Mengamalkan ajaran ahlussunnah wal jamaah berarti mengamalkan islam yang

Jakarta -

Ahlussunnah wal Jamaah atau aswaja merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Siapa ulama pelopor aswaja?

Dikutip dari buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah oleh Subaidi, secara terminologis, Ahlussunnah wal Jamaah berasal dari tiga kata, yaitu:

1. Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut, komunitas.

2. Sunnah yang artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yakni semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, ucapan, dan pengakuan Nabi Muhammad SAW.

3. Al-Jamaah yang artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin, yakni Khalifah Abu Bakar ra., Umar bin Khattab ra., Utsman bin Affan ra., dan Ali bin Abi Thalib ra.

Dari ketiga kata tersebut, disimpulkan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan yang mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada zaman pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

Menurut Syekh Hasyim Asy'ari dalam Zidayat Ta'liyat, Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-Fiqrah an-Najiyah). Saat ini, kelompok tersebut terhimpun dalam mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan Hambali.

Dikutip dari buku Intisari Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah oleh AA. Hamid al-Atsari, Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, imam Ahlus Sunnah berkata:

"Pokok sunnah menurut kami (Ahlussunnah wal Jamaah) adalah berpegang teguh pada apa yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW dan mengikuti mereka serta meninggalkan bid'ah. Segala bid'ah itu adalah sesat." (Lihat al Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah dan Imam as-Suyuthi al-Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida')

Aswaja sebagai mazhab atau paham dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Imam Al Ghazali mengatakan, "Jika disebutkan Ahlussunnah wal Jamaah maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy'ari dan Al-Maturidi."

Aliran Ahlussunnah wal Jamaah pada bidang akidah atau ubudiyah berkembang menjadi berbagai bidang, seperti syariah atau fiqih dan tasawuf. Dalam bidang akidah mengacu pada Imam Asy'ari dan Imam Maturidi. Sedangkan, dalam fiqih atau hukum Islam mengacu pada salah satu empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali yang berlandaskan Al Quran, hadits, ijma dan qiyas.

Sahabat hikmah, itulah penjelasan dan pelopor aswaja. Semoga penjelasan di atas dapat menambah ilmu dan pengetahuan Sahabat Hikmah!

Simak juga 'Bacakan Zikir dan Doa Kebangsaan, Menag Perkenalkan 5M + 1D':

(kri/nwy)

Jakarta -

Di dalam kalangan umat Islam dikenal istilah ahlussunnah wal jamaah atau aswaja. Aswaja juga kerap kali dikaitkan dengan sunnah Rasulullah. Sebenarnya apa itu aswaja atau ahlussunnah wal jamaah?

Menurut buku yang bertajuk Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama'ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara karya Subaidi, terminologi ahlussunnah wal jamaah tersusun dari tiga kata dasar dalam bahasa Arab. Tiga kata itu di antaranya:

1. Ahlun, artinya keluarga, golongan atau pengikut, dan komunitas;

2. Sunnah, artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Artinya kata sunnah dalam aswaja berarti semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, ucapan, maupun pengakuan Nabi Muhammad SAW;

3. Al Jama'ah, artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa khulafaur rasyidin yakni, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Berdasarkan penjelasan kata penyusun di atas, istilah ahlussunnah wal jamaah memang erat kaitannya dengan sunnah Rasulullah SAW. Masih melansir dari buku yang sama, arti sunnah menurut istilah adalah suatu nama untuk cara yang diridhai dalam agama dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW atau kalangan sahabat Rasulullah SAW.

Hal ini dilandasi dari salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

Artinya: "Ikutilah sunnah teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa'ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian," (HR. Abu Daud).

Mujtahid Imam Hambali juga ikut berpendapat bahwa kata sunnah dalam istilah aswaja berarti segala sesuatu yang diperbuat, disabdakan, dan ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Sementara itu, jama'ah adalah ketentuan agama yang telah disepakati (ijma') para sahabat Rasulullah SAW pada zaman khulafaur rasyidin.

Adapun ahlussunnah wal jamaah adalah komunitas atau sekelompok orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, baik secara aspek akidah, agama, amal-amal lahirian, ataupun akhlak hati.

Untuk secara spesifiknya, paham ahlussunnah wal jamaah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang pemahaman fikihnya mengikuti ajaran-ajaran salah satu empat mazhab. Salah satunya adalah Imam Syafi'i. Kemudian dalam hal akidah dan teologi mengikuti ajaran Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari dan Imam Mansur Al Maturidi.

Sementara itu, pemahaman tasawuf bagi paham ahlussunnah wal jamaah mengikuti ajaran Imam Al Ghazali dan Imam Al Junaidi Al Baghdadi.

Bisa dipahami pula bahwa ahlussunnah wal jamaah bukanlah suatu aliran baru. Melainkan agama Islam yang sesuai dengan ajaran sunnah Nabi Muhammad berikut amalan yang dikerjakan oleh sahabatnya.

(erd/erd)

Singkawang, NU Online
Ahlussunah wal Jama’ah (Aswaja) merupakan falsafah hidup yang membentuk sistem keyakinan, metode pemikiran dan tata nilai. Dengan cakupan itu, Aswaja menjadi sangat luas dan menyeluruh, sehingga bisa disebut way of life (cara hidup) sebagaimana Islam itu sendiri.

Hal tersebut disampaikan Irma Suryani saat pembukaan Sekolah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Kegiatan dipusatkan di aula Dinas Pendidikan Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Ahad (21/7). Kegiatan mengambil tema Membumikan Tradisi, Menumbuhkan Generasi Cinta Agama dan NKRI.
 

Menurut Ketua Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Singkawang tersebut Sekolah Aswaja merupakan bukti bahwa PMII tidak meninggalkan prinsip Ahlussunah wal Jama’ah yang dianut Nahdlatul Ulama.

Sekolah Aswaja menyajikan lima materi kepada peserta, yaitu Islam Nusantara, sejarah dan perkembangan Aswaja, Aswaja dalam bidang fiqih, Aswaja dalam bidang tasawuf, serta Aswaja sebagai manhajul fikr dan manhajul harakah.

Irma Suryani mengatakan, mengamalkan ajaran Aswaja tidak hanya diniati sebagai ajaran agama, tetapi sekaligus juga dipahami sebagai tradisi dan budaya.

Menurutnya, para ulama ketika menyiarkan Islam melalui sarana tradisi dan budaya setempat, sehingga agama yang diajarkan bisa diterima di kalangan masyarakat setempat dan diresapi sebagai sarana hidup. “Ketika agama diletakkan dalam ranah tradisi, maka akan menjadi kokoh. Selama tradisi tersebut tidak bertentangan ajaran agama Islam," terangnya.
 

Sebagai contoh tahlilan bagi orang meninggal, yang artinya melakukan amalan untuk mendoakan arwah. Walaupun di kalangan Islam modernis menganggap itu bid’ah.

“Tetapi orang awam masih merasa harus menjalankan amalan tersebut. Karena ajaran itu juga sudah ada sejak lama dan menjadi tradisi sejak zaman dulu," timpalnya.

Untuk itu, lanjut Irma, sebagai generasi muda harus selalu menjaga tradisi agar tetap utuh dan tetap ada. Selama tradisi itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak menjerumuskan ke ajaran yang menyesatkan.
 

Menurut Irma, keberagaman harus terjaga agar NKRI tetap tegak di bumi pertiwi. “Menjaga keutuhan NKRI merupakan kewajiban setiap warga Indonesia termasuk para generasi muda,” ungkapnya.
 

Sebagai generasi muda juga harus menyadari isu pihak yang ingin merongrong NKRI dengan mengatas namakan agama. “Kita sebagai warga Indonesia harus mencintai negara kita dengan berbagai keragaman budaya adat istiadat, agama, etnis yang ada,” ungkapnya. 
 

Dirinya mengingatkan jangan sampai terpengaruh oleh paham radikal yang sedang berkembang. Islam Indonesia merangkul, bukan saling membunuh, Islam yang ramah bukan marah dan Islam moderat bukan menjerat.  

