Pahlawan nasional yang namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di Ambon adalah

    Bagikan Artikel ini ke Facebook

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa perjuangan dan untuk meneladani spirit perjuangannya bagi generasi muda, Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) mengusulkan perubahan nama Bandar Udara Pasir Pengaraian menjadi Bandar Udara Tuanku Tambusai Rokan Hulu ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Republik Indonesia.

Diabadikan nama Tuanku Tambusai menjadi nama Bandar Udara (Bandara) Rohul, karena Tuanku Tambusai merupakan Pahlawan Nasional asal Kabupaten Rokan Hulu yang telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor. 071/TK/Tahun 1995 tanggal 7 Agustus 1995.

Pada umumnya, nama Bandar Udara dibeberapa daerah di Indonesia, nama Bandaranya mengangkat nama Pahlawan didaerahnya atau nama tokoh.

Bupati Rokan Hulu H. Sukiman, Juma'at (21/7/2020) mengatakan tujuan perubahan nama Bandara Pasir Pengaraian menjadi Bandara Tuanku Tambusai Rokan Hulu, selain sebagai bentuk menghormati jasa perjuangan Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai, juga untuk mewujudkan dan terciptanya sinkronisasi dan tertib dalam Tatanan Kebandarudaraan.

“Jadi atas dasar itulah Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu mengusulkan perubahan Nama Bandar Udara Pasir Pengaraian menjadi Bandar Udara Tuanku Tambusai. Kita ketahui bersama, bahwasanya Tuanku Tambusai adalah seorang tokoh ulama, pemimpin dan pejuang yang juga merupakan salah seorang tokoh Paderi terkemuka,” kata Sukiman.

Lanjut Sukiman, usulan perubahan nama Bandar Udara ini tetap dengan mempedomani Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 39 tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Bahwa berdasarkan lampiran 1.B peraturan tersebut, nama Bandar Udara adalah Pasir Pengaraian dengan kota/lokasi Pasir Pengaraian.

“Kenyataan dilapangan juga, masyarakat mengetahui dan telah digunakan nama Tuanku Tambusai sebagai penyebutan nama Bandar Udara tersebut. Hal itu juga diperkuat dengan Terbitnya Surat Keputusan Bupati Rokan Hulu Nomor: Kpts 800.08/SETDA/222/2019 tentang Penetapan Perubahan Nama Bandar Udara Pasir Pengaraian menjadi Bandar Udara Tuanku Tambusai, pada tanggal 14 Februari 2019,” jelasnya.

Dengan telah terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 39 tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, pada pasal 45 ayat 2 yang berbunyi : Pengusulan penetapan nama Bandar Udara dilakukan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :

Surat persetujuan Gubernur, Surat persetujuan DPRD Provinsi, Surat persetujuan Bupati/ Walikota, Surat Persetujuan DPRD Kabupaten/Kota, Surat persetujuan masyarakat adat setempat (jika ada), Surat persetujuan atas penggunaan nama yang bersangkutan atau ahli waris dalam hal nama Bandar Udara menggunakan nama tokoh dan atau nama pahlawan setempat.

Selain itu, Surat persetujuan dari pengelola Bandar Udara apabila bandar udara tersebut telah dioperasikan, Bukti publikasi usulan perubahan nama Bandar Udara melalui Media Cetak atau Media elektronik.

Surat pernyataan bahwa tidak adsa bawa tidak ada pernyataan keberatan dari masyarakat atau lembaga/organisasi masyarakat setelah dilakukan publikasi usulan perubahan nama Bandar Udara melalui media cetak dan/atau Media elektronik terkait usulan perubahan nama Bandar Udara.

Latar belakang atas penggunaan nama bandar Udara. Surat pernyataan bersedia menanggung keberatan atau gugatan dari pihak lain atas usulan perubahan nama Bandar Udara. Surat pernyataan bahwa tidak ada melakukan perubahan terhadap nama bandar udara dimaksud dalam jangka waktu 20 tahun, sejak perubahan nama bandar udara tersebut ditetapkan.

Dikatakan Bupati Rokan Hulu H. Sukiman, atas dasar itu Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu mengusulkan perubahan nama Bandar Udara Pasir Pengaraian (berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 39 tahun 2019) menjadi Bandar Udara Tuanku Tambusai dengan lokasi di Kabupaten Rokan Hulu.

Untuk diketahui sejarah singkat Perjuangan Tuanku Tambusai yang diusulkan menjadi nama Bandara Rokan Hulu, yang merupakan salah satu anggota Harimau Nan Salapan, Tuanku Tambusai lahir dengan nama Muhammad Saleh di Dalu-Dalu, Nagari Tambusai, Rokan Hulu, Riau pada tanggal 5 November tahun 1784.

Ayahnya berasal dari Nagari Rambah dan merupakan seorang guru agama Islam. Ibu Tuanku Tambusai berasal dari Nagari Tambusai yang bersuku Kandang Kopuh.

Pada tahun 1832, Tuanku Tambusai dipercaya memegang komando dalam Perang Paderi. Perjuangannya dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya. Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja Gedombang (Rigent Mandailing) dan Tumenggung Kartoredjo yang yang berpihak kepada Belanda. Oleh Belanda Tuanku Tambusai di Gelari “De Padrische Tijger van Rokan” (Harumau Paderi dari Rokan).

Tuanku Tambusai meninggal dunia pada 12 November 1882 Di Negeri Sembilan, Malaysia. Atas jasa-jasanya pada negara memimpin Padri 183, Tuanku Tambusai dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor. 071/TK/Tahun 1995 tanggal 7 Agustus 1995.

Bahwa menggunakan nama Pahlawan memiliki makna dan Spirit sebagai bentuk penghormatan dan memberikan pelajaran bagi generasi muda untuk meneladani spirit perjuangannya. Bahwa Tuanku Tambusai merupakan seorang Pahlawan Nasional yang berasal dari Kabupaten Rokan Hulu, sehingga perlu diabadikan pada nama Bandar Udara yang ada di Kabupaten Rokan Hulu.

Thomas Matulessy, juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura, atau Pattimura adalah Pahlawan nasional Indonesia dari Maluku. Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M. Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram)”. Namanya kini diabadikan untuk Universitas Pattimura, Kodam XVI/Pattimura dan Bandar Udara Internasional Pattimura di Ambon.

Pattimura ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 087/TK/1973 pada 6 November 1973. Untuk mengenang jasanya, pemerintah mengabadikan sosoknya di uang pecahan Rp1.000. Untuk mengenang jasa dan perjuangannya, Pattimura dijadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah.

#pattimura#kaptenpattimura#thomasmatulessy#pahlawanindonesia#haripahlawan#haripahlawan2020#balaipustaka#bumnuntukindonesia

Apakah Sobat SMP pernah mendengar nama Pattimura? Nama Pattimura merupakan nama salah satu pahlawan nasional yang kemudian diabadikan menjadi nama Universitas, Bandar Udara, bahkan diabadikan menjadi gambar dalam uang pecahan Rp 1000 yang pernah diterbitkan oleh Bank Indonesia. Jadi, siapakah sebenarnya Pattimura dan apa peran Pattimura dalam sejarah Indonesia?

Thomas Matulessy juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura atau Pattimura adalah Pahlawan nasional Indonesia dari Maluku. Pattimura lahir di Haria, Saparua, Maluku Tengah pada 8 Juni 1783 dari keluarga Matulessy. Ayahnya bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris. Namanya kemudian dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Maluku melawan Belanda melalui perang Pattimura.

Sejak abad ke 17 dan 18 berlangsung serentetan perlawanan bersenjata melawan Belanda (VOC) dikarenakan terjadi praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam bentuk monopoli perdagangan, pelayaran hongi, kerja paksa dan sebagainya. Penindasan tersebut dirasakan dalam semua sisi kehidupan rakyat, baik segi sosial ekonomi, politis dan segi sosial psikologis. 

Selama dua ratus tahun rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan. Rakyat Maluku memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia, namun mayoritas masyarakat tidak ada keuntungan dari sisi ekonomi yang dirasakan. Alih-alih mendapatkan keuntungan, rakyat Maluku justru semakin menderita dengan adanya berbagai kebijakan seperti pajak yang berat berupa penyerahan wajib (Verplichte leverantien) dan contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-pedagang Indonesia lain. 

Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku pada tahun 1810 – 1817 harus berakhir pada tanggal 25 Maret 1817 setelah Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Rakyat Maluku menolak tegas kedatangan Belanda dengan membuat “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano”. Proklamasi Haria disusun oleh Pattimura.

Ketika pemerintah Belanda mulai memaksanakan kekuasaannya melalui Gubemur Van Middelkoop clan Residen Saparua Johannes Rudolf van der Berg,pecahlah perlawanan bersenjata rakyat Maluku. Diadakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan dimana pada forum-forum tersebut menyetujui Pattimura sebagai kapten besar yang memimpin perjuangan. Pada tanggal 7 Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu negeri Haria, Thomas Matulessy dikukuhkan dalam upacara adat sebagai “Kapitan Besar”.

Setelah dilantik sebagai kapten, Pattimura memilih beberapa orang pembantunya yang juga berjiwa ksatria, yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong Lisapafy, Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu. Pattimura bersama Philips Latumahina dan Lucas Selano melakukan penyerbuan ke benteng Duurstede. 

Berita tentang jatuhnya benteng Duurstede ke tangan pasukan Pattimura dan pemusnahan orang-orang Belanda, menggoncangkan dan membingungkan pemerintah Belanda di kota Ambon. Gubernur Van Middelkoop dan komisaris Engelhard memutuskan militer yang besar ke Saparua di bawah pimpinan mayor Beetjes. Ekspedisi tersebut kemudian disebut dengan ekspedisi Beetjes.

Mengetahui hal tersebut, dengan segera Kapitan Pattimura mengatur taktik dan strategi pertempuran. Pasukan rakyat sekitar seribu orang diatur dalam pertahanan sepanjang pesisir mulai dari teluk Haria ,sampai ke teluk Saparua. Pattimura bersama pasukannya berhasil mengalahkan Beetjes dan tentaranya. 

Pada tanggal 20 Mei 1817 diadakan rapat raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Peringatan kebulatan tekad ini dikenal dengan nama Proklamasi Portho Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21 Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya front-front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.

Pada tanggal 4 Juli 1817 sebuah armada kuat dipimpin Overste de Groot menuju Saparua dengan tugas menjalankan vandalisme. Seluruh negeri di jazirah Hatawano dibumi hanguskan. Siasat berunding, serang mendadak, aksi vandalisme, dan adu domba dijalankan silih berganti. Belanda juga melancarkan politik pengkhianatan terhadap Pattimura dan para pembantunya. 

Pada tanggal 11 November 181 7 dengan didampingi beberapa orang pengkhianat, Letnan Pietersen berhasil menyergap Pattimura dan Philips Latumahina. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.

Nah, Sobat SMP itulah sosok Pattimura dan perjuangan yang dilakukannya dalam menghadapi penjajahan oleh bangsa Belanda. Keberanian dan semangat juang Pattimura patut dicontoh oleh Sobat SMP. Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk Sobat SMP, ya!

Baca Juga  Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan RI di Berbagai Daerah

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi:

//repositori.kemdikbud.go.id/12839/

//repositori.kemdikbud.go.id/20593/

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA