Orang yang sudah baligh disebut a mumayyiz b muslim c mukmin

Jakarta -

Syarat wajib sholat adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seiap muslim sebelum mulai melaksanakan sholat. Apabila di antara syarat-syarat wajib itu ada yang tidak terpenuhi maka sholatnya belum wajib dilaksanakan.

Dikutip dari buku Panduan Sholat Untuk Perempuan karya Nurul Jazimah, berikut syarat wajib sholat:

1. Beragama Islam

Persyaratan pertama ini adalah untuk membedakan seorang muslim dan non muslim. Setiap muslim diwajibkan melaksanakan perintah sholat. Sedangkan bagi perempuan non muslim tidak diwajibkan sholat.

Seorang muslim yang telah mencapai pubertas atau mulai menginjak usia dewasa sudah wajib sholat.

Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang tidak dibebankan tanggung jawab hukum ada tiga golongan yaitu orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga bermimpi (baligh) dan orang gila hingga sembuh." (HR Ahmad).

Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang muslim yang dibebankan kewajiban sholat adalah mereka yang telah mencapai usia balig.

Saat kewajiban sholat tiba waktunya, mereka tengah dalam keadaan terjaga, bukan dalam keadaan tertidur.

Anak-anak yang belum mencapai usia balig diwajibkan melaksanakan sholat dan tidak dibebani tanggung jawab tersebut.

Namun apabila mereka ingin sholat maka tidak ada larangan bagi mereka bahkan dianjurkan.

Orangtua diwajibkan memberikan pendidikan dan teladan mengenai sholat sebelum anak mencapai usia baligh. Hal ini sebagai bentuk pembelejaran dan upaya pemberian tanggung jawab.

"Ajarilah anak-anakmu sholat ketika usianya tujuh tahun." (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Al Hakim).

Usia baligh ditandai dengan adanya mimpi basah bagi anak laki-laki. Sedangkan bagi anak perempuan usia baligh ditandai dengan dimulainya masa menstruasi atau haid.

Usia baligh pada anak perempuan umumnya adalah pada usia 9-15 tahun.

3. Berakal

Setiap muslim yang telah mencapai usia baligh pastilah sudah berakal. Berakal artinya mampu membedakan perbuatan yang baik dan buruk, perbuatan yang pantas dan tidak pantas.

Karena itu, orang gila tidak diwajibkan menjalankan ibadah sholat karena orang gila dianggap tidak berakal.

Sedangkan syarat sah sholat adalah syarat-syarat dipenuhi sebelum memulai sholat. Persyaratan ini penting karena menentukan apakah sholat yang dilakukan sah atau tidak.

Berikut syarat sah sholat dikutip dari Buku Praktis Panduan Sholat Wajib-Sunnah oleh Abu Sakhi

1. Thaharah artinya bersuci. Bersuci yang dimaksud yakni bersuci dari hadats dan najis.

2. Suci Badan, Pakaian, dan Tempat Sholat

Adapun dalil tentang suci badan adalah Sabda Rasulullah SAW terhadap perempuan yang keluar darah:

"Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakan sholat." (HR Bukhari dan Muslim).

3.Mengetahui bahwa waktu sholat sudah tiba.

Setiap muslim wajib mengetahui secara pastu mengewani waktu sholat. Sholat yang dikerjakan sebelum masuk waktunya maka sholatnya wajib diulangi.

4. Menutup Aurat

Aurat adalah bagin tubuh yang wabih ditutup atas perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Tidak sah sholat seseorang apabila saat sholat auratnya tidak tertutup.

Batas aurat laki-laki yakni antara pusar dan lutut. Sedangkan perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan.


5. Menghadap Kiblat

Kiblat adalah arah Baitullah atau Kakbah yang berada di Mekkah.

Sahabat hikmah setelah mengetahui syarat wajib sholat dan syarat sah sholat, sempurnakan sholatmu ya.

(nwy/nwy)

Kamis , 12 Jul 2012, 21:50 WIB

blogspot.com

Ilustrasi

Rep: Hannan Putra Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, Akil baligh (Bahasa Arab: 'aqala = berakal, mengetahui, atau memahami; balagha = sampai). Akil baligh adalah seseorang yang sudah sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syariat (taklif) dan mampu mengetahui atau mengerti hukum tersebut.Orang yang akil baligh disebut mukalaf. Akil (orang yang berakal) adalah lawan dari ma'tuh (bodoh), majnun (orang gila), dan muskir (orang mabuk). Sedangkan baligh adalah lawan dari sabiy (anak-anak).Orang yang berakal adalah orang yang sehat sempurna pikirannya, dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah, mengetahui kewajiban, dibolehkan dan yang dilarang, serta yang bermanfaat dan yang merusak.Seseorang yang sudah baligh dibebani hukum syarak apabila ia berakal dan mengerti hukum tersebut. Orang bodoh dan orang gila tidak dibebani hukum karena mereka tidak dapat mengerti hukum dan tidak dapat membedakan baik dan buruk, maupun benar dan salah.

Rasulullah SAW bersabda, “Diangkatkan pena (tidak dibebani hukum) atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh." (HR Abu Dawud). Orang gila dalam hadis ini menunjukkan orang yang tidak berakal.

Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa berakal menjadi syarat dalam ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, berakal menjadi syarat wajib salat, puasa, dan sebagainya. Dalam muamalah, terutama masalah pidana dan perdata.Misalnya pezina atau penuduh orang melakukan zina, pencuri, orang yang murtad, pembunuh, dan sebagainya baru dapal dijatuhi hukuman apabila mereka berakal. Begitu juga pelaku kontrak, pemberi hibah, pemberi dan penerima wakil, pemberi wasiat, dan sebagainya disyaratkan berakal.

  • ensiklopedi hukum islam
  • akil baligh

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam

Kamis , 24 Mar 2016, 18:00 WIB

Red:

Khazanah fikih mengenal istilah mukalaf dan mumayiz. Dua hal ini berkenaan dengan pembebanan hukum syariat Islam kepada seseorang. Dua golongan baik mukalaf atau mumayiz dianggap sudah mampu memikul beban syariat dalam khazanah hukum Islam. Lalu, apa perbedaan di antara keduanya? Mukalaf secara kaidah ushul fikih adalah orang yang mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT maupun dengan larangan-Nya. Seluruh tindakan hukum seorang mukalaf harus dapat dipertanggungjawabkan. Jika ia mengerjakan perintah Allah SWT, ia mendapat ganjaran pahala. Jika ia melanggar perintah Allah SWT, ia akan menanggung risiko dengan dicatatnya dosa. Para ulama fikih berpendapat, dasar penetapan beban hukum (taklif) adalah akal dan pemahaman. Jika tidak ada akal dan pemahaman dalam diri seseorang, kewajiban hukum tercabut darinya. Misalnya, anak kecil yang belum sempurna pemahamannya terhadap hukum-hukum Islam. Maka, ia tidak dibebankan taklif. Begitu juga dengan orang gila yang kehilangan akalnya, ia tidak dapat disebut  sebagai mukalaf. Orang yang hilang akal dan pemahamannya secara temporer, misalnya orang tidur, mabuk, atau lupa, termasuk di dalam golongannya. Kaidah hukum tidak dikenakan pada orang-orang tersebut. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Diangkat pembebanan hukum dari tiga jenis (orang), orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia baligh, dan orang gila sampai ia sembuh." (HR Bukhari). Namun, ada pertanyaan, bukankah anak kecil dan orang gila juga dibebani zakat? Imam Ghazali menerangkan, anak kecil dan orang gila memang dibebani membayar zakat. Termasuk, dibebani kewajiban ganti rugi jika ia melakukan perbuatan yang merusak barang orang lain. Tapi, menurut Imam Ghazali, kewajiban itu tidak berkaitan dengan perbuatan anak kecil dan orang gila tersebut, tapi berkaitan dengan harta. Maka, yang bertindak membayarkan kewajiban mereka adalah wali mereka masing-masing yang memberikan harta kepada golongan ini. Sementara, pengertian mumayiz sebenarnya bertalian erat dengan mukalaf. Bisa dikatakan, orang yang sudah mumayiz adalah orang yang sudah mukalaf. Mumayiz adalah kondisi anak kecil yang sudah melewati masa baligh. Mustafa Ahmad az-Zarqa, ahli fikih dari Suriah, berpendapat, mumayiz adalah selesainya seorang anak dari fase at-tufulah. Fase at-tufulah adalah fase anak kecil yang belum mampu membedakan antara yang bermanfaat dan yang mudarat untuk dirinya. Seorang anak yang sudah mumayiz sudah kelihatan fungsi akalnya. Az-Zarqa menyebut, mumayiz adalah fase usia dari tujuh tahun sampai ia akil baligh yang ditandai haid untuk anak putri dan mimpi basah untuk  anak putra. Ada pendapat lain soal akil baligh, ada ulama yang menetapkan batas minimal bagi perempuan adalah sembilan tahun, dan batas minimal untuk laki-laki adalah 12 tahun. Dan jika sampai usia 15 tahun tidak ada  tanda-tanda fisik dari akil baligh, ia sudah dianggap akil baligh. Sehingga, pada usia tersebut sudah diperbolehkan adanya taklif dan dia menjadi mumayiz sekaligus mukalaf. Imam Muhammad Abu Zahrah, pakar usul fikih dari Mesir, membagi dua fase seseorang yang bisa dibebani taklif. Pertama, berdasar ahliyyah al-ada' an-naqisah (kecakapan bertindak hukum yang masih lemah) dan ahliyyah al-ada' al-kamilah (kecakapan bertindak hukum secara sempurna). Nah, fase mumayiz digolongkan Abu Zahrah ke dalam ahliyyah al-ada' an-naqisah. Artinya, ia juga termasuk golongan mukalaf, namun belum sempurna pembebanannya. Pada fase mumayiz, seorang anak memiliki pertimbangan sendiri, meski belum sempurna. Dalam masalah ibadah rutin, anak yang mumayiz, menurut Abu Zahrah, belum dituntut untuk melakukannya. Artinya, papar Abu Zahrah, ia belum berdosa jika  meninggalkannya. Meskipun, para orang tua diwajibkan untuk melatih ibadah tersebut. Hal ini sesuai dengan hadis, "Suruhlah anak kalian melakukan shalat jika mereka sudah berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika enggan melakukan shalat jika berumur 10 tahun, serta pisahkanlah mereka dari tempat tidurmu." (HR Hakim  dan Abu Dawud). Soal hukum muamalah, seorang mumayiz sah amalnya jika ia melakukan tindakan yang menguntungkan, meski tanpa izin wali. Misalnya, seorang mumayiz boleh menerima hibah, warisan, wakaf dan sebagainya. Sementara, jika ia memberikan hibah, jual-beli dengan kerugian yang mencolok atau mewasiatkan harta kepada orang lain maka dianggap tidak sah.

Seorang mumayiz jika merujuk pada definisi Abu Zahrah, juga tidak dapat dikenakan hukum pidana. Jika membunuh, ia tidak diberlakukan qisas. Jika berzina, ia tidak dapat dicambuk dan diusir. Ia hanya  diberikan hukuman ta'dibiyyah, yakni hukuman yang memberikan pelajaran. Allahua'lam. Oleh Hafidz Muftisany

  • republika
  • koran
  • perbedaan dan persamaan mukalaf dan mumayiz

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA