Para pemimpin nahdlatul ulama adalah orang-orang yang berakhlak

Para pemimpin nahdlatul ulama adalah orang-orang yang berakhlak

“Ilmu Agama tidak dapat diambil kecuali dari lisan Ulama”
(Al-Khafidz Abu Bakar Al-Khatib Al-Baghdadi)

*****

NU Sebagai Organisasi Di Tengah Masyarakat

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa Nahdlatul Ulama adalah Oranisasi-nya Ulama yang berlandaskan pada kesamaan dasar pemahaman agama serta kesamaan langkah ke-Ilahi an, maka NU memang bukan Organisasi Biasa-Biasa saja.

Prasangka baik (khusnudzon) pertama saya melihat NU sebagai Organisasi Luar Biasa adalah karena Organisasi ini adalah milik para Ulama yang kemudian diikuti para jamaah/pengikutnya. Bahwa Organisasi ini, secara ke-Ilmu an Agama Islam nya berada pada level “superior” karena berisi Ulama-Ulama.

Dalam perjalanannya, NU sebagai organisasi yang berada di tengah kehidupan sosial yang plural dalam rumah besar Negara Kesatuan Republik Indonesia tentunya harus dapat menempatkan diri dan berperan aktif. Baik secara organisasi dan juga sebagai warga Negara.

Beban berat bagi Anggota NU (jamaah) dalam mengemban panji kehormatan organisasi dapat jelas terlihat. Karena NU adalah organisasi kumpulan para Ulama yang merupakan “Warotsatul Anbiya” (pewaris Nabi). Layaknya pewaris Nabi, maka segala bentuk gerak dan langkah para Anggota NU sepatutnya menggambarkan Akhlak al-Karimah yang dicontohkan Nabi. Inilah ke-“Luar Biasa” an NU selanjutnya, yang harus berjalan dengan menjaga amanah besar ke-Nabia an dan keluhuran nilai Agama Islam.

Padahal, organisasi ini adalah organisasi yang berisi manusia bermasyarakat secara majemuk, namun harus mengusung “beban” moral sebagai organisasi para Ulama yang notabene merupakan pewaris akhlak Nabi. Dapat kita lihat “Luar Biasa” nya NU sebagai organisasi di tengah Dunia yang penuh dengan ke”tidak indah” an penghuninya.

Sebagai Organisasi Dakwah Keagamaan (Jam’iyyah Dakwah Diniyyah), NU dituntut dapat menyebarkan faham ke-Agama an yang baik sebagaimana yang dianut oleh golongan Ahlussunah wal Jamaah.

NU harus dapat mendakwahkan Agama Islam secara baik sesuai ajaran pembawa risalahnya Rasulullah Muhammad SAW. Mendakwahkan kepada masyarakat umum di Nusantara bahkan Dunia, dan menguatkan dakwah tersebut ke dalam lingkungan jamaah yang ada dalam Jam’iyyah NU itu sendiri.

Sekali lagi, inilah ke-“Luar Biasa’ an NU selanjutnya yang harus bisa menjalankan organisasi ini untuk kebutuhan masyarakat menghadapi dunia dan menghadapi akhirat dan harus berjalan bersamaan dalam sekali langkah.

Baca Juga : Yaa Santri, Yaa Petani

NU harus dapat menjadikan perbedaan menjadi sebuah kebaikan bagi anggotanya dan bagi masyarakat umum dalam kehidupan sosial yang majemuk.

Sebagai Organisasi Sosial Kemasyarakatan (Jam’iyyah Ijtima’iyyah), NU dituntut untuk dapat berperan sebagai bagian dari masyarakat majemuk yang meskipun dominan namun tidak semena-mena bahkan harus dapat menjadi penyejuk dalam kehidupan bermasyarakat yang penuh tantangan.

Karena itu, dalam menjalankan fungsi organisasi di tengah kehidupan sosial masyarakat yang majemuk tersebut, dan tetap menjaga nilai-nilai ke-“sakral” an para Ulama nya NU menjalankan beberapa prinsip hubungan yang menjadi ciri khas orang-orang yang ada dalam organisasi ini.

