Penyakit Minamata yang terjadi di Jepang disebabkan oleh pencemaran masdayat

KOMPAS.com - Pernahkah kamu mendengar tentang penyakit minamata? Penyakit minamata adalah penyakit kelainan pada sistem saraf pusat yang muncul pada akhir tahun 1950-an di Teluk Minamata pesisir Laut Shiranui, Jepang.

Dilansir dari Verywell Health, pandemik minamata diawali oleh perubahan perilaku kucing di Minamata yang kejang-kejang dan terjun ke laut seperti bunuh diri. Penduduk setempat dikejutkan dengan perilaku “gila” kucing-kucing tersebut.

Namun tidak lama disusul dengan gejala aneh pada penduduk setempat yang mengalami gemetar, kejang, kesulitan berjalan, berkurangnya pendengaran, kelumpuhan, hingga kematian.

Dampak yang sangat besar tersebut kemudian mengundang pemerintah jepang untuk meneliti penyebab pandemi di Minamata. Diketahui bahwa penyakit tersebut dikarenakan mengonsumsi ikan dan udang yang terkontaminasi merkuri.

Dilansir dari Boston University, hal tersebut disebabkan oleh pelepasan limbah methyl merkuri dalam jumlah besar oleh pabrik kimia Chisso Coorporation ke teluk Minamata. Hal ini berlangsung selama 36 tahun dan mengakumulasikan limbah merkuri seberat 27 ton.

Meracuni air, ikan, udang, kerang, tumbuhan, dan semua disekitar Teluk Minamata.
Penyakit tersebut kemudian dinamai sesuai asalnya yaitu penyakit minamata.

Menurut Pemerintah Jepang, 1.784 orang mati karena penyakit minamata dan puluhan ribu lainnya menderita gejala berat hingga sekedar gangguan sensori pada sistem sarafnya.

Baca juga: Pengertian Pencemaran Lingkungan dan Jenis-jenisnya

Gejala Penyakit Minamata

Penyakit minamata adalah penyakit gangguan sistem saraf pusat yang ditandai dengan memudarnya indra sensorik (perasa, peraba, penciuman, dan pendengaran), gemetar (tremor), gangguan ingatan, ataksia (terganggunya koordinasi gerakan otot), dan disatria (hilangnya kendali atas otot).

Penyakit minamata dapat berakibat buruk seperti hilangnya seluruh kontrol terhadap otot membuat penderitanya bergerak dan berbicara tanpa terkendali seperti orang gila. Ataksia dari minamata juga dapat menyebabkan kelumpuhan total, koma, dan berujung pada kematian.

Penyakit minamata yang diderita oleh seorang ibu hamil, sangat membahayakan anak dalam kandungannya.

Dilansir dari Medicine, merkuri merusak otak janin yang sedang berkembang, menyebabkan mikrosefalus (kepala yang sangat kecil), keterbelakangan mental, buta, dan juga tuli.

Walaupun gejalanya dapat dikurangi dengan obat-obatan neorologis. Namun hingga saat ini tidak ada obat pasti untuk mengobati penyakit minamata akibat keracunan merkuri.

Oleh karena itu kita harus menghindari penggunaan merkuri dengan memperhatikan apa yang kita makan dan darimana sumber makanan tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Menteri ESDM Isyaratkan Tarif Listrik dan Pertalite Naik, Dampaknya?

Oleh Nisa Mutia Sari pada 18 Jan 2020, 12:20 WIB

Diperbarui 18 Jan 2020, 12:20 WIB

Perbesar

Ilustrasi mati rasa - nyeri (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Penyakit minamata mungkin sangat asing di telinga masyarakat, terlebih orang Indonesia. Begitu juga dengan penyebab penyakit minamata. Untuk kasus di Indonesia sendiri memang terbilang cukup jarang.

Awal mula penyakit minamata ini muncul berasal dari Kota Minamata di Jepang. Penyebab penyakit minasama di Jepang diakibatkan warganya terkontaminasi atau keracunan makanan yang mengandung merkuri.

Kebiasaan konsumsi ikan laut masyarakat Jepang dapat dikatakan sangat tinggi. Dan merkuri sangat mudah menyebar termasuk ke biota laut. Ikan atau biota laut yang terkontaminasi merkuri yang tercemar dapat menyebabkan penyakit minamata.

Keracunan merkuri menjadi penyebab penyakit minamata. Bukan hanya di laut, merkuri sebenarnya bisa ditemukan di alam bebas secara alami. Namun, keracunan merkuri baru akan terjadi apabila kamu mengonsumsi merkuri yang sudah terkontaminasi dengan bakteri.

Untuk mengenal lebih jauh seputar penyakit minamasa, berikut Liputan6.com, Sabtu (18/1/2020) telah merangkum dari berbagai sumber mengenai penyakit minamasa berserta penyebab, gejala, serta cara mencegah penyakit minamata muncul.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Ilustraasi foto Liputan 6

Sebelum mengenal lebih jauh tentang penyebab penyakit minamata, ada baiknya untuk mengetahui apa itu penyakit minamata. Penyakit ini berasal dari nama Kota Minamata di Jepang. Ini merupakan daerah di mana penyakit minamata mewabah pada tahun 1958.

Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di Kota Minamata, Jepang. Ratusan orang meninggal akibat penyakit ini dengan gejala kelumpuhan saraf. Mengetahui kasus tersebut, akhirnya dilakukan pengamatan untuk dicari penyebab penyakit minamata ini.

Lewat pengamatan mendalam terkait gejala penyakit dan kebiasaan orang Jepang, serta pola makan kemudian ditemukan suatu hipotesisnya. Hipotesis mengatakan bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan logam berat.

Dilihat bahwa kebudayaan setempat diketahui memiliki kebiasaan mengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Melalui hasil hepotesis dan kebiasaan pola makan tersebut, kemudian dilakukan eksperimen untuk mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat atau merkuri.

Setelah menyusun teori, dilihat bahwa penyakit minamata diakibatkan oleh keracunan logam merkuri yang terkandung di dalam ikan. Ikan tersebut mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang merkuri ke laut.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Waspada Bahaya Merkuri di Lingkungan Anda

Penyakit minamata atau sindrom minamata merupakan sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa atau merkuri. Penyebab penyakit minamata dikarenakan sistem saraf pusat terganggu akibat mengonsumsi ikan atau kerang yang terkontaminasi logam berat arsen dan merkuri dalam jumlah banyak.

Merkuri alias air raksa merupakan logam berat yang jika masuk ke tubuh akan sulit untuk dikeluarkan. Bila tercemar dalam waktu yang panjang otomatis kadar merkuri ini kian bertambah hingga akhirnya menimbulkan penyakit seperti yang dialami warga Teluk Minamata, Jepang.

Keracunan merkuri menjadi penyebab penyakit minamata. Bukan hanya di laut, merkuri sebenarnya bisa ditemukan di alam bebas secara alami. Namun, keracunan merkuri baru akan terjadi apabila kamu mengonsumsi merkuri yang sudah terkontaminasi dengan bakteri.

Sehingga strukturnya berubah menjadi metil merkuri. Paparan metil merkuri dalam jumlah besar inilah yang menyebabkan keracunan. Keracunan merkuri yang merupakan penyebab penyakit minamata ini kerap menyerang otak dan sistem saraf seseorang.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Ilustraasi foto Liputan 6

Karena keracunan merkuri kerap menyerang otak dan sistem saraf seseorang, maka ada beberapa gejala penyakit minamata yang umum dirasakan. Kejang otot, mati rasa pada tangan dan kaki, otot melemah, penglihatan menyempit, serta gangguan pendengaran, dan bicara merupakan gejala penyakit minamata yang perlu diwaspadai.

Pada kasus yang sudah parah, keracunan merkuri di Kota Minamata Jepang ini menyebabkan kelumpuhan, gangguan jiwa, koma, bahkan kematian. Sedangkan keracunan merkuri pada ibu hamil juga dapat mengakibatkan kecacatan janin, keguguran, atau bahkan bayi lahir meninggal.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Seafood

Hingga saat ini masih belum ada penawar khusus untuk mengobati keracunan metil merkuri atau penyakit minamasa ini. Biasanya, penanganan yang diberikan berfokus pada meringankan gejala serta membuang racun merkuri dari tubuh.

Penderita biasanya diminta untuk melakukan detoksifikasi dan diberikan arang aktif yang mampu mencegah penyerapan racun dalam tubuh. Karena belum ada cara mengobatai penyakit minamasa ini, namun kamu masih bisa mencegah penyakit ini.

Berdasarkan anjuran dari WHO menjelaskan bahwa untuk mencegah penyakit minamasa dengan menghindari konsumsi ikan besar yang mengandung merkuri tinggi di dalamnya seperti hiu, kerapu, todak, dan makarel.

Kamu bisa memilih ikan yang lebih kecil seperti ikan baronang, barakuda, salmon, tuna, dan bandeng. Selain itu, penting juga untuk memerhatikan sumber makanan laut yang dibeli atau dikonsumsi. Pastikan untuk tidak membeli dan memakan ikan dan olahan biota laut yang berasal dari perairan yang terkontaminasi limbah atau sedang dalam penyelidikan pemerintah.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Penyakit minamata dicirikan seperti orang yang keracunan logam berat. Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam berat Hg (merkuri). Merkuri tersebut terakumulasi di dalam perairan dan masuk dalam tubuh ikan yang dikonsumsi oleh penduduk jepang.

Seringkali, ketika kita baru menyadari sesuatu yang buruk sedang terjadi, semua sudah terlambat. Itulah situasi di kota Minamata, Jepang sekitar tahun 1956. Ratusan ribu warga secara misterius mengalami kelumpuhan, gangguan saraf, kanker, bahkan sampai berujung kematian. Tidak ada yang menyangka kalau penyakit yang sekarang dinamakan penyakit Minamata ini disebabkan oleh satu zat beracun bernama merkuri.

Teluk Minamata adalah saksi sejarah kelam dan bukti nyata  dari dahsyatnya dampak kelalaian manusia dalam menanggulangi pencemaran merkuri. Kini Indonesia menghadapi ancaman pencemaran merkuri salah satunya dari kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil [PESK]. 

PESK masih mengandalkan merkuri dalam proses ekstraksi emas. Lebih lanjut, limbah  merkuri yang dihasilkan dari PESK mengalir ke sumber air dan bermuara di laut. Imbasnya, hasil tangkapan laut yang kaya nutrisi kini mengandung racun yang berbahaya bagi siapa saja yang mengonsumsinya. Tidak hanya itu, merkuri yang menguap dari perairan ke udara juga berpotensi merusak organ pernapasan dan sistem saraf secara permanen. Ini semua membuat ancaman merkuri bak bola salju yang tak terelakkan. Bila abai, penyakit Minamata bisa menghantam Indonesia kapan saja.

SEJARAH PENYAKIT/SINDROM

Dilansir dari Verywell Health, pandemik minamata diawali oleh perubahan perilaku kucing di Minamata yang kejang-kejang dan terjun ke laut seperti bunuh diri. Penduduk setempat dikejutkan dengan perilaku “gila” kucing-kucing tersebut. Namun tidak lama disusul dengan gejala aneh pada penduduk setempat yang mengalami gemetar, kejang, kesulitan berjalan, berkurangnya pendengaran, kelumpuhan, hingga kematian. Dampak yang sangat besar tersebut kemudian mengundang pemerintah jepang untuk meneliti penyebab pandemi di Minamata. Diketahui bahwa penyakit tersebut dikarenakan mengonsumsi ikan dan udang yang terkontaminasi merkuri.

Dilansir dari Boston University, hal tersebut disebabkan oleh pelepasan limbah methyl merkuri dalam jumlah besar oleh pabrik kimia Chisso Coorporation ke teluk Minamata. Hal ini berlangsung selama 36 tahun dan mengakumulasikan limbah merkuri seberat 27 ton. Meracuni air, ikan, udang, kerang, tumbuhan, dan semua disekitar Teluk Minamata. Penyakit tersebut kemudian dinamai sesuai asalnya yaitu penyakit minamata. Menurut Pemerintah Jepang, 1.784 orang mati karena penyakit minamata dan puluhan ribu lainnya menderita gejala berat hingga sekedar gangguan sensori pada sistem sarafnya.

Kemudian, di 1 Maret 1956, seorang dokter di Jepang mempublikasikan laporan kasus epidemi yang menyerang sistem saraf pusat. Ini adalah temuan resmi pertama yang menandakan kemunculan penyakit minamata yang disebabkan oleh keracunan merkuri. 

Lebih dari 2000 orang meninggal dan 17.000 warga harus menghabiskan hidupnya   dengan kondisi lumpuh, kerusakan saraf, kehilangan penglihatan dan kemampuan berbicara. Merkuri yang ditransfer dari ibu ke janin juga banyak menyebabkan keguguran. Bayi yang terlahir pun harus menderita kekurangan fisik dan keterbelakangan mental seumur hidup.

Ini semua berawal dari pengelolaan limbah merkuri yang buruk oleh Chisso Co. Ltd, pabrik pupuk kimia, asam asetat, vinil klorida, dan plasticizer [zat pelentur plastik]. Betapa tidak, sekitar 200 sampai 600 ton limbah merkuri dibuang begitu saja ke teluk Minamata sejak tahun 1932. Merkuri ini kemudian bereaksi dengan bakteri di dalam ikan-ikan yang terpapar dan bertransformasi menjadi bentuk merkuri yang paling berbahaya, yaitu methylmercury atau merkuri organik. Penduduk Minamata yang mayoritas nelayan, mengonsumsi ikan dari teluk Minamata hampir setiap hari. Tanpa disadari, ikan yang tadinya menyehatkan berubah jadi racun mematikan.

Warga yang tak terima menuntut Chisso Co. Alhasil, pihak perusahaan harus mengeluarkan dana sebesar 2 milyar Yen per tahun untuk biaya terapi dan ongkos berobat. Angka itu tidak ada artinya ketimbang penderitaan yang harus dialami warga yang terdampak. Atas desakan pemerintah, Chisso Co. akhirnya menghentikan produksi asam asetatnya di tahun 1968.

INDONESIA BAGAIMANA?

Penyakit minamata tidak eksklusif untuk negara Jepang saja. Buktinya, hal yang serupa terjadi lagi di Irak pada tahun 1970. Kali ini keracunan merkuri berasal dari gandum yang diberi obat anti jamur berbahan dasar merkuri. Sebanyak 35 orang meninggal dan 321 lainnya menderita cacat seumur hidup. Negara lain yang tercatat pernah mengalami kasus penyakit minamata diantaranya adalah Pakistan dan Guatemala.

Gambar. Kelalaian manusia dalam menangani limbah merkuri telah menghancurkan kehidupan ribuan orang, termasuk bayi-bayi yang tak berdosa ini. Kondisi ini sudah terjadi di kawasan tambang emas Cisitu, Banten. Sumber: Medicuss

Di Indonesia, beberapa ancaman pencemaran merkuri datang dari emisi PLTU batubara, sampah elektronik, dan  maraknya penambangan emas ilegal yang masih menggunakan merkuri sebagai bahan bakunya. Endcoal.org mencatat bahwa sejak tahun 2006 sampai 2020, telah ada 171 PLTU batubara yang beroperasi di Indonesia. Angka ini akan terus meningkat seiring berjalannya ekspansi unit PLTU baru di berbagai wilayah di Indonesia, mengingat batubara masih dinilai sebagai sumber energi yang paling terjangkau. Dari hasil pemodelan oleh Lauri Myllivirta, ahli polusi udara dari Greenpeace tahun 2018, terungkap bahwa PLTU Celukan Bawang II di Bali bisa menghasilkan 15 kilogram merkuri per tahun yang akan mengendap di lahan hutan dan pertanian sekitar. Ini adalah pertanda buruk bagi penduduk yang bergantung pada hasil bumi dan sumber air di sekitarnya.

Dampak dari pencemaran merkuri juga mulai terlihat di beberapa lokasi sekitar Pertambangan Emas Skala Kecil [PESK]. Sejak tahun 2017, KLHK mencatat sebanyak 850 titik penambangan emas skala kecil yang tersebar di 197 Kabupaten/Kota di Indonesia. Lebih lanjut, hasil pemeriksaan darah yang dilakukan oleh Tim Kesehatan Kodam Pattimura pada penduduk Desa Debowae, Maluku mencatat kandungan merkuri pada air seni berkisar antara 10,5 sampai 127 mikrogram/liter. Nilai ini sangat mengkhawatirkan bila dibandingkan dengan batas normalnya, yang hanya sebesar 9 mikrogram/liter. 

GEJALA PENYAKIT MINAMATA/SINDROM MINAMATA

Penyakit minamata adalah penyakit gangguan sistem saraf pusat yang ditandai dengan memudarnya indra sensorik [perasa, peraba, penciuman, dan pendengaran], gemetar [tremor], gangguan ingatan, ataksia [terganggunya koordinasi gerakan otot], dan disatria [hilangnya kendali atas otot]. Penyakit minamata dapat berakibat buruk seperti hilangnya seluruh kontrol terhadap otot membuat penderitanya bergerak dan berbicara tanpa terkendali seperti orang gila. Ataksia dari minamata juga dapat menyebabkan kelumpuhan total, koma, dan berujung pada kematian. Penyakit minamata yang diderita oleh seorang ibu hamil, sangat membahayakan anak dalam kandungannya. Dilansir dari Medicine, merkuri merusak otak janin yang sedang berkembang, menyebabkan mikrosefalus [kepala yang sangat kecil], keterbelakangan mental, buta, dan juga tuli. Walaupun gejalanya dapat dikurangi dengan obat-obatan neorologis. Namun hingga saat ini tidak ada obat pasti untuk mengobati penyakit minamata akibat keracunan merkuri. Oleh karena itu kita harus menghindari penggunaan merkuri dengan memperhatikan apa yang kita makan dan darimana sumber makanan tersebut.

Gejala umum : Animasi Rantai Kontaminasi di sini. 

  • Kejang otot
  • Mati rasa [Kesemutan] pada tangan dan kaki
  • Otot melemah
  • Penglihatan menyempit
  • Gangguan bicara dan pendengaran

Walau tidak bisa diobati, penyakit minamata bisa dicegah. World Health Organization [WHO] menganjurkan pembatasan konsumsi ikan besar dengan kadar merkuri tinggi seperti hiu, kerapu, makarel, dan tuna. Sebagai gantinya, pilihlah jenis ikan atau makanan laut yang rendah merkuri seperti mujair, lele dan bandeng kolam. Dianjurkan pula untuk lebih berhati-hati saat mengonsumsi ikan laut yang berukuran lebih besar dari telapak tangan, karena Semakin besar ukurannya, semakin besar pula kadar merkurinya.

Page 2

Read more ...

Pelajari dan analisa kejadian-kejadian yang terjadi di beberpa wilayah penambangan emas di Indonesia ini. Tidak terlepas dari kebijakan yang pro atau kontra lingkungan hidup oleh oknum, kelompok atau lembaga namun tetap saja akibat usaha ekstraksi ini menunjukan wujud sebenarnya. Entah di wilayah penambangan itu menggunakan merkuri atau tidak namun inilah wajah negatif usaha ekstraksi itu. Siapa yang benar-benar tahu keadaan yang sebenarnya di balik sloga-slogan yang tidak menggunakan merkuri di wilayah penambangan? Kalau tidak menggunakan merkuri, mengapa bisa muncul kasus2 penyakit yang tidak lazim ini?

Anak-anak adalah yang paling tersakiti.

  • Jari-jari kaki tidak terbentuk dengan baik. Zaskia.
  • Nyimas, berusia 8 tahun dengan kerusakan otak dan hydrocepalus.
  • Ia ditinggalkan oleh ibunya ketika lahir dengan kerusakan tengkorak. Fikri, yang berusia 7 tahun.
  • Iqubal, dengan otot-otot tangan yang kaku dan kepalan yang mengecil.
  • Dita yang berusia 10 tahun terbaring sepanjang hari di atas tikar karena otot dan tangan yang rusak.

Kondisi fisik anak-anak ini akibat kerusakan sistematis yang terjadi pada orang dewasa yang termetylasi merkuri lewat berbagai cara, salah satunya lewat rantai makanan. Apakah mereka cacat karena kebetulan? apakah karena hal mistis? Simak informasi lengkap pada link dibawah ini.

Sumber: //pulitzercenter.org/stories/indonesia-mercury-gold-and-uncommon-diseases