Bisnis.com, JAKARTA—Sebanyak 18 kapal perikanan ditangkap karena melakukan kegiatan ilegal di perairan Indonesia dalam 3 bulan pertama tahun ini. Pengawasan dinilai perlu diperketat karena stok ikan negara tetangga kian menipis. Sejak Januari hingga Maret 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangkap 14 kapal ikan asing (KIA) dan 4 kapal perikanan Indonesia. Dari sejumlah KIA yang ditangkap terdiri atas tujuh kapal berbendera Vietnam dan tujuh kapal berbendera Malaysia. Sementara itu, dua unit kapal perikanan asing yang kedapatan memasuki wilayah perairan Indonesia (KIA) kembali diamankan pada Jumat (15/3). Dua kapal berbendera Vietnam tersebut diamankan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 711 Laut Natuna Utara oleh Kapal Pengawas Perikanan KP. Orca 01 dan KP. Hiu 11. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai ada sejumlah hal yang menyebabkan semakin seringnya kapal penangkap ikan asing memasuki wilayah perairan Indonesia akhir akhir ini. Salah satunya adalah merosotnya sumber stok sumber daya ikan di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. "Tak pelak, hal ini mendorong kapal-kapal penangkap ikan mereka memasuki perairan Indonesia," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (15/3/2019). Sementara itu, di saat yang sama, potensi perikanan sejumlah daerah penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE) Indonesia saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Abdul longgarnya wilayah perairan di ZEE Indonesia ini lantaran banyaknya armada kapal penangkapan ikan dalam negeri yang diparkir di pinggir pangkalan pendaratan ikan lantaran perizinan yang belum tuntas. Selain itu adanya back-up militer di dalam setiap operasional kapal penangkap ikan negara tetangga pun menjadi alasan lain yang membuat kapal ikan asing semakin berani. Di sisi lain, jumlah hari pengawasan di ZEE Indonesia pun dinilainya masih minim "Saat negara tetangga mengalami kekurangan stok ikan dan adanya desakan penerapan sustainable fisheries practices akibat pelanggaran yang pernah mereka lakukan, maka pilihan kebijakan yang bisa dilakukan adalah mendorong kapal penangkap ikan mereka masuk ke ZEE Indonesia yang notabene masih longgar akibat pelbagai regulasi dan pelarangan di dalam negeri," ujarnya. Menurutnya, ada sejumlah langkah yang bisa ditempuh oleh Indonesia untuk mengatasi hal ini. Salah satunya adalah dengan membangun kesepakatan yang mengikat secara hukum dengan negara-negara tetangga berkaitan dengan praktik pencurian ikan di masing-masing perairan melalui Asean. "Bagaimana sanksinya? Indonesia bisa memboikot produk-produk asal negara tersebut hingga terbukti konkret adanya perubahan yang dilakukan oleh negara asal kapal pencuri," ujarnya. Di dalam kesepakatan bilateral atau multilateral melalui Asean tersebut menurutnya penting dimasukkan klausul perdagangan ikan antar kedua negara. Salah satu bentuknya adalah kekurangan stok ikan bakal dipenuhi oleh negara yang memiliki kelebihan pasokan. Sementara itu, di dalam negeri, pengawasan di laut perlu ditingkatkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak Video Pilihan di Bawah Ini :
Tindakan illegal fishing yang masih sering terjadi menandakan bahwa lemahnya kebijakan yang mengatur masalah illegal fishing. Kebijakan maritim dalam mengawasi wilayah perairan Indonesia belum berjalan secara optimal, sehingga laut Indonesia masih saja dikuasai oleh para nelayan asing. Terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan maraknya praktek IUU fishing di Indonesia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
Pusat data KIARA (Agustus 2014) mencatat sedikitnya terdapat tiga faktor yang menyebabkan masing tingginya kasus pencurian ikan di Tanah Air.24 Faktor pertama, pengawasan laut yang masih terpecah belah dan tak terkoordinasi dengan baik di sejumlah kementerian/lembaga negara. Faktor kedua, kebijakan perikanan di dalam negeri yang memperbolehkan kapal asing ikut memanfaatkan sumber daya ikan nasional. Faktor ketiga, dukungan anggaran yang minim untuk melakukan pengawasan di seluruh laut Indonesia. anggaran itu tidak sebanding dengan luas wilayah laut Indonesia.
