Mengapa solidaritas yang berlebihan dapat memberikan efek buruk dalam hubungan sosial di masyarakat?

Ilustrasi mengobrol. ©Pixabay

Merdeka.com - Penting bagi Anda untuk mempelajari bentuk-bentuk hubungan sosial untuk dapat memahami penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan sosial adalah hal yang terhindarkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Karena sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan manusia lain untuk berinteraksi dan saling memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri.

Hubungan sosial adalah hal yang berkaitan dengan interaksi sosial di masyarakat secara umum. Pada masyarakat modern, hubungan antar masyarakat tercermin dari aktivitas individu dalam masyarakat.

Hubungan dalam masyarakat ini tentu melalui proses interaksi, di mana interaksi terjadi melalui dua hal yakni kontak sosial dan komunikasi. Bentuk-bentuk hubungan sosial pun terjadi dalam proses interaksi ini. Berikut penjelasan selengkapnya mengenai bentuk-bentuk hubungan sosial yang menarik untuk Anda ketahui.

2 dari 4 halaman

Dalam pemahamannya, bentuk-bentuk hubungan sosial dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk hubungan sosial dengan proses yang asosiatif dan disosiatif.

Menurut Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi: Suatu Pengantar, asosiatif didefinisikan sebagai hubungan masyarakat dalam bentuk penyatuan, sedangkan diasosiatif adalah interaksi sosial yang mengarah pada bentuk pemisahan dan terbagi.

Jadi, bentuk hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok.

Sementara, bentuk hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun.

Hubungan sosial asosiatif memiliki empat bentuk yaitu kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi, sedangkan hubungan disosiatif memiliki tiga bentuk yaitu, persaingan, kontravensi, dan pertentangan/perselisihan. Berikut uraiannya;

3 dari 4 halaman

Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk berikut ini;

1. Kerja sama

Bentuk-bentuk hubungan sosial asosiatif yang pertama adalah kerja sama. Kerja sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan masingmasing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi.

Kerja sama dapat terjalin semakin kuat jika dalam melakukan kerja sama tersebut terdapat kekuatan dari luar yang mengancam. Ancaman dari pihak luar ini akan menumbuhkan semangat yang lebih besar karena selain para pelaku kerja sama akan berusaha mempertahankan eksistensinya, mereka juga sekaligus berupaya mencapai tujuan bersama.

Kerja sama dapat dibedakan atas beberapa bentuk yakni kerukunan, bargaining (tawar-menawar), kooptasi (cooptation), koalisi (coalition), dan joint venture.

2. Akomodasi

Bentuk-bentuk hubungan sosial asosiatif yang kedua adalah akomodasi. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi antarindividu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku.

Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Sebagai suatu proses, akomodasi mempunyai beberapa bentuk.

Bentuk-bentuk akomodasi adalah koersi (coercion), kompromi (compromize), arbitrasi (arbitration), mediasi (mediation), konsiliasi (conciliation), toleransi (tolerance), stalemate, dan pengadilan (adjudication).

3. Asimilasi

Bentuk-bentuk hubungan sosial asosiatif yang ketiga adalah asimilasi. Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu lama.

Dengan demikian, lambat laun kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membeda-bedakan antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru. Proses ini ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang ada. Proses asimilasi bisa timbul jika ada:

  1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;
  2. orang perorangan sebagai anggota kelompok saling bergaul secara intensif, langsung, dan dalam jangka waktu yang lama;
  3. kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan.

Contohnya perkawinan antarsuku sehingga terjadi pembauran dari kebudayaan masing-masing individu sehingga muncul kebudayaan baru.

4. Akulturasi

Bentuk-bentuk hubungan sosial yang ke empat adalah akulturasi. Akulturasi adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Contohnya akulturasi antara budaya Hindu dan Islam yang tampak pada seni arsitektur masjid Kudus.

4 dari 4 halaman

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bentuk hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif. Jenis-jenisnya adalah sebagaimana berikut;

1. Persaingan

Bentuk-bentuk hubungan sosial disasosiatif yang pertama adalah persaingan. Persaingan adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam usahanya mencapai keuntungan tertentu tanpa adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku. Contohnya persaingan antarperusahaan telekomunikasi atau provider dalam menyediakan pelayanan tarif murah pulsa.

2. Kontravensi

Bentuk-bentuk hubungan sosial disasosiatif yang kedua adalah kontravensi. Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-unsur budaya kelompok lain.

Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, namun tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontravensi, misalnya berupa perbuatan menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan intimidasi. Contohnya demontrasi yang dilakukan elemen masyarakat untuk menghalangi atau menolak kenaikan BBM

3. Pertentangan/Perselisihan

Bentuk-bentuk hubungan sosial disasosiatif yang ketiga adalah pertentangan atau perselisihan. Pertentangan atau perselisihan adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok menantang pihak lawan dengan ancaman dan atau kekerasan untuk mencapai suatu tujuan.

Contohnya pertentangan antara golongan muda dengan golongan tua dalam menentukan waktu pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan RI pada tahun 1945

[edl]

Solidaritas sosial tumbuh di level individu dan masyarakat lokal sesuai kearifan lokal masing-masing. Dengan solidaritas sosial tersebut, masyarakat pada akhirnya rela untuk menaati iimbauan pemerintah dan menyumbangkan sebagian kemampuannya untuk menolong sesama demi kebaikan bersama.

Demikian beberapa butir kesimpulan dari Serial Diskusi bertajuk Bangkitnya Solidaritas Sosial di Tengah Covid-19. Diskusi yang diselenggarakan Fisipol UGM melalui media daring berlangsung hari Senin (13/4), dengan narasumber Dr. Arie Sudjito dan Fina Itriyati, M.A dan moderator Gilang Desti Parahita, S.IP., M.A. 

Terlepas dari sejauh mana efektifitas intervensi pemerintah dalam menghadapi krisis Covid-19, tumbuhnya solidaritas sosial di masyarakat ini berhubungan erat dengan karakter yang dimiliki masyarakat lokal. Meski begitu, intervensi pemerintah tetap diperlukan agar solidaritas sosial dapat berlangsung lebih panjang, sebab belum bisa diprediksi sampai kapan krisis ini akan berakhir.

Arie Sudjito berpendapat solidaritas sosial yang ditunjukan saat menghadapi pandemi Covid-19, antara lain inisiasi masyarakat di level komunitas untuk melakukan perlindungan diri, baik terkait soal kesehatan, keamanan dan kenyamanan yang bertajuk “lock down komunitas”. Mereka secara bersama melakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan, membagi masker, hand sanitizer, kampanye stay at home, isolasi keluarga dan lain-lain.

Belum lagi gerakan kemanusiaan berbasis sosial ekonomi, mulai dari charity sampai dengan jaminan sosial warga, berupa bantuan makanan, subsidi kelompok rentan, solidaritas pemotongan gaji dan lain-lain, dan kampanye literasi sosial diantaranya peduli sehat dan solidaritas membantu korban.

Arie mengakui persoalan pandemi Covid-19 bukan saja persoalan kesehatan, namun juga berdampak secara sosial. Disitu ada ketegangan, kecurigaan, ketidakpercayaan, juga persoalan kemerosotan ekonomi yang melahirkan kesenjangan sosial yang sangat berpotensi memunculkan konflik kekerasan, dan kriminalitas. Sementara sebagian masyarakat lain masih ada yang menerjemahkan physical and social distancing ini secara berlebihan sehingga memunculkan provokasi dan menciptakan eksklusi sosial hingga ada peristiwa penolakan pemakaman, penutupan akses dan tindakan yang kontraproduktif lainnya.

“Solidaritas sosial akibat Covid-19 ini secara spontan entah mereka melihat dari televisi dan media sosial lain yang kaitannya dengan perlindungan diri terkait kesehatan. Jadi, kalau di pemerintah membuat PSBB maka di tingkat lokal mereka membuat perlindungan diri, dengan bersih lingkungan memberikan hand sanitizer, tidak lagi menunggu. Penjahit-penjahit pun kemudian membuat masker, membuat slogan ajakan stay at home dan itu merupakan ajakan yang nampak," ucapnya.

Ia menjelaskan karakter bencana Covid-19 saat ini berbeda dengan bencana-bencana sebelumnya seperti erupsi gunung berapi atau gempa. Jika bencana seperti gempa di Bantul beberapa tahun lalu solidaritas masyarakat bisa dilakukan secara massal dengan bergotong royong membantu secara material dan tenaga maka saat pandemi Covid masyarakat dituntut dengan cara-cara yang cerdas.

“Di Covid-19 ini, membangun solidaritas bukan semata-mata grudukan massal, di bencana kali ini caranya harus tepat. Seperti ajakan yang dilakukan Didi Kempot dan Sobat Ambyar belum lama ini, cara-cara seperti ini mendapat respons yang positif hingga berhasil mengumpulkan donasi sekitar 6,5 miliar. Ini ikon masyarakat kontemporer ketika lagu sebagai salah satu cara membangun solidaritas," jelasnya.

Menurutnya, negara mungkin sedang merumuskan dan menjalankan apa yang sedang disepakati bersama saat ini, tetapi perlu kiranya mempertimbangkan hal-hal positif yang telah terjadi dengan solidaritas masyarakat akhir-akhir ini. Banyak pengetahuan lokal tentang pertahanan diri baik yang positif maupun negatif bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan. 

“Saya kira agenda kedepan penguatan masyarakat sipil dengan edukasi sehat, literasi informasi dan care untuk kemanusiaan menjadi pelajaran penting untuk selalu dikembangkan," imbuhnya.

Itriyani menambahkan jika dibandingkan negara-negara lain, masyarakat Indonesia memiliki kultur gotong royong yang kuat karena kultur kolektivitas interdependensi masyarakat bisa secara spontan bahu membahu saling membantu untuk saudara-saudaranya yang terdampak secara sosial ekonomi akibat Covid-19 ini. Bantuan-bantuan tersebut bisa berkaitan dengan kesehatan, material, bahan pokok dan sebagainya.

“Negara lain akan beda tantangannya karena individualized society, kultur gotong royong susah untuk diorganisasikan. Oleh karena itu, solidaritas sosial inisiasi masyarakat ini dapat dibangun di level nasional dengan mengandalkan kerja sama antar komunitas masyarakat, maupun lembaga-lembaga yang memiliki resources," tambahnya.

Sementara terkait penolakan pemakaman akibat Covid-19 ini, menurutnya, hal itu disebabkan karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang lengkap. Oleh karena itu, edukasi yang komplet perlu dimulai dengan awardness dan kesiapsiagaan masyarakat.

“Mereka saya kira perlu dipersiapkan untuk menghadapi masalah yang unik dan kasuistik," terangnya.

Penulis : Agung Nugroho
Foto: Tirto.id

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA