Perhatikan gambar berikut zat pencemar yang dikeluarkan oleh pabrik seperti ini adalah

Perhatikan gambar berikut zat pencemar yang dikeluarkan oleh pabrik seperti ini adalah

Perhatikan gambar berikut zat pencemar yang dikeluarkan oleh pabrik seperti ini adalah
Lihat Foto

ANTARA FOTO

Seorang anak yang menderita sesak nafas akibat asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tertidur di pelukan ayahnya saat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Eria Bunda, Kota Pekanbaru, Riau, Senin (23/9/2019).

KOMPAS.com - Polusi udara adalah salah satu bentuk pencemaran yang mengacu pada kontaminasi udara sehingga menyebabkan perubahan fisik, biologis atau kimiawi terhadap udara di atmosfer.

Apa saja penyebab polusi udara?

Polutan polusi udara

Dilansir dari Conserve Energy Future, polusi udara dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu polusi udara terlihat seperti asap pabrik dan polusi udara tak terlihat seperti senyawa kimia berbahaya.

Terdapat dua jenis utama polutan udara, senyawa gas dan senyawa dalam bentuk padat. Banyak polutan yang berdampak ke lingkungan dan beberapa di antaranya sangat berbahaya, yaitu:

  • Karbon Monoksida
  • Sulfur Oksida
  • Nitrogen Oksida
  • Karbon Dioksida
  • Amonia
  • Materi Partikulat
  • Polutan Radioaktif

Baca juga: Ini 7 Inisiatif Pemprov DKI Jakarta Agar Polusi Udara Jakarta Segera Teratasi

Penyebab polusi udara

Conserve Energy Future menyebutkan, polusi udara dapat disebabkan oleh dua sumber yaitu:

  1. Faktor buatan manusia
  2. Faktor alami

Berikut ini penjelasan masing-masing mengenai sumber polusi udara:

Sumber polusi udara buatan

Sumber polusi udara buatan manusia adalah penyebab utama polusi udara. Berikut ini beberapa penyebab terjadinya pencemaran udara akibat aktivitas manusia:

  1. Pembakaran bahan bakar fosil
  2. Kegiatan pertanian
  3. Kegiatan industri
  4. Kegiatan penambangan
  5. Kegiatan militer manusia
  6. Produk rumah tangga

Baca juga: Tekan Polusi Udara, Bus Listrik Akan Dominan di Jabodetabek

Berikut ini penjelasan mengenai penyebab polusi udara buatan manusia:

  • Pembakaran bahan bakar fosil

Di zaman industrialisasi dan modernisasi saat ini, sumber pencemaran udara terbesar adalah pembakaran bahan bakar fosil. Sumber pencemaran udara yang paling berbahaya adalah pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Definisi ini tercantum dalam Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan – peraturan lain di bawahnya.

Jenis – jenis Bahan Berbahaya dan Beracun diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan ini selain mengatur tata laksana pengelolaan B3, juga mengklasifikasikan B3 dalam tiga kategori yaitu B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang dilarang dipergunakan dan B3 yang terbatas dipergunakan. 

Beberapa jenis B3 yang mudah dikenali dan boleh dipergunakan antara lain adalah bahan – bahan kimia seperti amonia, Asam Asetat, Asam sulfat, Asam Klorida, Asetilena, Formalin, Metanol, Natrium Hidroksida,  termasuk juga gas Nitrogen.  Lebih lengkapnya daftar B3 yang boleh dipergunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001. Sedangkan B3 yang dilarang dipergunakan antara lain adalah Aldrin, Chlordane, DDT, Dieldrin, Endrin, Heptachlor, Mirex, Toxaphene, Hexachlorobenzene dan PCBs. Daftar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan Lampiran 3 berisi daftar B3 yang dipergunakan secara terbatas, antara lain Merkuri, Senyawa Merkuri, Lindane, Parathion, dan beberapa jenis CFC. Berdasarkan sifatnya, B3 dapat diklasifikasikan menjadi B3 yang mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, beracun, berbahaya, korosif, bersifat iritasi, berbahaya bagi lingkungan dan karsinogenik.

Perhatikan gambar berikut zat pencemar yang dikeluarkan oleh pabrik seperti ini adalah

Merkuri merupakan bahan berbahaya dan beracun yang dibatasi penggunaannya namun masih digunakan di penambangan emas skala kecil di Indonesia seperti di Sekotong (Lombok Barat) dan Gunung Pani (Gorontalo)

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)

Limbah B3 merupakan sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Limbah B3 dihasilkan dari kegiatan/usaha  baik dari sektor industri, pariwisata, pelayanan kesehatan maupun dari domestik rumah tangga. Pengelolaan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang mana dalam peraturan ini juga tercantum daftar lengkap limbah B3 baik dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, serta limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk dan bekas kemasan B3.  

Suatu zat/senyawa yang terindikasi memiliki karakteristik limbah B3, namun tidak tercantum dalam Lampiran 1 PP 101/2014 perlu dilakukan uji karateristik untuk identifikasi. Uji karakteristiknya dapat berupa Uji Karakteristik Mudah meledak, mudah menyala, reaktif,  infeksius dan korosif dan beracun sebagaimana lengkap dijelaskan pada Lampiran 2 PP 101/2014. Pengujian karakteristik beracun misalnya dilakukan dengan TCLP atau Uji Toksikologi LD50.

Mengingat sifatnya yang berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3 perlu dilakukan dengan seksama, sehingga setiap orang atau pelaku usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Pengelolaan limbah B3 terdiri dari penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Untuk memastikan pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan tepat dan mempermudah pengawasan, maka setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota, Gubernur, atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Perhatikan gambar berikut zat pencemar yang dikeluarkan oleh pabrik seperti ini adalah

Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 merupakan tempat untuk menyimpan limbah B3 sebelum dikelola lebih lanjut. TPS ini membutuhkan izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan dari Bupati / Walikota

 [Veronika Adyani – Bidang P2KLH]

Dengan bertambah banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan berdampak pada penurunan kualitas udara, emisi gas buang tersebut banyak berasal dari kendaraan bermotor. Gas buang yang berasal dari kendaraan bermotor pada umumnya memiliki dampak negatif terhadap lingkungan khususnya berdampak pada kesehatan manusia. Oleh karena itu untuk mengetahui kondisi kualitas udara dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) perlu dilakukan pengujian parameter kualitas udara dari emisi sumber bergerak.

Ada  5 (lima) unsur dalam gas buang kendaraan yang diukur yaitu senyawa HC (Hidrokarbon), CO (Karbon Monoksida), CO2 (Karbon Dioksida), O2 (  Oksigen), dan senyawa NO (Nitrigen Oksida).

Setiap pemilik/penguasa kendaraan yang beroperasi di wilayah daerah wajib melakukan uji emisi kendaraan bermotor kecuali:

a.    Kendaraan dinas TNI dan Kepolisian RI

b.    Kendaraan baru yang akan diperdagangkan dan belum beroperasi di jalan

c.    Kendaraan yang tidak beroperasi di jalan raya dengan surat pernyataan dari bengkel yang bersangkutan bahwa tidak dapat beroperasi (rusak); dan

d.    Kendaraan bermotor yang wajib uji berkala.

Kendaraan yang wajib uji berkala adalah setiap kendaraan bermotor jenis mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan umum yang dioperasikan di jalan.

BAKU MUTU EMISI GAS BUANG

Baku mutu emisi gas buang adalah ukuran batas atau kadar zat dan/atau komponen yang ditenggang keberadaannya dalam emisi. Baku mutu emisi gas buang sumber bergerak kendaraan bermotor adalah batas maksimal zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Emisi gas buang sumber bergerak adalah gas buang dari sumber kendaraan bermotor sebagai hasil proses pembakaran di ruang mesin.

Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor yang beroperasi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta wajib memenuhi baku mutu emisi gas buang sumber bergerak kendaraan bermotor.

Peraturan tentang baku mutu emisi ditetapkan dalam rangka pengendalian pencemaran udara di DIY melalui Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 39 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor dengan ketentuan :

A.   KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI L

Kategori Tahun Pembuatan Parameter Metode Uji CO % HC (ppm) Sepeda motor 2 langkah Sepeda motor 4 langkah Sepeda motor (2 langkah & 4 langkah) < 2010 < 2010 ≥ 2010 4,5 5 4,5 10.000 2.400 2.000 Idle Idle Idle.

B.   KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI M, N DAN O

Kategori Tahun Pembuatan Parameter CO % HC Metode Uji (ppm) Opasitas (% HSU) Berpenggerak motor bakar cetus api (bensin) Berpenggerak motor bakar penyalaan kompresi (diesel) - GVW ≤ 3,5 ton - GVW > 3,5 ton < 2007 ≥ 2007 < 2010 ≥ 2010 < 2010 ≥ 2010 4,5 1,5 1.200 200 70 40 70 50 Idle Percepatan Bebas.

Keterangan: GVW : Gross Vehicle Weight (jumlah berat kendaraan yang dibolehkan)

ALAT UJI EMISI

Pengukuran emisi gas buang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu, muali dari 6 (enam) bulan sekali atau 1 (satu) tahun sekali. Alat ukur yang sering disebut sebagai instrumen gas detector yang digunakan untuk membantu pengukuran, menganalisa, dan mengetahui tingkat konsentrasi dari nilai HC, CO, dan OZ yang  mengikat berubah didalam zat gas. Pengujian juga dapat dilakukan untuk menguji perubahan kandungan gas berlebih.

Perhatikan gambar berikut zat pencemar yang dikeluarkan oleh pabrik seperti ini adalah

Menindaklanjuti tentang peraturan ini beberapa institusi melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor dengan melibatkan Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY untuk melakukan uji emisi pada kendaraan bermotor bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 17 September 2019 sebanyak 200 kendaraan roda dua untuk parameter HC dan CO dan tanggal 19 September 2019 di RSUP Sardjito sebanyak 10 kendaraan roda dua dan 10 kendaraan roda empat untuk parameter HC,CO, CO2, Lamda. Rencananya uji emisi ini masih akan dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan di tahun 2019.