KOMPAS.com - Kabar adanya kapal asing pencuri ikan di wilayah perairan Indonesia terus bermunculan. Terbaru, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengunggah sebuah video melalui akun Twitter-nya yang menunjukkan kapal asing pencuri ikan berada di Perairan Natuna pada 20 Juni 2020. Baca juga: Natuna, Menteri Inggris dan Pandangan Ahli Geopolitik Jepang...
Baca juga: Beda Pandangan Susi, Edhy, hingga Jokowi soal Ekspor Benih Lobster... Hingga saat ini, unggahan tersebut telah dibagikan sebanyak 11 ribu kali dan disukai oleh 28,3 ribu warganet. Lantas, mengapa perairan Indonesia sering menjadi "ladang" bagi kapal asing pencuri ikan? Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, ada tiga alasan mengapa perairan Indonesia sering didatangi kapal pencuri ikan, khususnya di Natuna. Pertama, perairan Indonesia merupakan area lalu lalang jenis ikan yang berkualitas tinggi, seperti tuna. Di pihak lain, stok ikan di Vietnam menurun, sehingga mereka kerap terlihat sedang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. "Tidak mengherankan kalau kapal-kapal Vietnam sering nongkrong di perairan kita, sekali pun aktivitas penangkapan dan penenggelaman kapal oleh kementerian sebelumnya gencar dilakukan," kata Halim saat dihubungi Kompas.com, baru-baru ini. Baca juga: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Edhy Prabowo Disorot, Disebut Bahayakan Kedaulatan Pangan Pengawasan lautPesawat CN 235 bersiap diterbangkan menuju Perairan Tanjung Selatan untuk melakukan penyisiran melalui udara, Selasa (6/8/2019)Seperti diketahui, kapal asing berbendara Vietnam termasuk yang paling sering tertangkap oleh keamanan Indonesia. Kedua, Halim menyebut terlalu banyak instansi yang memiliki kewenangan serupa untuk menegakkan hukum dan menjaga kelautan laut. "Ada kepolisian, TNI AL, Bakamla. Di periode sebelumnya ada Satgas 115 yang bertanggung jawab untuk mengordinasikan seluruh kewenangan yang dimiliki masing-masing instansi terkait dengan pengawasan sumber daya kelautan di indonesia, fungsinya sama dengan Bakamla," jelas dia. Baca juga: Susi Sebut soal Kasus Benjina, Seperti Apa Kekejaman Perbudakan di Masa Itu? Sayangnya, fungsi koordinasi di antara instansi itu lemah, sehingga berimbas pada berkurangnya aktivitas pengawasan laut. "Negara-negara lain hanya punya satu coast guard aja untuk pengawasn laut, sehingga lebih fokus melakukan kegiatan," terang dia. Hal yang tak kalah berpengaruhnya adalah anggaran pengawasan yang tidak konsisten dari tahun ke tahun. Baca juga: Viral Video Jenazah ABK Indonesia Dilarung di Laut, Bagaimana Aturan Menurut ILO? Anggaran dikurangiTradisi suku laut Pulau Belitong sebagai simbol merawat laut dan keseimbangan atas hasil laut dan darat. Menurutnya, di tahun-tahun politik seringkali anggaran pengawasan dialihkan untuk kepentingan-kepentingan yang tak urgen. "Dalam hal ini misalnya konteks jelang Pemilu 2019 anggarannya justru dialihkan untuk bansos, sementara anggaran pengawasannya, baik di tingkat pusat maupun provinsi itu malah dikurangi," kata Halim. Padahal, kedua unsur tersebut merupakan syarat utama dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia. Dia pun mengingatkan pemerintah bahwa negara lain selalu memantau situasi Indonesia terkait kebijakan laut. "Jangan anggap negara lain itu tidak memantau situasi kita, mereka memantau terus terkait kebijakan laut indonesia," papar dia. Baca juga: Menyelisik Klaim China atas Laut Natuna... Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. |