Mengapa BPR tidak boleh melakukan usaha valuta asing?

Jakarta – Perbedaan Bank Umum dan BPR menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 Pasal 1, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dapat diketahui bahwa bank mempunyai fungsi intermediasi. Berdasarkan UU yang sama, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melakasanakan kegiatan usahanya.

Berdasarkan UU No. 14 tahun 1967 pasal 3, bank umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. Sedangkan berdasarkan UU Perbankan No. 7 tahun 1992, bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Pengertian terkini Bank Umum menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 Pasal 1 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Mengacu pada UU perbankan yang sama yaitu UU Perbankan No. tahun 1998 pasal 1, BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat atau BPR segmentasi pasarnya lebih kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mempunyai peran yaitu melakukan penghimpunan dana dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu serta menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit yang bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat kecil.

Sedangkan salah satu peran Bank Umum yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkannya dalam bentuk kredit.

Perbedaan Kegiatan Usaha Bank umum dan BPR

1. Kegiatan Usaha Bank Umum

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menerbitkan surat pengakuan utang.
  • Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
  • Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
  • Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
  • Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
  • Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
  • Obligasi.
  • Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
  • Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
  • Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
  • Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
  • Tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
  • Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.

 Selain itu Bank Umum dapat pula :           

  • Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
  • Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
  • Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
  • Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

2. Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Atau BPR

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

3. Usaha Yang Tidak Boleh Dilakukan Bank Perkreditan Rakyat Atau BPR

Ada kegiatan usaha yang boleh dilakukan Bank Umum tetapi untuk Bank Perkreditan Rakyat atau BPR tidak diperbolehkan. Kegiatan yang tidak diperbolehkan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu :

  • Menerima simpanan berupa giro
  • Melakukan usaha asuransi
  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
  • Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concernt terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam usaha BPR.

4. Alokasi Kredit BPR

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:

  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

#BankBahtera#BprBahtera

#BankPerkreditanRaykat

__________________________
#BPR #KreditMobil #Deposito #Tabungan #investasi #Kredit #KreditMultiguna perbedaan bank umum dan bpr #KreditCepat #KreditRumah #KreditMotor #Pinjaman #ModalUsaha #Modal #Banking #Bisnis #Indonesia #Jakarta #Ayonabung #BPR #OJK #SLIK #BI



JAKARTA. Revisi Undang Undang Perbankan membawa angin segar bagi industri bank perkreditan rakyat (BPR). Draf RUU inisiatif DPR RI itu membuka peluang bagi BPR menambah produk dan layanan baru. Penambahan kewenangan baru itu diharapkan meningkatkan daya saing BPR dalam menghadapi ketatnya persaingan industri perbankan. Tapi, sisi buruknya, aktivitas anyar itu bisa menjauhkan BPR dari cita-citanya sebagai bank komunitas. Penambahan kegiatan usaha BPR di antaranya, penempatan dana di BPR lain, baik berbentuk deposito maupun tabungan. Pada UU perbankan lama, BPR hanya boleh menempatkan dana di bank umum. Ketentuan baru ini bisa dibilang akan memudahkan penyediaan likuiditas antara sesama BPR. BPR juga diperbolehkan melayani penukaran mata uang asing (valas). Namun, untuk kegiatan usaha dalam valas, seperti kredit valas dan sejenisnya, tetap tidak diperbolehkan. Hal menonjol lain adalah keikutsertaan BPR dalam sistem kliring nasional, meski melalui bank pembangunan daerah (BPD). Ini sebuah lompatan besar yang bisa menaikkan image BPR di mata para nasabah. Layanan yang sedang diujicobakan (pilot project) di Jawa Timur itu diharapkan memudahkan nasabah BPR bertransaksi. RUU perbankan ini juga menegaskan aturan main tentang fungsi bank pengayom atau apex bank bagi BPR. Direktur Kredit, BPR dan UMKM BPR Bank Indonesia (BI) Zainal Abidin, mengatakan DPR sudah melibatkan BI dalam membahas penambahan dan larangan usaha bagi BPR. "BI menilai, BPR perlu memiliki penambahan usaha agar jangan sampai nasabah mereka lari ke bank umum lain," kata Zainal, Minggu (22/7). Penambahan kewenangan yang bakal berdampak signifikan bagi BPR, salah satunya layanan transaksi dan pembayaran. Maklum, selama ini nasabah BPR tidak dapat melakukan transaksi kepada nasabah bank umum, karena kondisi likuiditas mereka. "Namun, perlu persyaratan dan izin khusus bagi BPR yang ingin menambah kegiatan usahanya," tambah Zainal. Syaratnya antara lain kesiapan infrastruktur, tingkat kesehatan bank, kondisi non-performing loan (NPL), kecukupan likuiditas dan kompetensi direksi.Satriyo Yudiarto, Komisaris Utama BPR Surya Yudha Rejasa, mengatakan penambahan produk bagi BPR akan meningkatkan sumber dana pihak ketiga (DPK) dan aset BPR. "BPR memang memerlukan usaha penukaran uang asing," katanya. Ia mencontohkan pengalaman BPR Surya Yudha di Banjarnegara. Seringkali wisatawan asing yang berwisata ke Dieng, Banjarnegara, kesulitan menukarkan dollar AS ke rupiah. Maklum, tidak banyak bank umum beroperasi di sana. "Ini ada potensi perolehan komisi atau fee untuk BPR," tambahnya. Informasi saja, hingga Mei 2012 BPR mengumpulkan DPK senilai Rp 27,5 triliun atau tumbuh 17% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan aset BPR meningkat 18% menjadi Rp 58,9 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Asnil Amri


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA