Menjadi orang yang Bermanfaat dalam Islam

Salah satu tanda Allah SWT mendatangkan kebaikan adalah kita disibukkan dengan hal-hal yang baik. Dalam suatu hadits disampaikan jika Allah SWT menghendaki kebaikan, Allah akan membuat kita sibuk untuk berbuat amal sholeh. Sebagaimana disampaikan Ustadz Dwi Budiyanto, M.Hum dalam acara Studium Generale Taklim Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia belum lama ini.

Ustadz Dwi menjelaskan pentingnya memberikan kebermanfaatan bagi orang lain. Sebab hal itu banyak dicontohkan oleh para tokoh besar dalam sejarah. Menjadi unggul saja tidak cukup menurut hadits nabi, ”Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”. Itu merupakan landasan kita dalam melakukan kontribusi terhadap masyarakat. Sehingga semangat “ukhrijat linnaas” atau “anfa’uhum linnaas” membuat seseorang dapat melampaui usia biologisnya.

Selanjutnya ia berpesan bahwa menjadi manusia bermanfaat dapat diawali dengan memiliki bekal keilmuan yang cukup. Oleh karenanya, ia berpendapat agar hadirin rajin menghadiri majelis ilmu. Majelis ilmu juga dapat menjadi sarana menjaga kualitas keimanan sembari mendulang pahala dari Allah seperti dicontohkan para sahabat Nabi.

Keimanan seseorang pada dasarnya selalu mengalami dinamika pasang surut. Saat kita lalai pada satu hal, biasanya hal lain akan ikut lalai. “Kesibukan dunia jangan sampai membuat kita lalai. Karena pada ketakwaan terdapat kedamaian. Sedangkan pada kelalailan hati kita akan diliputi kecemasan dan tidak tenang. Saat hubungan kita baik dengan Allah SWT, urusan dunia kita akan senantiasa dimudahkan dan dilancarkan”, pesannya.

Selain itu, ia juga berbagi kiat lain dalam menjaga iman adalah dengan memiliki teman yang baik. “Saat kita bergaul dengan orang-orang shalih, kita tanpa sadar akan turut menjadi orang yang taat. Sehingga pilihlah lingkungan yang akan membawa kita kepada ketaatan kepada Allah SWT”, katanya.

Dalam Surat Al-Kahfi : 28 kita dianjurkan untuk bersabar saat bersama orang sholih, karena mungkin akan tidak menyenangkan. Saat kita masih tertatih bermalasan, kita dipacu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun ketika terus bersama dengan mereka dan abai terhadap urusan hawa nafsu dunia mengharap ridho Allah SWT maka surga adalah balasannya,” imbuhnya.

Di akhir pengajian, ia menitipkan nasihat untuk senantiasa meniatkan segala aktifitas demi menggapai ridho Allah. “Mau dimana kita menyelesaikan pendidikan, dimana bekerja, dengan siapa bekerja Allah AWT tunjukkan jalanNya. Selain itu Allah akan senantiasa membersamai orang-orang yang berbuat baik. Sebelum itu kita harus membenarkan niat atau tujuan kita, lalu selanjutnya bagaimana usaha kita.”, ungkapnya.

“Dalam melakukan hal-hal yang bernilai kebaikan, mengikuti taklim contohnya kita harus selalu bersungguh-sungguh. Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah. Lakukan hal-hal baik tersebut dengan penuh rasa gembira,” pungkasnya. (UAH/ESP)

Menjadi orang yang Bermanfaat dalam Islam

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).

Saudaraku, menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Setiap Muslim diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ

“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).

Saudaraku agar kita benar-benar mendapatkan manfaat yang kita berikan kepada orang lain, kita harus ikhlas, karena ikhlas adalah salah satu kunci diterimanya amalan kita.

Dan hanya amalan yang diterima Allah Jalla fii ‘Ulaah yang akan memberikan manfaat kepada kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Penulis: Ustadz Fuad Hamzah Baraba, Lc.

Artikel Muslimah.Or.Id

Sahabat muslimah, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira

🔍 Robbana Atina Fiddunya Hasanah, Jembatan Shirat, Hasad Dengki, Arti Naudzubillahimindzalik, Salep Gatal Untuk Anak, Perdukunan, Perempuan Bercadar Cantik, Perbedaan Darah Haid Dan Darah Istihadhah, Arti Nama Dari Al Quran, Doa Rumah Tangga Bahagia

Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai Allah kepekaan untuk mengamalkan aneka pernik peluang kebaikan yang diperlihatkan Allah kepadanya. Beruntung pula orang yang dititipi Allah aneka potensi kelebihan olehNya, dan dikaruniakan pula kesanggupan memanfaatkannya untuk sebanyak-banyaknya umat manusia. Karena derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (H.R. Bukhari). Seakan hadis ini mengatakan, jika ingin mengukur sejauhmana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauhmana nilai manfaat diri ini? Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai dengan sangat dirindukan, sangat bermanfaat, bahkan perilakunya membuat hati orang disekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang 'manusia wajib', diantaranya dia seorang pemalu yang jarang mengganggu orang lain, sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada hanya berbicara. Tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau ia berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang. Ia justru selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT. Subhanallah demikian indah hidupnya. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga kalbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh manfaat dan kalau tidak ada, siapapun akan merasa kehilangan. Kalau orang yang sunah, keberadaannya bermanfaat, tapi kalaupun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya, kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga kalbu siapapun. Sedangkan orang yang mubah ada dan tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa manfaat, dan tidak juga membawa mudharat. Adapun orang yang makruh, keberadaannya justru membawa mudharat dan kalau dia tidak ada tidak berpengaruh. Artinya, kalau dia datang ke suatu tempat, maka orang merasa bosan atau tidak senang. Tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau malah hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat manfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makhruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita? Cobalah bercermin, seyogyanya tidak hanya memperhatikan wajah saja, tapi pandanglah akhlak dan perbuatan yang telah kita lakukan. Sayangnya, jarang orang berani jujur dengan tidak membohongi diri, seringnya malah merasa pinter padahal bodoh, merasa kaya padahal miskin, merasa terhormat padahal hina. Padahal untuk berakhlak baik kepada manusia, awalnya dengan berlaku jujur kepada diri sendiri. Kalaupun mendapati orang tua kita berakhlak buruk. Sadarilah bahwa darah dagingnya melekat pada diri kita, karenanya kita harus berada di barisan paling depan untuk membelanya demi keselamatan dunia dan akhiratnya. Begitu pula terhadap lingkungan, kita harus punya akhlak tersendiri. Seperti pada binatang, kalau tidak perlu tidak usah kita menyakitinya. Kadang kita itu aneh, ketika duduk di taman nan hijau, entah sadar atau tidak kita cabuti rumput atau daun-daunan yang ada tanpa alasan yang jelas. Padahal rumput, daun, dan tumbuh-tumbuhan yang ada di alam semesta ini semuanya sedang bertasbih kepadaNya. Yang paling baik adalah jangan sampai ada makhluk apapun di lingkungan kita yang tersakiti. Termasuk ketika menyiram atau memetik bunga, tanaman, atau tumbuhan lainnya, hendaklah dengan hati-hati. Karena tanaman juga mengerti apa yang dilakukan kita kepadanya. Betapa indah pribadi yang penuh pancaran manfaat, ia bagai cahaya matahari yang menyinari kegelapan, menjadikannya tumbuh benih-benih, bermekarannya tunas-tunas, merekahnya bunga-bunga di taman, hingga menggerakkan berputarnya roda kehidupan.

Demikianlah, cahaya pribadi kita hendaknya mampu menyemangati siapapun, bukan hanya diri kita, tetapi juga orang lain dalam berbuat kebaikan dengan sepenuhnya melimpahan energi karunia Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah energiNya. Subhanallah. Ingatlah, hidup hanya sekali dan sebentar saja, sudah sepantasnya kita senantiasa memaksimalkan nilai manfaat diri ini, yakni menjadi seperti yang disabdakan Nabi SAW, sebagai khairunnas. Sebaik-baik manusia! InsyaAllah.