Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika

Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika

Modernitas di Indonesia semakin lama semakin kuat kita rasakan. Nggak hanya dalam hal hiburan dan teknologi aja, hal-hal intangible seperti gaya hidup dan cara berpikir dan keefisienan kita dalam bekerja pun semakin lama semakin blend in dengan kebiasaan belahan dunia lain. Is this a bad thing? Nggak juga. Bila kita melipir sebentar dari perdebatan tradisi yang semakin luntur, misalnya, ada banyak manfaat yang kita peroleh dari pergeseran ini. Salah satunya adalah kita jadi lebih terbuka dan open minded terhadap ide-ide baru dan perbedaan.

Bagi sebagian orang, kita mulai kebarat-baratan, namun kalau diteliti benar, nggak sedikit perbedaan budaya yang masih kental yang memisahkan kita dari warga dunia barat. Budaya di sini maksudnya bukan kesenian atau tari-tarian, melainkan soal value yang berujung pada penghargaan kita terhadap orang lain. Ambil contoh perbedaan budaya Indonesia dengan Amerika. Apa saja yang jelas kentara?

Waiter bukan pekerjaan bawahan

Di Indonesia: Terserah mau ngaku atau enggak, tapi seringkali, kalau mau jujur, kita menganggap waiter atau pelayan restoran kelasnya ada di bawah kita yang bekerja di kantor, mungkin di gedung yang tinggi, dengan klien-klien internasional. Dalam hati seringkali kita menganggap waiter nggak beda dengan asisten rumah tangga yang bisa kita suruh mengerjakan apa saja demi kepuasan hati merasa dilayani.

Di Amerika: Adalah keterlaluan bila memperlakukan waiter tidak ‘selevel’ dengan kita. Pertama, kita nggak semestinya memanggil waiter di resto karena akan dianggap rude. Kedua, kalau ingin melihat menu, kita harus menunggu dan waiter akan datang ke meja kita. Begitu juga saat ingin memesan makanan dan mendapatkan bill. Memang ini ada hubungannya dengan customer service mereka yang baik. Setiap meja punya satu waiter yang didedikasikan untuknya dan mereka akan sangat attentive dan menanyakan apa kita membutuhkan tambahan sesuatu setiap 5-10 menit. Intinya lupakan perasaan superior bahwa mereka adalah pelayan kita. Di Amerika dan di banyak negara di Eropa (atau di negara-negara Barat), waiter adalah orang yang akan membantu kita mendapatkan makanan atau minuman dan seperti kita memperlakukan sesama manusia, mereka berhak atas respect dari kita.

Pejalan kaki adalah raja

Di Indonesia: Let’s be honest, di sini, nasib pejalan kaki nggak terlalu mujur. Nggak hanya nggak punya trotoar yang bebas dari pedagang kaki lima dan motor-motor yang pengemudinya nggak sekolah, saat kita menyetir dan lampu baru berubah dari kuning ke merah, kadang kita nekat ‘nyempet-nyempetin’ untuk terus maju, tanpa memperhatikan bahwa mungkin ada pejalan kaki yang sudah siap menyebrang. (Tentu ini bicara pejalan kaki yang taat aturan ya, yang menyebrang pada tempatnya. Yang nggak taat aturan nggak usah dibahas, panjang pasti ceritanya!)

Di Amerika: Pejalan kaki adalah raja. Ketika mobil kita berbelok dan ada pejalan kaki yang sudah bersiap menyebrang, mereka ‘boleh’ marah sama kita. Mereka boleh protes dan akan membuat kita merasa malu karena tidak memperhatikan jalan atau bersikap arogan. Bahkan di beberapa jalan, ada zebra cross khusus di mana begitu di salah satu ujung jalan ada orang yang menginjakkan 1 kaki saja di zebra cross tersebut (belum nyebrang ya, baru naro kaki doang :D), mobil sudah harus berhenti.

Time is money so stop basa-basi

Di Indonesia: Saya tau kita nggak bermaksud buruk dengan berbasa-basi. Malah tujuannya baik, kita mau menghormati orang lain, makanya kita meluangkan banyak waktu untuk ice breaking saat baru ketemu orang, lalu meluangkan waktu saat menyampaikan kabar kurang sedap (baca: ngomong muter-muter biar lawan bicara nggak tersinggung), lalu meluangkan banyak waktu lagi saat berpamitan (bener loh, coba perhatiin, saat berkunjung ke rumah keluarga atau teman, atau bahkan ke kantor klien, pamitannya bisa 15 menit sendiri!).

Di Amerika: Warga Amerika punya cara menghormati orang lain dengan cara yang berbeda, yaitu dengan tidak menghabiskan waktu mereka. It’s true. Especially in big cities like New York or Los Angeles, it’s rude to waste people’s time. Langsung aja bilang butuh apa dan mereka akan bantu dengan segera. Time efficiency sangat penting buat mereka.

Lalu, mana yang lebih baik? Ini bukan soal budaya Barat lebih baik dari budaya Timur dan sebaliknya. Setiap budaya dan tradisi berasal dari histori. Tapi nggak ada salahnya selain meniru cara berpakaian dan mengekspresikan diri, kita adopsi juga hal-hal baik dari belahan dunia lain ini. The question is, are we ready?

Indonesia dan Amerika Serikat memang adalah dua negara yang sangat berbeda.Indonesia menggunakan paham ekonomis campuran dan Amerika Serikat menggunakan paham ekonomis yang sangat kental dengan idealogi kapitalisnya. Tentu di benak anda akan berpikir pasti perbedaan sistem ekonomi ini akan menimbulkan keberagaman yang sangat besar di bidang budaya kerja. Tapi apakah itu benar? Disini akan kita bahas apa perbedaan atau bahkan persamaan budaya kerja yang ada di Indonesia dan dengan apa yang ada di Amerika Serikat.

Secara mengejutkan budaya kerja di Indonesia dan Amerika dapat dikatakan kurang lebih sama.Saya membandingkan gaya kerja di Jakarta dengan perusahaan-perusahaan besar yang berada di Amerika bagian barat.

Saya tidak tahu apakah hasil pengamatan ini dapat diterapkan pada kota-kota lain di Amerika ataupun Indonesia.


Persamaan Budaya Kerja Amerika Serikat dengan Indonesia


Dari segi waktu bekerja, pekerja Indonesia dan Amerika terbilang relatif sama. 

Jam kerja di Indonesia di mulai pada pukul 8 pagi dan berakhir pada pukul 17.30 sore hari. Pada pukul 19.00 biasanya kantor sudah mulai sepi karena mayoritas perkeja sudah pulang. Hanya sedikit orang yang meninggalkan kantor tepat waktu atau tetap bekerja di kantor sampai melebihi pukul 19.00 sore. Untuk urusan bekerja, bergurau, dan bersosialisasi sepertinya seimbang dan tidak ada kendala.Waktu rapat biasanya hanya sebentar namun pegawai tidak akan dimarahi jika datang agak telat.


Namun perbedaan signifikan biasanya terjadi apabila ada pergantian musim tertentu, terumata musim dingin di Amerika Serikat. Beberapa perusahaan mempunyai jam kerja yang lebih sedikit pada musim salju. Hal ini dikarenakan lamanya matahari bersinar saat musim dingin itu sangat sedikit dan membuat orang tidak produktitif kerja, atau karena alasan lain.

Setiap negara memang biasanya memiliki kebudayaan dan adatnya yang berbeda-beda, termasuk juga saat mendidik anak-anak. Hal ini tentu saja akan membedakan pola pikir dan perkembangan anak di tiap negaranya. Sama halnya dengan Indonesia dan Amerika yang masing-masing para remaja di sana memiliki gaya pergaulan yang berbeda, baik itu sejak kecil bahkan hingga dewasa. 

Bila kamu penasaran apa saja kira-kira perbedaan gaya pergaulan antara remaja Indonesia dan Amerika, berikut lima daftarnya. 

Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika
Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika
Pexels/Abdullah Ghatasheh

Sebagai negara yang menjunjung sila pertama dari Pancasila  yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, memang semua masyarakat di Indonesia diwajibkan untuk memeluk agama yang ada. Hal ini membuat para anak-anak terbiasa mendapatkan pelajaran agama bahkan sejak kecil. Berbeda halnya dengan anak-anak di Amerika yang cenderung menganggap bahwa agama adalah urusan personal orang lain sehingga tak ada pendidikan agama di bangku sekolah umum.  

Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika
Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika
Pexels/Rene Asmussen

Untuk urusan yang satu ini, Indonesia memiliki variasi kegiatan yang lebih banyak dan tak biasa. Dari mulai melakukan tasyakuran bahkan hingga saling ceplok telur mentah dan terigu pada yang sedang berulang tahun. Sementara, remaja di Amerika lebih cenderung merayakannya bersama dengan orang-orang terdekat, seperti makan malam bersama contohnya. 

Baca Juga: 5 Tanda Kamu Diterima Dalam Pergaulan, Apa Kamu Merasakannya?

Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika
Perbedaan dan persamaan budaya Indonesia dan Amerika
Pexels/Vlada Karpovich

Hal yang satu ini biasanya terlihat bahkan sejak anak sudah memasuki usia dewasa. Orangtua di Indonesia cenderung akan sulit melepaskan anak untuk tinggal mandiri sebelum saatnya menikah. Namun, orangtua di Amerika lebih cenderung melepaskan anaknya untuk tinggal mandiri saat mereka sudah memasuki usia matang atau cukup dewasa.

Baca Juga: 5 Langkah Bijak Merangkul Kembali Teman yang Menjauh dari Pergaulan

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.