Ciri-ciri dari sikap kemasyarakatan NU tersebut yakni Sikap Tawasuth dan I’tidal, Sikap Tasamuh, Sikap Tawazun serta pastinya Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

Sikap Tawasuth dan I’tidal merupakan sikap moderat yang senantiasa berada di tengah-tengah. Berlaku adil dan lurus dalam bergaul di tengah-tengah masyarakat serta pastinya menghindari sikap “ekstrim” yang cenderung menonjolkan egoisme kelompok dan sikap menang sendiri. Sikap ini senantiasa dihidupkan NU dalam setiap gerak langkah organisasi di tengah masyarakat Nusantara yang beraneka ragam latar belakang suku, budaya dan karakteristik kedaerahan dalam bingkai NKRI.

Sikap Tasamuh, merupakan sikap menonjolkan toleransi terhadap perbedaan yang pastinya akan sering sekali muncul di tengah keberagaman masyarakat di Nusantara. Hal ini telah disadari sejak awal oleh para Ulama pendiri NU dan tetap menjadi fokus dalam bersikap di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski terkadang Sikap Toleran yang dijalankan NU disalah artikan oleh sebagian kelompok masyarakat.

Sikap Tawazun, adalah sikap seimbang. Menseimbangkan antara khidmah kepada Allah SWT, khidmah pada sesama manusia di Nusantara ini dan khidmah kepada lingkungan tempat kita berada. Sikap penghormatan ini menjadi selaras dijalankan NU dalam upaya menjaga stabilitas antara keharusan beribadah kepada Allah SWT namun tidak mengurangi kehormatan umat lainnya di Nusantara serta keselarasan langkah dengan kehidupan lingkungan hidup yang merupakan amanah Allah SWT untuk dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup generasi yang akan datang.

Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang menjadi prinsip berprilaku jamaah NU di sini adalah mendorong masyarakat umum khususnya jamaah NU sendiri untuk selalu mengajak pada kebaikan dan menolak segala hal yang dapat menjerumuskan serta merendahkan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekali lagi, inilah ke-“Luar Biasa” an NU selanjutnya. Sebagai organisasi para Ulama yang dalam menjalankan dinamika organisasi tidak lepas dari pengawasan serta kepemimpinan para Ulama, NU dihadapkan pada kepiawaian menjalankan organisasi ini dengan multi fungsi, multi dimensi serta multi talenta. NU adalah organisasi para Ulama di Dunia namun berjalan untuk kebaikan hidup Dunia dan Akhirat. Kiranya, itulah gambaran “Tidak Biasa” nya NU sebagai sebuah organisasi.

*) Pengurus PC LTM PCNU Kabupaten Banyumas 2018 – 2024

Para pemimpin nahdlatul ulama adalah orang-orang yang berakhlak

Pesan paling ditekankan dari Risalah Sarang yang dihasilkan dari Silaturahim Alim Ulama Nusantara adalah menjaga akhlak. Penekanan itu ada pada muqaddimah maupun dalam dua dari lima poin risalah. Dan tampak sekali ditekankan dengan intonasi yang jelas dan tegas oleh pembaca naskah Risalah, yaitu KH Ahmad Mustofa Bisri. 

Kata kunci akhlak mulia, berbuat baik, mengasihi dan menyayangi, menjauhi permusuhan, terus tampak dominan dari isi risalah. Kutipan lima ayat dan dua hadits di kalam muqaddimah, jelas sekali menekankan soal akhlak. 

Pesan itu masih diulangi lagi dalam naskah risalah. Poin nomor satu dan empat menyebut dengan jelas tentang perlunya menjaga akhlak, baik oleh para pemimpin masyarakat mapun pemimpin NU sendiri. Sedangkan dua poin risalah adalah imbauan kepada pemerintah, dan satu poin yaitu poin teakhir, nomor lima, adalah rencana tindak lanjut sebagai solusi. Yakni mengusulkan diselenggarakannya forum silaturahim antara seluruh elemen bangsa untuk mencari solusi berbagai permasalahan yang ada. 

Hadirin tertunduk syahdu kala Gus Mus membacakan kata demi kata Risalah itu. Meski diselingi canda, namun tampak penuh energi dan penuh emosi ketika membacakan dalil dan seruan tentang akhlak.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Ayat ke 125 dai Surat An-Nahl ini dibacanya dengan napas panjang dan penuh penghayatan. 

Lebih tampak dan lebih terasa intonasi Gus Mus ketika membacakan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al Baihaqi: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”

Seperti ketika membaca puisi, mustasyar PBNU ini menyorotkan mata lurus ke depan dengan kepala serta bahu diangkat saat membacakan hadits yang artinya ini: “Orang-orang yang menyayangi sesama, Sang Maha Penyayang menyayangi mereka. Sayangilah semua penduduk bumi niscaya penduduk langit akan menyayangimu” (HR. At-Tirmidzi).

Terlerbih ketika membaca poin pertama Risalah Sarang. Dia bacakan dengan suara yang penuh penghayatan perasaan. 

“Nahdlatul Ulama senantiasa mengawal Pancasila dan NKRI serta keberadaannya tidak dapat bisa dipisahkan dari keberadaan NKRI itu sendiri. Nahdlatul Ulama mengajak seluruh ummat islam dan bangsa Indonesia untuk senantiasa mengedepankan pemeliharaan negara dengan menjaga sikap moderat dan bijaksana dalam menanggapi berbagai masalah. Toleransi, demokrasi dan terwujudnya akhlakul karimah dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat harus terus diperjuangkan bukan hanya demi keselamatan dan harmoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia ini saja, tetapi juga sebagai inspirasi bagi dunia menuju solusi masalah-masalah peradaban yang dihadapi dewasa ini.”

Puncaknya adalah ketika membacakan poin keempat. Ribuan orang hadirin yang berada di luar ruang pertemuan dan hanya mendengarkan lewat perangkat sound sistem pun bisa merasakan betapa kuat pesan yang hendak disampaikan dari intonasi bacaan yang begitu menggetarkan. 

“Para pemimpin negara, pemimpin masyarakat, temasuk pemimpin Nahdlatul Ulama agar senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat dengan senantiasa arif dan bijaksana dalam menjalankan tugas masing-masing dengan penuh tanggung jawab adil dan amanah dengan menomorsatukan kemaslahatan masyarakat dan NKRI,” ucap Gus Mus dengan intonasi nada yang kuat.

Simpulan atas rasa penekanan itu diungkapkan oleh beberapa orang yang diwawancarai NU Online, usai penutupan. Di antara yang menyatakan demikian adalah Mung Paryono (53), seorang santri asal Semarang yang duduk persis di depan pintu masuk ruang pertemuan. 

“Saya benar benar merasakan betapa kuat topik akhlak ditekankan dalam Risalah Sarang. Intonasi Gus Mus saat membaca begitu terasa penekanannya,” tutur warga NU yang rajin menghadiri setiap perhelatan ulama ini.

Hal senada disampaikan Triwibowo (44), penulis sastra asal Yogyakarta yang hadir sejak sehari sebelum acara. Warga NU yang biasa dipanggil Mbah Kanyut ini mengatakan, Risalah Sarang sesungguhnya adalah wujud nasihat para ulama untuk seluruh keluarga besar NU maupun umat Islam pada umumnya agar kembali ke ajaran sejati Kanjeng Nabi. Yaitu berakhlak mulia, sebagaimana misi diutusnya Rasulullah Muhammad di dunia. 

“Isi Risalah Sarang sesungguhnya nasehat agar kita semua instrospeksi. Para kiai telah memberi nasehat untuk NU maupun bangsa,“ ujarnya. (Ichwan/Mahbib)

Para pemimpin nahdlatul ulama adalah orang-orang yang berakhlak

Para pemimpin nahdlatul ulama adalah orang-orang yang berakhlak

Berita seputar Forum R20