“Kita sebagai generasi muda harus mencintai agama kita dan menjadi garda terdepan untuk menjaga keutuhan NKRI. Indonesia adalah negara kesatuan. Jangan sampai kita terpecah belah oleh paham radikal yang ingin menghancurkan keutahan negara kita," tutupnya.
 

Sekolah Aswaja dihadiri Majelis Pembina Cabang (Mabincab) Kota Singkawang, alumni PMII, pengasuh pesantren, dan pengurus remaja masjid. (Ibnu Nawawi)
 

Brebes, NU Online Mengikuti jamaah NU, sama halnya mengamalkan ajaran Islam. Pasalnya disetiap kegiatan NU merupakan amalan nyata beribadah kita kepada Allah SWT. "Seluruh aktivitas NU dan nevennya mendasari pada Islam ala ahlussunnah wal jamaah," ujar Ketua PC GP Ansor Kab Brebes  Agus Mudrik Khaelani Al Khafid pada pengajian rutin Dwi Wulan Muslimat NU, Fatayat NU dan Ansor se Ancab Banjarharjo di Desa Cihaur Banjarharjo Brebes Ahad (9/5)<> Menurutnya, ikut NU dikategorikan  berjuang di jalan Allah. Untuk itu, jangan ragu dan malu ikut NU. "Jangan malu kita sebagai orang NU. NU sangat besar, sudah mendunia" terangnya. Dia berharap, Nahdliyin (Warga NU) memiliki kebanggaan pada organisasinya. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan tidak malu-malu mengenakan berbagai atribut NU. “NU itu sudah mendunia, terbukti lebih dari 15 Pengurus Cabang Istimewa  NU berada di berbagai negara belahan dunia,” tutur Gus Mudrik.

Namun demikian, kebesaran NU perlu dibarengi dengan kebersamaan. Saiyeg saeko proyo. Dia sadar, kalau NU menjadi sasaran empuk dari berbagai kepentingan sehingga perlu sekali Nahdliyin mewaspadai berbagai tipu daya yang di mainkan oleh orang-orang diluar NU. “NU senantiasa menjadi sasaran empuk dari berbagai kepentingan, untuk kepentingan sesaat mereka,” ujarnya.

Dia mencontohkan, bila barisan bebek saja kalau menyeberang di jalan besar kendaraan mau berhenti. Apalagi kalau NU bersatu. Apa pun bisa di mainkan dengan cantik dan rapi. Termasuk menjadi pemimpin masa depan. Berdasarkan pengalaman, Kader NU gagal dalam pendistribusian ke ruang legislatif maupun eksekutif dikarenakan tidak mendapat dukungan dari Nahdliyin. Artinya, tidak ada persatuan alias solidaritas dari Nahdliyin. Sehingga dari tercerai berainya Nahdliyin menjadikan kita lemah. “Sesuatu organisasi apapun, tidak akan memiliki kekuatan kalau tidak ada jamaahnya,” papar Gus Mudrik. Apabila Brebes ingin maju, tambahnya, maka jamaah NU harus kompak. “Saatnya Brebes ke depan dipimpin oleh Kader NU,” tandasnya. Sementara Ketua MWC NU Banjarharjo, mengingatkan pentingnya mencari ilmu agama. Pasalnya banyak yang berpandangan keliru, kalau ilmu agama itu untuk kepentingan akherat saja. Padahal, ilmu agama menyangkut kepentingan dunia akherat. Dalam kesempatan tersebut, tausiyah di berikan oleh Mubaligh muda Nok Jamilah dari Kuningan Jawa Barat. Karena mayoritas warga Kecamatan Banjarharjo menggunakan bahasa Ibu berupa bahasa Sunda, maka tausiyahpun diantarkan dalam bahasa Sunda.

Non Jamilah berpesan, agar Nahdliyin dalam gerak langkah perjuangannya berbekal pada kemampuan untuk memiliki ilmu, iman dan ikhlas. “Pesan Ketua Tanfidziyah NU KH Said Aqil Siradj meminta agar kita melandasi gerak langkah berorganisasinya dengan berilmu, beriman dan ikhlas,” tutur Nok Jamilah.  (was)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA