik. Kualitas air memegang peranan penting terutama dalam kegiatan budidaya. Penurunan mutu air dapat mengakibatkan kematian, pertumbuhan terhambat, timbulnya hama penyakit, dan pengurangan rasio konversi pakan.

Menurut Saptarini P. (2010) kolam pembesaran ikan mas dengan sistem akuaponik lebih baik dibandingkan dengan sistem konvensional. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya sistem resirkulasi, sehingga memicu laju dekomposisi dan nitrifikasi. Tinggi/rendahnya kadar amonia dan kualitas air kolam sangat mempengaruhi ukuran ikan produksi dan tingkat kelangsungan hidup ikan. Begitu pula dengan tingkat kelangsungan hidup ikannya. Selain kadar amonia, oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembesaran ikan.

Yumina-Bumina adalah teknik budidaya yang memadukan antara ikan dan sayuran serta buah-buahan. Pada budidaya Yumina-Bumina dikenal empat sistem, yaitu: rakit, aliran atas, aliran bawah serta pasang surut. Pada sistem aliran atas ini distribusi air dilakukan lewat atas ke setiap wadah media tanam sehingga nutrisi yang berasal dari limbah budidaya dapat tersebar merata ke setiap batang tanaman. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem aliran atas pada budidaya Yumina dan Bumina terhadap peningkatan produksi ikan, sayuran dan buah. Untuk membuat sistem aliran atas diperlukan bahan seperti: bak ikan, wadah media tanam, saluran air, pompa air, media tanam (batu apung), ikan (lele) dan tanaman (kangkung, pakcoy, tomat dan terong ungu) (Supendi, 2015).

Kebutuhan pangan di wilayah perkotaan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduknya. Sedangkan produksi hasil pertanian semakin rendah karena lahan pertanian yang semakin sempit, makin sedikitnya tenaga kerja di bidang pertanian, dan tingginya biaya produksi dengan output rendah. Pemanfaatan lahan terbatas terutama pekarangan rumah terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan

(7)

pangan keluarga. Model akuaponik mini ini mengintegrasikan budidaya ikan dan sayuran sekaligus pada lahan yang terbatas. Teknologi vertiminaponik lebih menguntungkan dibandingkan dengan teknik budidaya konvensional (Rokhmah, 2014).

Budidaya ikan sistem akuaponik pada prinsipnya menghemat penggunaan lahan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan hara dari sisa pakan dan metabolisme ikan. Sistem ini merupakan budidaya ikan yang ramah lingkungan. (Setijaningsih, 2015)

KESIMPULAN

Sistem budidaya ikan lele di media ember 60 liter dapat dijadikan solusi budidaya ikan khususnya di lahan yang sempit. Pemeliharaan selama 42 hari menghasilkan SR ikan lele 41 – 70%, panen ikan sebanyak 2440 gr (71,76 gr/ekor), dan panen kangkung yang dihasilkan sebanyak 42 ikat. Namun, hasil tersebut masih perlu dioptimalkan dengan mendesain kembali wadah budidaya agar dapat menghindari kematian akibat predator dan ikan yang lompat keluar wadah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Politeknik Negeri Lampung dengan pendanaan DIPA Tahun Anggaran 2018, No : 2213.11/PL15.8/PP/2018.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Auburn University. 4th Printing. Internasional Centre for Aquaculture Experiment Station, Auburn.

BSN. 2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinusx C. Fuscus) Kelas Benih Sebar. SNI : 01-6484.2-2000

BSN. 2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x C. Fuscus) Kelas Benih Sebar. SNI : 01-6484.2-2000

Elpawati, Dianna Rossyta Pratiwi, Nani Radiastuti. 2015. Apklikasi Effective Microorganism 10 (EM10) Untuk Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var. Sangkuriang) Di kolam Budidaya Lele Jombang. Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor1, April 2015. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kordi M. Ghufran H. 2010. Budidaya Ikan Lele Di Kolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta

Lies Setijaningsih dan Chairulwan Umar. 2015. Pengaruh Lama Retensi Air Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Pada Budidaya Sistem Akuaponik dengan Tanaman Kangkung. Berita Biologi, Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. ISSN 0126-1754 636/AU3/P2MI-LIPI/07/2015 Volume 14 Nomor 35.

Nadya Adharani1*, Kadarwan Soewardi2, Agung Dhamar Syakti3, Sigid Hariyadi2. 2016. Manajemen Kualitas Air Dengan Teknologi Bioflok: Studi Kasus Pemeliharaan Ikan Lele (Clarias Sp.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2016 Vol. 21 (1): 35-40 ISSN 0853-4217

Nofi A. Rokhmah, Chery Soraya Ammatillah, dan Yudi Sastro. 2014. Mini Akuaponik untuk Lahan Sempit di Perkotaan. Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 14. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta

Ongky Wijaya, Boedi Setya Rahardja dan Prayogo. 2014. Pengaruh Padat Tebar Ikan Lele Terhadap Laju Pertumbuhan dan Survival Rate pada Sistem Akuaponik. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1, April 2014. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

(8)

136 Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian VII Polinela 2018

Peni Saptarini. 2010. Efektifitas Teknologi Akuponik dengan Kangkung Darat (Ipomoea reptans) Terhadap Penurunan Amonia pada Pembesaran Ikan Mas. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Ristiawan Agung Nugroho, Lilik Teguh Pambudi , Diana Chilmawati dan Alfabetian Herjuno Condro Haditomo. 2012. Aplikasi teknologi Aquaponik pada Budidaya Ikan Air Tawar Untuk optimalisasi Kapasisras Produksi. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 8. No. 1, 2012 46. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

Satria Nawa Wicaksana, Sri Hastuti, Endang Arini. 2015. Performa Produksi Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus) yang dipelihara dengan Sistem Biofilter Akuaponik dan Konvensional. Journal of

Aquaculture Management and Technology Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 109-116. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.

Shafrudin. D. 2006. Pengaruh kepadatan benih ikan lele dumbo terhadap produksi pada sistem budidaya dengan pengendalian nitrogen melalui penambahan tepung terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol 5(2):137-147.

Stickney, R. R. 1993. Principal of warmwater aquaculture. John Wiley and Sons Publisher. New York Sri Hastuti dan Subandiyono. 2014. Performa Produksi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus, Burch) yang

dipelihara dengan Teknologi Biofloc. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 10 No.1 : 37-42, Agustus 2014. Supendi, M. Rizki Maulana dan Samsul Fajar. 2015. Teknik Budidaya Yumina-Bumina sistem Aliran Atas

di Bak Terpal. Bul. Tek. Lit. Akuakultur Vol. 13 No. 1 Tahun 2015: 5-9Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor.

Supendi dan Muhammad Rizki Maulana. 2015.Teknik Pembesaran Ikan Lele dengan sistem akuaponik. Bul. Tek. Lit. Akuakultur Vol. 13 No. 2 Tahun 2015: 101-106Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar. Sempur Bogor

Taufiq Yunus, Hasim, Rully Tuiyo. 2014. Pengaruh Padat Penebaran Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo. Nike Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 2, Nomor 3, September 2014. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA