Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik

Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih adalah sebutan bagi bendera Indonesia yang pertama. Bendera Pusaka dibuat oleh Fatmawati, istri presiden Soekarno. Bendera Pusaka pertama kali dinaikkan pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Walaupun seharusnya Bendera Pusaka disimpan di Monas, Bendera Pusaka masih disimpan di Istana Negara.

Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik
Bendera Pusaka Sang Saka Merah PutihNama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya

Pengibaran pertama 'Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih'

Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik
Cagar budaya IndonesiaPeringkatNasionalKategoriBendaNo. RegnasCB.32Lokasi
keberadaanJakarta Pusat, DKI JakartaNo. SKSK Menteri No.003/M/2015Tanggal SK9 Januari 2015PemilikSekretariat Presiden Republik IndonesiaPengelolaSekretariat Presiden Republik IndonesiaKoordinat6°10′35″S 106°48′46″E / 6.1763272°S 106.8128353°E / -6.1763272; 106.8128353

Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik

Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik

Bendera Pusaka

Lokasi di Gedung Sekretariat Presiden Republik Indonesia

Bendera Pusaka dijahit oleh istri Soekarno yaitu Fatmawati.[1] Desain bendera dibuat berdasarkan bendera Majapahit pada abad ke-13, yang terdiri dari sembilan garis berwarna merah dan putih tersusun secara bergantian.[2]

Bendera Pusaka pertama dinaikkan di rumah Soekarno di Jalan Pengangsaan Timur 56, Jakarta, setelah Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.[3] Bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh Paskibraka yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat. Setelah dinaikkan, lagu "Indonesia Raya" kemudian dinyanyikan secara bersama-sama.[2][4]

Pada tahun pertama Revolusi Nasional Indonesia, Bendera Pusaka dikibarkan siang dan malam. Setelah Belanda menguasai Jakarta pada 1946, Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dalam koper Soekarno. Ketika terjadi Operatie Kraai, Bendera Pusaka dipotong dua lalu diberikan kepada Husein Mutahar untuk diamankan. Mutahar diharuskan untuk "menjaga bendera dengan nyawa". Walaupun kemudian ditangkap lalu melarikan diri dari tentara Belanda, Mutahar berhasil membawanya kembali ke Jakarta, menjahit kembali, dan memberikannya pada Soedjono. Soedjono lalu kemudian membawa benderanya ke Soekarno, yang berada dalam pengasingan di Bangka.[4]

Setelah perang berakhir, Bendera Pusaka selalu dinaikkan sekali di depan Istana Negara pada Hari Kemerdekaan.[1] Namun karena kerapuhan bendera, sejak tahun 1968, bendera yang dinaikkan di Istana Negara adalah replika yang terbuat dari sutra.[5]Replika pertama ini dikibarkan selama 15 tahun sampai tahun 1984. Kemudian pada tahun 1985 yang mulai dikibarkan adalah replika kedua, sampai tahun 2014. Dan yang ketiga dikibarkan dari tahun 2015 sampai sekarang

Bendara Pusaka terdiri dari dua warna, merah di atas dan putih di bawah dengan ratio 2:3. Warna merah melambangkan keberanian, sementara warna putih melambangkan kesucian.[3] Namun, juga terdapat arti lain, salah satunya adalah merah melambangkan gula aren dan putih melambangkan nasi, keduanya adalah bahan yang penting dalam masakan Indonesia.[2]

 

Seorang Paskibraka membawa bendera duplikat pusaka merah putih untuk dikibarkan

"Bendera Pusaka" digunakan namanya untuk merujuk kepada Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, atau kependekan nya Paskibraka; (bahasa Inggris: Heirloom Flag Hoisting Troop). Organisasi yang dibentuk oleh Husein Mutahar pada tahun 1968 ini bertugas sebagai pengibar dan penurun bendera pusaka (kini duplikat) pada upacara memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia di tingkat lokal dan nasional serta fungsi internasional untuk Indonesia di luar negeri.[4]

Lambang

Lambang dari organisasi paskibraka adalah bunga teratai

  • Tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya paskibra harus belajar, bekerja, dan berbakti
  • Tiga helai daun yang tumbuh mendatar/samping: artinya seorang paskibra harus aktif, disiplin, dan bergembira

  1. ^ a b Torchia 2007, hlm. 142
  2. ^ a b c Ian Macdonald (18 June 2010). "Indonesia". Flags of the World. Diakses tanggal 12 July 2011. 
  3. ^ a b "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaaan" (PDF) (dalam bahasa Indonesia). Indonesian National Government. 9 July 2002. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-06-26. Diakses tanggal 11 July 2011.  Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  4. ^ a b c "Sejarah Pembentukan Paskibraka" (dalam bahasa Indonesia). Paskibraka. 26 January 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-18. Diakses tanggal 12 July 2011.  Parameter |trans_title= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  5. ^ International Business Publications 2008, hlm. 76

  • Torchia, Christopher (2007). Indonesian Idioms and Expressions: Colloquial Indonesian at Work. Singapore: Tuttle. ISBN 0804838739. 
  • Indonesia Diplomatic Handbook. Washington, DC: International Business Publications. 2008. ISBN 1433023393. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bendera_Pusaka&oldid=20794526"

Ilyas Karim (lahir 13 Desember 1927).[1] adalah seorang pensiunan TNI yang mengaku sebagai salah satu dari dua orang pengibar pertama bendera merah putih pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.[2] Pengakuannya diragukan banyak pihak karena bertentangan dengan informasi yang telah diketahui secara luas bahwa pengibar pertama bendera merah putih adalah Latief Hendraningrat dan Suhud Sastro Kusumo.[3]

Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik
Ilyas KarimLahir13 Desember 1927 (umur 94)
Padang, Sumatra BaratTempat tinggalJakartaKebangsaan
Pengibaran bendera merah putih yang pertama dilakukan oleh titik-titik dan titik-titik
IndonesiaPekerjaanPurnawirawan TNIDikenal atasMengaku sebagai pengibar bendera proklamasi kemerdekaan (kontroversi)

Ilyas Karim pertama kali muncul dalam pemberitaan detikcom pada Agustus 2008. Ia mengaku sebagai pengibar pertama bendera merah putih bersama Latief Hendraningrat. Dalam pengakuannya, ia adalah orang bercelana pendek yang tampak dari belakang dalam foto pengibaran bendera merah putih pada proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selama ini orang tersebut dikenal publik sebagai Suhud Sastro Kusumo.

Menurut pengakuan Ilyas, pada waktu itu, ia adalah seorang murid di Asrama Pemuda Islam (API) yang bermarkas di Menteng, Jakarta Pusat. Malam hari sebelum pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Ilyas beserta 50-an teman dari API diundang ke rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. Saat berkumpul di rumah Soekarno itulah Sudanco (Komandan Peleton) Latief Hendraningrat menunjuknya untuk menjadi pengibar bendera di acara proklamasi kemerdekaan keesokan harinya. Satu orang pengibar yang lain yang ditunjuk adalah Sudanco Singgih, seorang tentara PETA. Ia ditunjuk karena merupakan yang paling muda, saat itu ia berumur 18 tahun.[2]

Kontroversi

Pengakuan Ilyas diragukan dan ditolak mentah-mentah oleh berbagai kalangan yang terdiri dari keluarga pelaku sejarah dan sejarawan.[3][4][5][6] Ia diduga memiliki motif ekonomi terkait pengakuannya tersebut.[7]

Video:https://www.youtube.com/watch?v=jFq_6En37T8

Hadiah apartemen

Pada 17 Agustus 2011, Ilyas Karim mendapatkan hadiah sebuah apartemen di Kalibata City. Penyerahan dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto dan CEO PT Pradani Sukses Abadi (pengembang Kalibata City) Budi Yanto Lusli. Apartemen tersebut masih dalam proses pembangunan dan diperkirakan baru akan bisa dihuni pada Mei 2012.[8][9]

Setelah terlibat dalam pengibaran bendera merah putih pada proklamasi kemerdekaan, Ilyas kemudian menjadi tentara. Pada 1948, Ilyas dan sejumlah pemuda di Jakarta diundang ke Bandung oleh Kasman Singodimedjo. Di Bandung, dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kesatuan tentara ini kemudian berganti nama menjadi Siliwangi. Nama Siliwangi merupakan usul dari Ilyas.

Sebagai tentara, Ilyas pernah diterjunkan di sejumlah medan pertempuran di berbagai daerah, termasuk ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di Libanon dan Vietnam. Pada 1979, Ilyas pensiun dengan pangkat letnan kolonel.

Sejak 1996, Ilyas menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Yayasan Pejuang Siliwangi Indonesia yang memiliki cabang di 14 provinsi, antara lain di Medan, Riau, Jambi, Palembang, Banten, dan Ambon. Jabatannya akan berakhir pada 2009. Yayasan itu sendiri bergerak di bidang sosial. Kegiatannya antara lain penyantunan anak yatim, pembangunan tempat ibadah, dan penyantunan orang jompo.[2]

Ilyas Karim menetap di Jakarta bersama keluarganya sejak 1936. Ayahnya dulu seorang camat di Matraman. Di zaman penjajahan Jepang, ayahnya dibawa ke Tegal dan dieksekusi tentara Jepang. Sejak saat itu, Ilyas menjadi yatim.

Dua tahun setelah pensiun sebagai tentara, Ilyas diusir dari tempat tinggalnya di asrama tentara Siliwangi Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Sejak 1985, Ilyas tinggal di rumah berukuran 50 meter persegi yang berdiri di atas sebidang tanah di pinggir rel kereta api di Kalibata, Jakarta Selatan. Tanah itu ia peroleh dari PJKA (sekarang PTKA) dalam bentuk pinjaman. PJKA mempersilahkan Ilyas memakai tanah itu sampai kapan pun. Meskipun diberi pinjaman tanah, namun untuk rumahnya, Ilyas harus membangun sendiri. Dibantu oleh kawan-kawan seperjuangannya di Divisi Siliwangi, Ilyas mendirikan sebuah rumah sederhana dua lantai di tanah pinjaman tersebut.[1] Namun, pada tahun 2008, ia mendapatkan surat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa ia harus meninggalkan rumahnya pada tahun 2009 karena di dekat lokasi tersebut akan dibangun rumah susun milik pemerintah.[10][11]

Pada Mei 2012, setelah selesainya apartemen Kalibata City yang dihadiahkan kepadanya, ia akan pindah.[9]

  1. ^ a b Ilyas Karim, Pejuang yang Hidup di Rumah Gembel
  2. ^ a b c Ilyas Karim, Pengibar Pertama Sang Saka Merah Putih
  3. ^ a b Benarkah Ilyas Karim Pengibar Bendera Saat Proklamasi?
  4. ^ Ilyas Karim Bukan Pengibar Sang Saka Pertama
  5. ^ Keluarga Bung Hatta: Kami Tak Kenal Ilyas Karim
  6. ^ "Itu Ayah Kami, Bukan Ilyas Karim"
  7. ^ Faktor Ekonomi Diduga Jadi Motif Ilyas Karim
  8. ^ Kado Apartemen bagi Pengibar Pertama
  9. ^ a b Ilyas Karim Masih Tinggal di Pinggir Rel
  10. ^ Rumah Pejuang Ilyas Karim di Pinggir Rel akan Digusur
  11. ^ Digusur, Pejuang Ilyas Karim Tagih Janji Foke dan SBY

  • [1][pranala nonaktif permanen].
  • [2][pranala nonaktif permanen].

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ilyas_Karim&oldid=18492221"