Pembayaran cicilan pokok utang merupakan salah satu contoh dari

Pembayaran bunga utang Indonesia pada 2021 sebesar Rp 373,3 triliun

Ahad , 27 Dec 2020, 14:33 WIB

Know Your Bank

Pungutan dan bunga utang membuat beban pembayaran kian besar. (ilustrasi)

Rep: Novita Intan/Adinda Pryanka Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa diskusi tentang utang Indonesia, tema tentang gali lobang tutup lobang selalu mengemuka. 

Artinya, Indonesia pinjam duit lagi untuk menutup cicilan bunga dan pokok utang. Yang dikhawatirkan, pinjaman bersumber utang luar negeri dipakai untuk menutup kewajiban utang itu.

Pada RAPBN 2021, tampak jelas pembiayaan utang memberikan porsi besar pada aktivitas ekonomi Indonesia. 

Pemerintah berencana mencari utang baru sebesar Rp 1.142 triliun untuk menutup defisit anggaran sebesar Rp 971,2 triliun setara 5,5% dari produk domestik bruto (PDB).

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyebut utang berlebihan yang dilakukan pemerintah Indonesia ternyata tetap tak mampu menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. 

"Idealnya, dengan utang yang besar dapat menggerakkan seluruh sektor perekonomian agar tidak terpuruk. Namun faktanya, ekonomi tidak menggeliat seperti yang diharapkan," kata Heri dalam penjelasan pers beberapa waktu lalu.

Heri menilai penambahan utang dalam jumlah signifikan ini tidak sepenuhnya untuk program pemulihan ekonomi. 

Tahun ini, kata dia, setidaknya pemerintah harus menyiapkan uang lebih dari Rp 300 triliun hanya untuk membayar bunga utang.

Pada 2021, pemerintah menganggarkan Rp 373,3 triliun untuk pembayaran bunga utang. Pembayaran bunga utang meningkat 10,2% dibanding tahun ini.

Dalam periode 2016-2019, pembayaran bunga utang meningkat dari Rp 182,8 triliun menjadi Rp 275,5 triliun. Pada 2020, perkiraan pembayaran bunga utang Rp 338,8 triliun.

Berdasarkan Perpres 72/2020 porsi belanja Pemerintah untuk membayar bunga utang telah melonjak dari 12 persen naik menjadi 17 persen dari PDB.

Besaran bunga utang juga sepadan dengan 25 persen dari penerimaan perpajakan (pajak ditambah bea dan cukai).

"Indonesia terjebak dalam sistem gali lubang tutup lubang. Berutang untuk membayar utang," Heri menegaskan.

Pemerintah mempunyai sisi lain atas masalah gali lobang tutup lobang utang ini. Pemerintah menyatakan pembiayaan utang pemerintah sebagian besar bersumber dari pendapatan dalam negeri. 

Hal ini menepis adanya anggapan bahwa utang yang dibayarkan pemerintah bersumber dari dana atau utang luar negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sumber pemenuhan pembiayaan utang pemerintah yang berasal dari dalam negeri seperti program burden sharing yang dilakukan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. 

Pada program ini, bank sentral menjadi pembeli siaga atau standby buyer dalam lelang surat berharga negara (SBN) melalui pasar perdana.

“Seolah-olah dari luar negeri saja (pembiayaan utang), sebetulnya tidak. Sebagian dari pembiayaan adalah besar dari dalam negeri,” ujarnya saat acara Outlook Perekonomian Indonesia Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021, Selasa (22/12).

Kementerian Keuangan juga menerbitkan surat utang negara ritel yang bisa dibeli langsung oleh masyarakat Indonesia dengan biaya sekitar Rp 1 juta.

"Sekarang ini yang beli masyarakat kita, Rp 80 triliun untuk [surat utang] ritel," kata Sri Mulyani.

Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah kembali meningkat per Oktober 2020. Jumlahnya mencapai Rp 5.877,71 triliun atau terjadi peningkatan Rp 1.121,58 triliun jika dibandingkan periode yang sama 2019 yang totalnya Rp 4.756,13 triliun.

Jika dibandingkan September terjadi kenaikan Rp 120,84 triliun. Per September 2020, total utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun.

Mengutip data APBN, total utang pemerintah yang mencapai Rp 5.877,71 triliun ini maka rasionya menjadi 37,84 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Adapun jumlah utang pemerintah senilai Rp 5.877,71 triliun ini terdiri dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.028,86 triliun dan pinjaman sebesar Rp 848,85 triliun. 

Jika dilihat lebih detail lagi, total utang pemerintah yang berasal dari SBN terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 3.782,69 triliun dan SBN valas sebesar Rp 1.246,16 triliun. 

Sedangkan yang berasal dari pinjaman, terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 11,08 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 837,77 triliun.

Dasar hukum pembagian jenis belanja adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 102/PMK.02/2018 tanggal 28 Agustus 2018 tentang Klasifikasi Anggaran.

Download PMK No. 102/PMK.02/2018

Belanja Pembayaran Kewajiban Utang adalah Pengeluaran Pemerintah untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) , baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu, belanja pembayaran kewajiban utang JUga digunakan untuk pembayaran denda/ biaya lain terkait pmJaman dan/ atau hibah dalam maupun luar negeri, serta imbalan bunga.

Belanja Barang dan Jasa diwakili dengan akun 54xxxx (akun yang diawali angka 54).

