Mengapa Pancasila tidak dapat diubah menjadi Trisila atau Ekasila

Jumat, 3 Juli 2020 | 14:24 WIB
Oleh : Arnold H Sianturi / FMB

Pengunjung melihat monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, Minggu (24/9/2017). Monumen Pancasila Sakti dibangun pada 1967 untuk mengenang kekejaman Partai Komunis Indonesia yang menculik dan membunuh tujuh jenderal TNI Angkatan Darat waktu itu. BeritaSatu Photo/Mohammad Defrizal

Medan, Beritasatu.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan, pemerintah memiliki dua alasan untuk tidak akan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang digodok DPR.

"Alasan pertama, pemerintah tidak setuju bila TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tidak dicantumkan. Kedua, pemerintah tidak memberikan persetujuan jika Pancasila diperas menjadi Trisila," ujar Mahfud MD di Grand Aston Hotel Medan, Kamis (2/7/2020) malam.

Mahfud menyampaikan penegasan itu dalam acara silaturahmi dengan tokoh masyarakat dan agama. Pemerintah mempunyai pertimbangan matang untuk tidak menyetujui RUU HIP tersebut. Berbagai elemen juga banyak melakukan penolakan.

Hadir dalam acara silaturahmi itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah, Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Irwansyah.

Mahfud mengatakan, TAP MPRS Nomor 25 adalah suatu ketetapan yang mengatakan bahwa paham komunisme di Indonesia itu dilarang dan dibubarkan. Ajaran marxisme, dan leninisme juga dilarang di Indonesia.

"Kita tidak setuju kalau itu tidak dimasukkan karena itu memang yang menjadi penolakan masyarakat. Trisila diperas lagi menjadi ekasila. Apakah ada konsep trisila, ekasila, tetapi itu sejarah, bukan norma. Pemerintah tidak menyetujui," katanya.

Menurutnya, jika Pancasila diperas menjadi Trisila akan memberikan peluang munculnya komunisme, marxisme dan leninisme. Karena itu, Pancasila sudah dikunci, dan pemerintah sudah memberikan pengertian terhadap DPR atas persoalan RUU HIP tersebut.

"Pemerintah sudah mengembalikan RUU itu ke DPR. Pemerintah menunda untuk membahas RUU HIP tersebut, untuk mendapatkan masukan dari masyarakat dan agar didiskusikan lagi. RUU HIP sudah menimbulkan menuai pro dan kontra masyarakat di berbagai daerah," sebutnya.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: BeritaSatu.com



By: Dr. M. Kapitra Ampera, SH., MH.

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN| Beberapa waktu yang lalu, sekelompok orang menjadikan isu Pancasila sebagai propaganda untuk mendiskreditkan serta menjatuhkan kredibilitas pemerintah dengan tudingan pemerintah ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Pemberitaan hoax ini hangat, ketika DPR RI mengajukan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila untuk dibahas, dimana pada RUU tersebut terdapat beberapa pasal yang dinilai kontroversi dan multitafsir. Sehingga, rencana pembahasan RUU tersebut dianggap kelompok tertentu sebagai upaya untuk merubah Pancasila.   

Pancasila disebut Soekarno sebagai philosopische grondslag  atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan Staat Fundamental norm yaitu sumber dari semua sumber hukum nasional, yang berada diatas Konstitusi/UUD 1945. Menurut Hans Kelsen, tatanan hukum tertinggi berpuncak pada grandnorm (norma dasar). Norma tersebut merupakan pengikat dan acuan norma-norma dibawahnya. Norma dasar merupakan suatu yang dikehendaki dan bersumber dari rakyat melalui para pendiri bangsa, yang oleh karena merupakan perumusan dari keinginan bersama, maka grandnorm tidak dapat berubah-ubah. Maka, dalam hal ini Pancasila sebagai sumber hukum, dan sumber tata nilai kehidupan berbangsa adalah bersifat tetap dan tidak dapat diubah.

Negara Indonesia pada dasarnya tidak memberi ruang untuk dapat diubahnya Pancasila, dan tidak ada mekanisme apapun untuk merubah pancasila. Adapun ketentuan Pasal 37 Undang-undang Dasar 1945 adalah mengatur mekanisme terhadap perubahan pasal-pasal pada Undang-Undang Dasar 1945, yang mana dalam sejarah Indonesia, amandemen telah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.   Namun, Kedudukan Pancasila berada diatas UUD 1945. Pancasila bersifat matalegal, extralegal notion, bukan bagian dari produk hukum yang dapat dirubah/diamandemen.

Ditegaskan kembali sejarah dilakukannya Amandemen terhadap UUD 1945, adalah dengan kesepakatan, diantaranya tidak mengubah Pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar 1945 (yang didalamnya memuat butir-butir Pancasila pada Alinea keempat), dan tidak m engubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Timbulnya opini tentang upaya Pemerintah bersama Legislatif untuk merubah dasar negara Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Haluan Ideologi Pancasila, sudah terlanjur menjadi Persepsi ditengah masyarakat. Terdapat ketentuan pasal-pasal pada RUU yang mengandung kontroversi, apakah itu memandang sebagai upaya untuk merubah pancasila, atau memandang pada upaya untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila. Kendati demikian, animo masyarakat begitu tinggi menolak pembahasan RUU tersebut, sehingga Pemerintah dan DPR mendengar suara rakyat dan memutuskan untuk menghentikan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila. 

Namun, perlu ditekankan apapun persepsi maupun opini yang dibangun berkaitan dengan upaya merubah Pancasila, merupakan suatu hal yang mustahil. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, tidak ada ruang maupun mekanisme untuk merubah Pancasila sebagai pandangan hidup, sumber dasar hukum, dan cita-cita moral bangsa Indonesia.  Disamping itu Masyarakat, TNI, dan Polri tidak akan pernah setuju jika Pancasila dirubah. TNI dan Polri tentu akan bertindak tegas bilamana terdapat upaya merubah Pancasila, oleh karena penggantian Pancasila merupakan Tindak Pidana Makar, dan menghancurkan Kedaulatan Negara. (Dr.K/a)

Lihat Foto

KOMPAS/TOTO SIHONO

Ilustrasi Pancasila.

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menuai polemik di masyarakat.

Pasalnya, di dalam draf RUU tersebut memuat klausul Trisila dan Ekasila di dalam salah satu pasalnya.

Apa sebenarnya maksud dari kedua hal itu?

Dilansir dari draf RUU, konsep Trisila dan Ekasila tertuang di dalam Pasal 7.

Pasal tersebut memuat tiga ayat yang isinya sebagai berikut:

1. Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

2. Ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

3. Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristailisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan, memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.

Sebagai sebuah norma fundamental, imbuh dia, Pancasila harus dilihat di dalam satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan, urutannya pun tidak boleh diubah.

Lihat Foto

DOK KOMPAS/HANDINING

Ilustrasi Pancasila

KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir, pemberitaan Tanah Air tengah diramaikan dengan isu Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Di dalam Pasal 7 draf RUU tersebut tertulis adanya konsep Trisila sebagai ciri pokok Pancasila, dan Ekasila sebagai bentuk kristalisasi Trisila.

Hal ini yang kemudian mendatangkan kontroversi, karena dianggap mengubah Pancasila sekaligus nilai-nilai di dalamnya.

Berikut ini bunyi Pasal 7 ayat (2) RUU HIP:

(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Lalu, apa sebenarnya Trisila dan Ekasila itu?

Baca juga: PDI-P Usul Nama RUU HIP Diubah Jadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila

Konsep Trisila dan Ekasila

Merunut sejarah pembentukan Pancasila di masa menjelang kemerdekaan Indonesia 1945, konsep Trisila dan Ekasila disampaikan oleh Presiden Soekarno sebagai alternatif Pancasila yang ditawarkannya.

Saat itu, lima dasar negara yang disampaikan Soekarno dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945 adalah:

1. Kebangsaan Indonesia2. Internasionalisme atau perikemanusiaan3. Mufakat atau demokrasi4. Kesejahteraan sosial

5. Ketuhanan yang Maha Esa

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA