Panduan dasar profesi arsitektur lansekap

veradd Vera D Damayanti PhD Students at Rijksuniversiteit Groningen Diterbitkan 2 Jan 2015 Bukanlah hal yang mudah untuk menjawab secara singkat jika seseorang (awam) bertanya tentang ‘apakah arsitektur lanskap’ atau ‘apa yang dikerjakan oleh arsitek lanskap’. International Federation of Landscape Architects (IFLA) sebagai lembaga internasional yang menaungi arsitek lanskap, menjabarkan profesi ini sebagai berikut:

Landscape Architects conduct research and advice on planning, design, and stewardship of the outdoor environment and spaces, both within and beyond the built environment and spaces, and its conservation and sustainability of development. For the profession of landscape architect, a degree in landscape architecture is required.

Dalam Dasar-dasar Arsitektur Lanskap (Dept. ARL IPB), penjelasan tentang arsitektur lanskap yaitu:

Bidang ilmu ( science) dan seni ( art) yang mempelajari pengaturan ruang dan massa di alam terbuka, dengan mengkombinasikan elemen-elemen lanskap alami ataupun buatan manusia, baik secara horisontal maupun vertikal, dengan segenap kegiatannya, agar tercipta karya lingkungan yang secara fungsional berguna dan secara estetika indah, efektif, serasi, seimbang, teratur dan tertib, sehingga tercapai kepuasan rohani dan jasmaniah manusia dan mahluk hidup di dalamnya.

Dan kemudian profesi arsitek lanskap didefinisikan sebagai:

Insan profesional yang mendapat pendidikan akademik di perguruan tinggi dalam bidang ilmu dan seni arsitektur lanskap dan aktif dalam kegiatan peranangan, perencanaan dan pengelolaan lanskap.

Sehingga secara garis besar bidang kegiatan ini meliputi perencanaan, perancangan, dan pengelolaan lanskap.

Sementara itu, the Landscape Institute (asosiasi arsitek lanskap di Britania Raya) mendefinisikan arsitektur lanskap sebagaimana berikut:

Landscape architecture embracing all aspects of the science, planning, design, implementation and management of landscapes and their environment in urban and rural areas. It includes assessing, conserving, developing, creating and managing landscapes of all types and scales with the aim of ensuring that they are sustainable, aesthetically pleasing, functional, ecologically healthy and, where relevant, able to accommodate the built environment (LI, 2012).

Lebih lanjut, organisasi ini menjabarkan cakupan area kegiatannya yang meliputi perancangan, manajemen, perencanaan, dan keilmuan lanskap, serta disain perkotaan (urban design).

Improver and Place Maker

Tentunya tidak mudah untuk mengingat berbagai definisi yang cukup panjang tersebut, apalagi untuk dicerna oleh awam. Bahkan Thompson (2014) berpendapat pendefinisian bidang arsitektur lanskap oleh berbagai pihak hingga saat ini dapat dikatakan belum dapat menggambarkan profesi ini secara jelas, mengingat dalam prakteknya, arsitektur lanskap memiliki area cakupan yang luas dan beragam (sebagai gambaran dapat dilihat di website Prospect). Kata kunci yang menurut Thompson tepat untuk mewakili profesi ini adalah 'improvement and place making'. Frase ini bersumber dari Lancelot Brown (arsitek lanskap asal Inggris yang berjaya di pertengahan abad 18), yang lebih suka disebut sebagai improver and place maker daripada sebagai landscape gardener –profesi yang dikenal pada jaman itu dan kemudian menjadi cikal-bakal arsitek lanskap di akhir abad ke-19.

Untuk memperkuat argumentasinya, Thompson (2014) mengemukakan empat studi kasus, yaitu:

  1. Gardens by the Bay (Singapura),yang meskipun digambarkan sebagai taman hortikultura ala Disney yang monumental, namun konsep desainnya dianggap peka terhadap isu lingkungan dan merupakan contoh keberhasilan satu tim kolaborasi antar disiplin ilmu yang terdiri dari arsitek lanskap, arsitek, environmental design consultants, structural engineers, visitor centre designers, dan communication specialist.
  2. Hirddywel Wind Farm landscape and visual assessment (Wales-Britania Raya),yang merupakan proyek penyusunan rencana lanskap strategis untuk meminimalisasi dampak visual dari pembangunan ladang turbin angin di kawasan rural di Powys, Wales, yang bertujuan agar karakter lanskap pedesaan area tersebut terjaga, dimana proses analisa dilakukan dengan simulasi visualisasi dan modelling dengan komputer.
  3. Les Boules Roses (Montreal-Canada),yang desainnya menggunakan pendekatan artistik untuk menciptakan promenade sepanjang 1,1 km dengan kanopi bola pink dalam beberapa ukuran pada festival Aires Libres; dimana meskipun desainnya terlihat ‘playful’ namun konsepnya mempertimbangkan kondisi fisik tapak, konteks kegiatan, dan kebutuhan pengguna (users), sehingga hasilnya tidak hanya fun tapi juga fungsional.
  4. West Philadelphia Landscape Project (Pennsylvania-USA), yang mengintegrasikan penelitian, pengajaran dan pengabdian masyarakat dalam suatu proyek community engagement dengan pendekatan lingkungan pada suatu kawasan miskin di perkotaan; proyek ini berjangka panjang (dimulai sejak tahun 1987 hingga sekarang).

Dari keempat contoh tersebut terlihat betapa beragam cakupan pekerjaan arsitek lanskap, baik dari segi pendekatan, proses, dan outputnya. Namun demikian pada keempat kasus tersebut, dimana arsitek lanskap menjadi project team leader, mengandung aspek ‘improvement and place making’.

Tantangan

Seiring dengan perubahan zaman, tantangan yang dihadapai oleh arsitek lanskap semakin kompleks, yang melibatkan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan ekologi. Meski dalam upaya ‘improvement and place making’ unsur estetika menjadi salah satu perhatian arsitek lanskap, pemahaman arsitek lanskap terhadap istilah “estetika” semestinya tak sekedar menyangkut aspek visual atau obyek semata. Namun sudah saatnya pemahamannya lebih mengarah pada estetika lingkungan, yang menempatkan lanskap sebagai suatu unit dengan berbagai komponen fisik (alami-buatan) dan manusia (budaya) yang saling berinteraksi; estetika lingkungan tercipta manakala terjadi keseimbangan dan keberlanjutan lanskap. Oleh karena itulah, dalam skala tertentu, seorang arsitek lanskap tidak dapat bekerja sendiri melainkan bekerja sama dengan disiplin lain yang terkait. Selain itu, sudah seharusnya seorang arsitek lanskap tidak hanya berpikir tentang bagaimana hasil rancangannya akan merubah tapak. Namun lebih jauh lagi, bagaimana impact atau konsekuensi dari rancangannya terhadap lingkungan fisik di di luar tapak, serta terhadap masyarakat, baik para pengguna tapak (users) maupun bukan, di masa kini maupun di masa mendatang.

Lalu bagaimana dengan tantangan arsitek lanskap Indonesia? Selain kedua hal tersebut, tantangan lain yang dihadapi yaitu belum terlalu dikenalnya (dan diakuinya) profesi ini di tanah air. Hal ini menjadikan subyek atau area yang semestinya mendapat perhatian atau potensial untuk mendapat sentuhan improvement and place making terabaikan, atau ditangani oleh profesi lain yang memiliki perbedaan persepsi tentang lanskap sehingga mempengaruhi output. Namun kita boleh optimis rekognisi terhadap profesi ini akan semakin meningkat, dengan semakin bertambahnya lapangan kerja dan kebutuhan terhadap bidang ini selama satu dekade terakhir. Semoga.

Referensi:

Dept. Arsitektur Lanskap IPB. Materi Kuliah Dasar-dasar Arsitektur Lanskap.

Thompson, IH., 2012. Landscape Architecture: a very short introduction. Oxford Univ. Press, UK.

Sumber online:

IFLA News No 48, p 8. http://www.wirz.de/pdf/iflaprof.pdf

Landscape Institute (LI), 2012. Landscape architecture: Elements and areas of practice. http://landscapeinstitute.org/PDF/Contribute/A4_Elements_and_areas_of_practice_education_framework_Board_final_2012.pdf