Pembayaran Kewajiban Utang meliputi :

  1. Pembayaran bunga utang dalam negeri meliputi pembayaran atas:
    1. bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) baik dalam rupiah maupun valuta asing
    2. bunga Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPN Syariah) baik dalam rupiah maupun valuta asing
    3. bunga Obligasi Negara baik dalam rupiah maupun valuta asing
    4. bunga Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) baik dalam rupiah maupun valuta asing
    5. bunga pinjaman perbankan dalam negeri
    6. bunga pinjaman dalam negeri
    7. biaya transfer pinjaman dalam negeri.
  2. Pembayaran bunga utang luar negeri meliputi :
    1. bunga pinjaman Program
    2. bunga pinjaman proyek
    3. bunga utang luar negeri melalui penjadwalan kembali pinjaman, termasuk kewajiban lainnya
    4. biaya transfer atas pinjaman luar negeri
  3. Belanja diskonto surat utang negara meliputi :
    1. diskonto SPN, baik dalam rupiah atau valuta asing
    2. diskonto SPN Syariah, baik dalam rupiah atau valuta asing
    3. diskonto obligasi negara, baik dalam rupiah atau valuta asing
    4. diskonto SBSN, baik dalam rupiah atau valuta asing
  4. Pembayaran loss on bond redemption, yaitu pencatatan beban yang timbul dari selisih dean price yang dibayar Pemerintah pada saat pembelian kembali SUN (buyback) dengan carrying value SUN. Carrying value SUN adalah nilai nominal SUN setelah dikurangi atau ditambah unamortized discount atau premium;
  5. Pembayaran denda, yaitu pembayaran imbalan bunga atas kelalaian Pemerintah membayar kembali imbalan bunga atas pinjaman perbankan dan bunga dalam negeri jangka pendek lainnya, serta pengembalian kelebihan bea dan cukai.

Peraturan terbaru terkait dengan BAS dapat didownload pada link di bawah ini :

Download Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor : KEP-531/PB/2018 Tgl 25 Oktober 2018 tentang Pemutakhiran Kodefikasi Segmen Akun pada Bagan Akun Standar pada link di bawah ini :

Download KEP-531/PB/2018

Download Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor : KEP-211/PB/2018 Tgl 29 Maret 2018 tentang Kodefikasi Segmen Akun pada Bagan Akun Standar pada link di bawah ini :

Download KEP-211/PB/2018

8,389 kali dilihat, 4 kali dilihat hari ini

JAKARTA--Risiko melonjaknya beban cicilan pokok dan bunga utang dalam APBN dapat diredam seiring recana pemerintah melakukan lindung nilai (hedging) terhadap utang pemerintah yang berdenominasi valas.

Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan hedging utang akan menimbulkan dampak positif terhadap postur APBN, terutama terkait belanja cicilan pokok dan bunga utang.

Pasalnya, langkah hedging dapat meminimalisir risiko kurs terhadap pagu pembayaran cicilan pokok dan bunga utang yang berdenominasi valas saat terjadi depresiasi kurs rupiah.

"Bagus, kan artinya ada kepastiannya. Kalau terjadi perubahan kurs, beban biaya bunga yang dibayar tidak berubah," ujar Bambang di sela Rapat Kerja Pemerintah 2013, Senin (28/1/2013).

Menurut Bambang, di tengah ketidakpastian ekonomi global, gejolak kurs tidak terelakkan dan hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia.

"Jadi ya kita tidak boleh anggap enteng. Jadi hedging ini pengaman untuk alokasi anggaran lebih pasti," tuturnya.

Bambang mencontohkan, apabila pemerintah telah menganggarkan Rp100 miliar untuk pembayaran cicilan dan bunga utang, realisasi yang dibayarkan tetap Rp100 miliar apabila pemerintah melakukan hedging utang.

"[Tanpa hedging] Bisa Rp150 miliar-Rp200 miliar tergantung kurs, karena kan bayarnya tidak bisa pakai rupiah. Jadi potensi lonjakan anggaran bisa diredam," kata Bambang.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan PMK No.12/PMK.08/2013 tentang transaksi lindung nilai dalam pengelolaan utang pemerintah. PMK ini merupakan payung hukum untuk melakukan hedging utang.

Dalam PMK ini lindung nilai dilakukan atas instrumen utang pemerintah dalam bentuk pinjaman dan surat berharga negara (SBN).

Adapun ruang lingkupnya meliputi transaksi pengelolaan risiko portofolio utang dan pengelolaan risiko fluktuasi pembayaran kewajiban utang pemerintah.

Tujuannya untuk mengendalikan fluktuasi pembayaran kewajiban utang pemerintah yang terdiri dari pokok, bunga, dan biaya lainnya akibat risiko fluktuasi nilai tukar dan/atau tingkat bunga dalam jangka waktu tertentu.

Dengan hedging utang, kata Bambang, pemerintah harus membayar premi sebagai bentuk kewajiban kepada pihak counterparty. Pagunya akan masuk dalam belanja APBN, namun Bambang belum dapat menyebutkan berapa biaya yang diperlukan untuk hedging cicilan dan bunga utang pemerintah.

Dari 2007 ke 2012, pembayaran bunga utang meningkat 47,6% dari Rp79,8 triliun menjadi Rp117,8 triliun. Sedangkan pembayaran cicilan pokok utang sepanjang 2007-2012 realisasinya berada pada kisaran Rp47 triliun-68 triliun.

Dalam APBN 2013, pagu pembayaran cicilan pokok luar negeri dialokasikan sebesar Rp58,4 triliun dan pagu pembayaran bunga utang mencapai Rp113,2 triliun.

Sementara itu, fluktuasi nilai tukar rupiah tercermin dari realisasi rata-rata sepanjang 2012 yang tercatat sebesar Rp9.384/US$. Realisasi tersebut mengalami depresiasi sebesar 6,9% dibandingkan rata-rata nilai tukar tahun sebelumnya, yakni Rp8.779/US$.(msb)

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA