Perang Jagaraga merupakan bentuk perlawanan terhadap Belanda yang terjadi di Bali yang disebabkan

Perang Bali merupakan ekspedisi milter pertama yang dilakukan oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger terhadap kerajaan Buleleng yang berada di Bali pada tahun 1846. Tujuan Belanda mengirimkan ekspedisi mileternya yaitu untuk menyampaikan ultimatum yang berisi keharusan pihak Buleleng untuk menghapus hak tawan Karang dan juga mengakui kedaulatan Belanda. Akan tetapi kerajaan Buleleng yang kala itu dipimpin oleh raja dan patihnya Gusti Jelantik tidak mempedulikan ultimatum Belanda tersebut. Baca juga Penyebab perang ambon dan Sejarah perang batak.

Sekilas tentang Perang Bali

Setahun setelah pemberian ultimatum, pasukan militer Belanda datang dan melakukan penyerbuan terhadap Kerajaan Buleleng. Ketika peristiwa tersebut terjadi Buleleng telah mendapat bantuan dari Karangasem. Akan tetapi istana Buleleng tidak dapat dipertahankan dan harus jatuh ke tangan pihak Belanda. Akibatnya Raja Buleleng terpaksa harus menyingkir ke wilayah Jagaraga. Sementara itu pihak Belanda yang masih tidak ingin menyerah juga melancarkan serangan ke Jagaraga dengan pasukan yang jauh lebih besar dan hasilnya wilayah tersebut juga berhasil direbut pihak Belanda.

Penyerangan yang dilakukan Belanda tidak berhenti sampai di situ saja, wilayah Karangasem, Gianyar, dan Klungkung juga diserbu oleh pasukan militernya. Meskipun memiliki banyak pasukan pihak Belanda tetap merasa kesulitan menghadapi semangat juang rakyat Bali yang begitu menggebu-gebu. Akhirnya agar perang dapat selesai lebih cepat, dilancarkanlah serangan besar-besaran pada tahun 1906 ke Bali. Satu tahun setelah peristiwa tersebut seluruh wilayah Bali sudah berada di bawah kekuasaan Belanda.

Penyebab Perang Bali

Setiap peperangan yang terjadi tentu lahir, karena ada penyebabnya begitupun dengan yang terjadi di Bali pada tahun 1906. Perang tersebut juga dikenal sebagai Perang Puputan. Berikut adalah beberapa penyebab perang Bali.

Hak Tawan Karang adalah hak mutlak yang dimiliki kerajaan Bali dalam hal ini kerajaan Buleleng, untuk menyita kapal-kapal yang berlabuh di wilayah pesisir pulau Bali. Kapal yang disita tersebut kemudian menjadi hak miliki kerajaan Bali. Sebenarnya tujuan dari hal ini yaitu sebagai bentuk upaya perlindungan Bali dari ancaman penjajah, apalagi dari Belanda. Baca juga Kronologi perang dunia 2, Sejarah perang amerika dan Negara yang terlihat perang dunia 2.

Sayangnya hal yang ditakutkan justru terjadi dimana pihak Belanda pada akhirnya sampai ke perairan Bali dengan membawa bala tentara. Mereka tidak setuju dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kerajaan Bali dan merasa bahwa kebijakan tersebut sangat merugikan pihaknya. Akan tetapi apa yang telah dilakukan kerajaan Bali adalah suatu tradisi yang harus dipatuhi oleh siapapun terutama pendatang, sehingga sulit untuk dipatahkan.

Atas dasar hal itulah yang dianggap Belanda sebagai suatu kebijakan tidak masuk akal, sehingga mengirim pasukan militer untuk melakukan serangan terhadap kerajaan Bali. Meskipun begitu perang tidak serta merta langsung terjadi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Belanda sempat memberi ultimatum untuk menghapuskan kebijakan tersebut, tetapi ditolak. Pihak kerajaan Bali beranggapan bahwa pendatang harus mengikuti dan tunduk terhadap aturan yang berlaku, terutama di wilayah kepulauan seperti Pulau Bali.

Karena perselisihan tersebut akhirnya Belanda mulai melancarkan serangannya dengan mengeluarkan senjata berupa meriam. Meriam tersebut kemudian ditembakkan menuju dinding-dinding kerajaan Bali yaitu kerajaan Buleleng. Ketika menyadari penyerangan tersebut, pihak Buleleng masih terus berupaya maksimal hingga titik darah penghabisan untuk melindungi kerajaan. korban tidak hanya jatuh di pihak kerajaan Buleleng saja, tetapi juga pasukan Belanda. Tetapi akhirnya wilayah Bali perlahan-lahan dikuasai oleh Belanda.

  1. Adanya Tuntutan untuk Monopoli Perdagangan dari Belanda

Pada masa tersebut pihak Belanda sebenarnya juga berusaha untuk memanfaatkan sektor perekonomian di Bali. Usaha tersebut dilakukan dengan memonopoli perdagangan yang dikuasai oleh Belanda sendiri dan berupaya agar bisa mengambil alih perdagangan di seluruh pasar yang ada di pulau Bali. Sebenarnya kejadian tersebut sudah terjadi jauh sebelum perang pecah pada tahun 1906

Upaya pihak Belanda tersebut tentu saja menyulut kemarahan dari rakyat Bali. Rakyat merasa benar-benar dirugikan dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah Belanda hanya demi keuntungan secara sepihak. Akibatnya perang tidak dapat terelakkan lagi dan kala itu korban yang jatuh dari pihak Bali jauh lebih banyak.

Seperti yang diketahui bahwa tujuan Belanda menjajah Indonesia yaitu untuk menguasai wilayah potensial di negeri ini. Salah satu bukti upaya tersebut adalah pemicu terjadinya Pertempuran Bandung Lautan Api. Invasi yang dilakukan Belanda di pulau Jawa pun mulai merambah ke pulau-pulau kecil di sekitarnya, termasuk pulau Bali. Itulah mengapa Belanda melabuhkan kapal-kapal miliknya dan harus mengalami konflik panjang dengan pihak kerajaan Buleleng di Bali.

  1. Terjadi Perebutan Wilayah Kerajaan Buleleng

Perebutan wilayah kerajaan Buleleng merupakan dampak dari upaya perlawanan rakyat Bali. Pihak Belanda sendiri melakukan hal tersebut dengan tujuan agar semua provokator yang mampu membangkitkan semangat juang rakyat Bali dapat dibasmi. Pasukan militer pun dikerahkan untuk menyerang kerajaan Buleleng serta kerajaan-kerajaan lain yang juga memberi dukungan terhadap pihak Buleleng. Baca juga Sejarah nazi dan Sejarah perang aleppo.

Meskipun semangat dari rakyat Bali begitu besar, tetapi mereka kalah jumlah dan persenjataan Belanda jauh lebih maju. Akhirnya perlahan-lahan perlawanan rakyat berhasil di redam oleh pihak Belanda, sehingga wilayah Buleleng juga berada di bawah kekuasaannya. Tidak hanya itu beberapa kebijakan yang dikeluarkan pihak Belanda juga dinilai sebagai suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap rakyat Indonesia.

Akan tetapi perjuangan rakyat Bali tidak berhenti sampai di situ saja. Sebagai bentuk upaya mempertahankan harga diri pihak Bali menghimpun kekuatan untuk melawan Belanda yang disebut sebagai perang Puputan. Perang ini benar-benar menunjukkan semangat juang Bali, bahkan sampai titik darah penghabisan. Pada akhirnya pihak Bali yang telah mengorbankan begitu banyak nyawa harus rela kalah dalam perang, tetapi usaha dan perjuangannya terus terasa sampai saat ini.

Itulah 4 penyebab perang Bali yang pecah pada tahun 1906 silam. Setelah peperangan tersebut, pihak Belanda kemudian membangun benteng di Bali dan menerapkan kebijakan sesuai dengan keinginan mereka. Akan tetapi tidak lama kemudian perang kedua kembali meletus. Semoga bermanfaat.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Admin dinsos | 10 Agustus 2016 | 35403 kali

Perang Jagaraga merupakan bentuk perlawanan terhadap Belanda yang terjadi di Bali yang disebabkan

Ringkasan Perang Jagaraga Tahun 1848 – 1849

Oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng

Peristiwa Perang Jagaraga yang telah tercatat di Monumen Nasional Jakarta terjadi pada Tahun 1848 sampai 1849. Perang heroik ini sebagai akibat dari ketidak taatan Raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem bersama Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik terhadap perjanjian perdamaian kekalahan perang Buleleng pada Tahun 1846. Adapun isi perjanjian yang ditanda tangani oleh Raja Buleleng dan Raja Karangasem (yang telah membantu Perang Buleleng) pada saat itu Raja Buleleng didampingi oleh Ida Bagus Tamu dan I Nengah Rawos sebagai berikut :

1.      Kedua kerajaan harus mengakui ada di bawah kekuasaan Gubernemen dan mengakui Raja Belanda sebagai tuannya;

2.       Tidak boleh membuat perjanjian dengan bangsa kulit putih lainnya;

3.      Segera menghapus peraturan Tawan Karang;

4.      Membayar biaya perang sebesar 300.000,- Gulden, Raja Buleleng dibebankan 2/3 sedangkan Raja Karangasem 1/3 yang harus dilunasi dalam kurun waktu 10 Tahun.

Setelah Perang Buleleng selesai I Gusti Ngurah Made Karangasem, I Gusti Ketut Jelantik, pimpinan pasukan dan para prajurit yang setia memindahkan Kerajaan Buleleng ke Desa Jagaraga dengan pertimbangan Desa Jagaraga mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut :

1.      Medannya berbukit, banyak jurang untuk melaksanakan serangan mendadak;

2.      Jalan penghubung hanya satu melalui Desa Sangsit mudah mengintai pasukan musuh;

3.      Jarak Jagaraga Pabean relatif pendek, mudah mengetahui pergerakan Belanda;

4.      Istri tercinta I Gusti Ketut Jelantik berasal dari Desa Jagaraga yang memiliki naluri perang.

I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng yang dibantu oleh Jro Jempiring dalam kurun waktu 1846 sampai 1848 telah melakukan langkah-langkah strategi perang sebagai berikut :

1.      Menyusun benteng-benteng pertahanan di sekitar Jagaraga;

2.      Melatih prajurit-prajurit Buleleng dan Jagaraga teknik dan taktik berperang;

3.      Membangkitkan semangat perang masyarakat Jagaraga dan sekitarnya dengan menggunakan rumah-rumah penduduk untuk menyimpan logistik perang;

4.      Meminta bantuan kepada Raja-Raja di Bali diantaranya Raja Karangasem, Raja Klungkung, Raja Gianyar, Raja Mengwi dan Raja Jembrana lengkap dengan persenjataannya;

5.      Strategi yang digunakan dalam perang Jagaraga adalah Supit Surang (Makara Wyuhana). Makara Wyuhana yaitu strategi perang yang diterapkan oleh Prabu Yudistira dalam cerita Bharata Yudha.

6.      Di belakang tembok benteng yang dijadikan pusat markas dan komando I Gusti Ketut Jelantik berdiri tegak Pura Dalem Segara Madu Jagaraga.

Selama Belanda menguasai Buleleng tidak pernah merasakan kenyamanan dan keamanan karena pasukan I Gusti Ketut Jelantik selalu membuat huru-hara di sekitar Buleleng dan Pabean, merampok kapal-kapal Belanda di Pelabuhan Pabean, memboikot penjualan bahan-bahan makanan kepada serdadu Belanda, di samping telah melanggar seluruh perjanjian yang disepakati pada perang Buleleng, sehingga tanggal 8 Juni 1848 Belanda melakukan penyerbuan melalui Pelabuhan Sangsit dengan kekuatan 22 kapal perang yang dilengkapi dengan meriam.

Serdadu Belanda dibagi menjadi empat Devisi :

1.        Devisi I dipimpin oleh Letkol Sutherland;

2.        Devisi II dipimpin oleh Mayor Sorg;

3.        Devisi III dipimpin oleh Letkol Bron De Vexela;

4.        Devisi IV dipimpin oleh Mayor De Vos.

Perang Jagaraga pertama Belanda kalah dengan gugurnya 250 serdadu Belanda, Jendral Van Der Wijck selaku komando ekspedisi ke Jagaraga telah mengakui ketangguhan prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya di bawah kepemimpinan I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng yang dibantu oleh Jro Jempiring. Faktor- faktor yang mempengaruhi kemenangan ini diantara lain :

1.      Jiwa patriotisme prajurit Jagaraga beserta sekutunya sangat tinggi, ibarat singa kelaparan menerkam lawan-lawannya;

2.      Mentaati perintah perang I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng yang dibantu Jro Jempiring;

3.      Melakukan serangan terpadu dengan daya tangguh dan kuat;

4.      Dapat menggunakan Senjata Bus (Bedil Bus) yaitu meriam tradisional yang ditepatkan di benteng utama;

5.      Siasat perang berjalan sesuai rencana yang dapat menggiring pasukan Belanda masuk perangkap ke benteng Supit Surang (Makara Wyuhana);

6.      Belanda tidak mengenal medan tempur Jagaraga;

7.      Belanda menganggap remeh prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya;

8.      Belanda tidak dapat melaksanakan konsolidasi karena situasi politik kacau baik di Indonesia maupun di Eropa.

Perang Jagaraga kedua sekalipun I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng dan Jro Jempiring telah merasakan kemenangan yang gemilang, dan telah mendapat pengakuan seluruh Raja-Raja di Bali yang dapat dijadikan spirit untuk melawan penjajah Belanda dari Bumi Bali yang tercinta. Namun beliau menyadari betul Belanda akan melakukan serangan balasan oleh karena itu I Gusti Ketut Jelantik bersama Jro Jempiring selalu membakar semangat patriotisme seluruh prajurit dan juga melakukan latihan perang bersama prajurit dengan sekutu-sekutunya, meningkatkan logistik dan peralatan-peralatan perang serta selalu waspada apabila ada serangan musuh yang bersifat mendadak.

Pada bulan April 1849 Pemerintah Hindia Belanda di Batavia telah melakukan persiapan perang yang kedua untuk menggempur prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya yang dipimpin langsung oleh Jendral Michiels dan Letkol. C.A. de Brauw dengan kekuatan amada 60 kapal perang lengkap dengan persenjataan modern. Sebelum perang dimulai Jendral Michiels telah mengirim pasukan khusus dengan menggunakan orang pesisir sebagai informan/mata-mata Belanda untuk mempelajari sistem dan strategi perang yang diterapkan oleh I Gusti Ketut Jelantik bersama Jro Jempiring sekaligus mencari petunjuk jalan untuk dapat melakukan gerakan memutar ke belakang lambung sebelah barat benteng pertahanan utama Jagaraga yang tidak pernah disadari oleh I Gusti Ketut Jelantik, Raja Buleleng dan Jro Jempiring.

Pada tanggal 14 April 1849 armada Belanda telah mendarat di Pelabuhan Pabean dan Pelabuhan Sangsit untuk melakukan serangan dari dua arah mengetahui kondisi ini I Gusti Ketut Jelantik bersama pasukannya yang dipercaya pagi-pagi menuju pelabuhan Pabean bermaksud melakukan perdamaian kepada Belanda, namun utusan Jendral Michiels menolak permintaan I Gusti Ketut Jelantik karena itu merupakan siasat dan taktik I Gusti Ketut Jelantik mengulur waktu untuk dapat berkonsolidasi dan meminta bantuan pasukan kepada Raja-Raja di Bali. Sekembalinya I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng dengan pasukannya menuju ke Desa Jagaraga ternyata benteng-benteng Jagaraga telah diserang habis-habisan oleh pasukan Belanda di bawah pimpinan Letkol. C.A. de Brauw. I Gusti Ketut Jelantik bersama Raja Buleleng lari ke Karangasem bermaksud meminta bantuan pasukan Raja Karangasem namun sayang beliau diserang secara mendadak di Desa Seraya akhirnya I Gusti Ketut Jelatik dan I Gusti Ngurah Made Karangasem gugur. Sementara pertempuran Jagaraga dipimpin oleh Jro Jempiring dibantu pimpinan prajurit Jembrana (Pan Kelab), pimpinan prajurit Mengwi Gusti Nyoman Munggu, pimpinan prajurit gabungan Gianyar dan Klungkung dipimpin Cokorda Rai Puri Satria. Jro Jempiring telah mengintruksikan perang Puputan dengan mengundus dua buah keris, akhirnya Jro Jempiring gugur dengan pimpinan pasukannya dan para prajuritnya sebanyak 2000 orang termasuk 38 pedanda dan pemangku, 80 pragusti, 83 para manca, perbekel dan dari pihak belanda telah gugur sebanyak 264 serdadu.

Kesimpulan :

1.      Kekalahan Perang Jagaraga kedua sebagai akibat kalah dalam persenjataan;

2.      Kurang melakukan pembinaan kepada orang pesisir pantai yang dapat dijadikan kontak atau mata-mata Belanda;

3.      Patih Jelantik terpancing keluar dari benteng Supit Surang melihat pasukan Belanda begitu besar;

4.      Patih Jelantik tidak melakukan perubahan sistem pertahanan dan penyerangan terutama di dalam lambung belakang;

5.      Jendral Michiels berhasil memecah pasukan I Gusti Ketut Jelantik.

Sekalipun Belanda menyadari kemenangan perang Jagaraga yang kedua tahun 1849 namun pimpinan ekpedisi Belanda mengakui kegigihan, ketangguhan, daya juang, prajurit Jagaraga dengan sekutu-sekutunya.

Demikianlah ringkasan sejarah Perang Jagaraga merupakan perang yang paling panjang pada ekspedisi Belanda di Pulau Bali, mudah-mudahan bermanfaat. Terima kasih.

Pembangunan Monumen Perang Jagaraga

Perang Jagaraga merupakan bentuk perlawanan terhadap Belanda yang terjadi di Bali yang disebabkan
Download disini