Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para

Asal mula sejarah munculnya “pesantren” atas dasar kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama’ atau da’i. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri.9

Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga pendidikan selanjutnya. Namun demikian faktor guru yang memenuhi persyaratan keilmuan yang diperlukan sangat menentukan tumbuhnya suatu pesantren. Pada umumnya, berdirinya suatu pesantren ini diawali dari pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu seseorang guru atau kyai.

Konteks historis nama pesantren dengan sendirinya berkembang di masyarakat nusantara khususnya di wilayah Jawa. Istilah pesantren ini kemudian mendapat pengakuan dari masyarakat seluruh wilayah nusantara (Indonesia), terutama setelah Indonesia merdeka. Istilah pesantrren biasanya digunakan sebagai tempat anak-anak muda dan dewasa belajar secara lebih mendalam dan lebih lanjut ilmu agama Islam yang diajarkan

9

Enung K Rukyati & Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2006), hlm. 103

secara sistematis, langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama’-ulama’ besar.10

Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah asrama tempat santri atau murid-murid belajar mengaji, sedangkan kata pondok berarti (1) bangunan untuk tempat sementara, (2) rumah, (3) bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumpia (untuk tempat tinggal atau beberapa keluarga), (4) madrasah da asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam).11

Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam khas nusantara. Berdasarkan sejarah yang ada, pesantren ialah model pendidikan Islam tertua di Indonesia, meskipun secara institusi baru dikenal pada abad ke-17 Masehi. Menurut Karel Stenberk ada dua pendapat mengenai munculnya istilah pesantren tersebut. Pertama, pesantren berasal dari Indonesia. Hal ini didasarkan bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia sistem pengajaran semacam pesantren telah digunakan oleh Hindu di Jawa, kemudian diadopsi oleh Islam. Kedua, mengatakan adanya sistem pengajaran dalam pesantren sepenuhnya berasal dari Islam. Pendapat ini didasarkan bahwa ciri-ciri yang ditunjukkan oleh pesantren telah ditemukan dalam agama Islam. Hal ini didukung bahwa Baghdad yang merupakan pusat ibu kota wilayah Islam ada sistem pengajaran yang sama

10Rahardjo, Pesantren & Pembaharuan, (Jakarta:Lembaga Penelitian, Pendidikan & Penerangan, Ekonomi & Sosial, 1985), hlm. 2

11

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka, 1989), hlm. 677 & 695

dengan pesantren.12 Bahkan kalau ditarik dari sumbernya yaitu Nabi Muhammad Saw, menggunakan sistem seperti pesantren dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam berdampingan dengan msjid sebagai pusatnya. Hali ini diperkuat lagi istilah pondok pesantren berasal dari bahasa Arab yaitu Funduq.

Menurut Nurchalis Majid yaitu :

“Pondok atau pesantren adalah lembaga yang mewujudkan proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis, pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman, tetapi juga keahlian (indigonous) Indonesia; sebab lembaga yang serupa, sudah terdapat pada masa kekuasaan hindu-budha, sedangkan Islam meneruskan dan mengislamkannya”.13

Terlepas dari persoalan analisis sejarah apakah pesantren merupakan kelanjutan dari sistem gilda pada pengamal tasawuf di Indonesia dan Timur Tengah pada masa lalu atau merupakan wujud dari sistem pendidikan hindu-budha yang telah ter Islamkan, namun kini orang telah banyak yang telah mengakui, bahwa pesantrenditambah lagi dengan masalah, sudah merupakan kenyataan hidup di bumi Indonesia. Bahkan berbeda dengan perkiraan resmi sebelumnya, peranan dan kedudukan pesantren di masyarakat ternyata jauh lebih besar, kuat dan penting.

Pesantren sebagai lembaga keagamaan telah cukup jelas, karena motif, tujuan serta usahanya bersumber pada agama. Pesantren tumbuh dan berkembang atas cita agama, yang akan hilang manakala motif dan

12

A. Fatah Yasin,Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang:UIN-Malang Press), hlm. 240

13

corak keagamaannya hilang.14 Pernyataan ini juga ditegaskan Zamakhsyari Dhofir sebagaimana berikut :

“Pada dasarnya pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional, dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama dan para santri atau siswa tersebut berada di lingkungan kompleks pesantren, dimana kyai bertempat tinggal juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan yang lain. Komplek ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku”.15

Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo, bahwa pesantren adalah pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara klasikal, dimana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada para santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama pada abad pertengahan, dan biasaya tinggal di dalam pondok pesantren.16

Namun dewasa ini banyak juga pesantren-pesantren yang telah menggunakan sistem baru sebagai perombakan dari sistem lama, namun bukan berarti menghilangkan ciri khas pesantren, akan tetapi bagaimana dengan sistem yang baru tersebut dapat mengimbangi kemauan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Sehingga kegiatan pendidikan yang ada di pesantren tidak ketinggalan dengan pendidikan yang ada di luar pesantren, juga menggambar daya tarik yang khas yang ada di pesantren.

Selanjutnya dari beberapa pendapat di atas ada kesamaan pandangan, bahwa pondok pesantren mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam.

b. Mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam.

14

Ibid, hlm. 17

15

Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren, (Jakarta:LP3ES, 1985), hlm. 44

16

c. Setiap pondok pesantren dipimpin oleh seorang kyai yang merupakan suri tauladan bagi santrinya.

d. Mempunyai sistem pendidikan dan pengajaran tertentu.

e. Masjid sebagai pusat pengmalan dan kegiatan ajaran Islam secara keseluruhan.

f. Para santri tinggal di asrama.

Setelah dipahami dari pendapat-pendapat dan ciriciri pondok pesantren di atas, maka dapat dikemukakan bahwa pengertian pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang dipimpin oleh seorang kyai, mempunyai sistem pendidikan dan pengajaran tertentu, para santri tinggal di asram dan masjid sebagai pusat kegiatan ajaran Islam.

Maka pesantren menurut data BKP3 mungkin juga diangkat dari kata “santri” yang berarti murid, atau mungkin juga dari kata “shastri” yang berarti huruf. Sebab di dalam pesantren inilah mula-mula santri itu belajar mengenal dan membaca huruf, dan guru yang mengajar disebut kyai yang mempunyai otoritas tertinggi. Sosok kyai dalam suatu pesantren merupaka orang yang penuh wibawa dengan figur kebijakan disana. Dengtan demikian para santri maupun abdi dalem tuntuk dan ta’dhim terhadap sosok kyai. Para santri yang belajar huruf (ilmu agama) tersebut kemudian disebutkan pondok (asrama) sebagai penampungan. Kenudian antara kata pondok dengan pesantren merupakan kata sinonim dengan makna tempat penginapan para santri yang menuntut ilmu agama. Suku

Jawa biasanya menggunakan sebutan pondok atau pesantren dan sering pula menyebut pondok pesantren. Di Madura digunakan istilah pesantren, sedangkan di Pasundan menggunakan kata pondok. Di Aceh dikenal dengan nama dayah atau rangkang, dan di Minangkabau dengan sebutan surau.17

Pendefinisian pesantren yang akan digunakan sebagai gambaran dari pesantren yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu suatu institusi pendidikan Islam, yang dipimpin oleh seorang kyai, nama pesantren ini adalah Az-Zainy. Dalam pesantren tersebut telah diterapkan sistem pembelajaran pesantren seperti pada umumnya.

2. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Perluasan makna pesantren kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan.

Menurut Sudjoko Prasojo bahwa “pesantren” adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non-klasikal, dimana seorang kyai mengajar ilmu agama Islam kepada santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh para ulama-ulama Arab pada abad pertengahan, para santri biasanya tinggal di pondok.

Menurut H.M Arifin juga menjelaskan bahwa, pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh, serta diakui oleh masyarakat setempat, dengan sistem asrama, dimana santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian yang sepenuhnya di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.18

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, secara sederhana dapat diambil pengertian bahwa “pesantren” merupaka cikal bakal dari sebuah

17

Ibid, hlm. 241

18

asrama kecil kemudian menjadi lembaga besar yang berfungsi sebagai institusi pendidikan agama Islam dan diakui oleh masyarakat sekitar.

Berdirinya pesantren diungkapkan oleh Fachry Ali, pada mulanya adalah sebagai lembaga pendidikan umat Islam pedesaan yang berfungsi untuk konservasi tradisi keagamaan yang diajarkan oleh umat Islam tradisionalis. Pesantren di awal perkembangannya sebagai lembaga pendidikan milik umat Islam yang keberadaannya masih status quo, karena orientasi misinya mempertahankan paham tradisionalisme Islam, serta untuk mengurangi penetrasi gerakan modernisme Islam di pedesaan.19

Tujuan diselenggarakannya pendidikan pesantren secara umum adalah membimbing peserta didik (santri) untuk menjadi manusia yang memiliki kepribadian Islami, yang denga bekal ilmu agamanya mereka sanggup menjadi mubaligh untuk menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah mempersiapkan peserta didik (para santri) untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan, serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.

Sistem penyelenggaraan pendidikan di pesantren pada mulanya memiliki keunikan tersendiri dibanding sistem pendidikan di lembaga pendidikan lain. Sistem pendidikan di pesantren tersebut sebagaimana

19

dijelaskan oleh Abdul Mujab dan Jusuf Mudzakkir dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Menggunakan sistem pendidikan tradisional, dengan ciri adanya kebebasan penuh dalam proses pembelajarannya, terjadi hubungan interaktif antara kyai dan santri.

2) Pola kehidupan di pesantren menonjolkan semangat demokrasi dalam praktik memecahkan masalah-masalah internal non-kurikuler.

3) Peserta didik (para santri) dalam menempuh pendidikan di pesantren tidak berorientasi semata-mata mencari ijazah dan gelar, sebagaimana sistem pendidikan di sekolah formal.

4) Kultur pendidikan diarahkan untuk membangun dan membekali para santri agar hidup sederhana, memiliki idealisme, persaudaraan, persamaan, percaya diri, kebersamaan, dan memiliki untuk siap hidup di masa depan.

5) Dalam sejarahnya, alumni pada umumnya tidak bercita-cita untuk menjadi atau menguasai kedudukan (jabatan) di pemerintahan, kartena itu mereka juga sulit untuk bisa dikuasai oleh pemerintah.20

3. Metode Pembelajaran di Pesantren

Metodologi pembelajaran yang digunakan di pesantren umumnya menggunakan metode sebagai berikut :

20

a) Metode Sorogan

Sorogan berasal dari kata (bahasa jawa) yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kyai atau pembantunya. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individu, dimana seorang santri berhadapan denga seorang kyai, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya.21

Metode pembelajaran ini termasuk metode pembelajaran yang sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika berlangsung kegiatan pembacaan kitab di hadapan kyai. Mereka tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara membacanya, tetapi dapat dievaluasi perkembangan kemampuannya.

b) Metode Wetonan/Bandongan

Wetonan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode weiton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan.22

Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang dibacakan oleh kyai dari sebuah kitab. Kyai membaca, menerjemahkan,

21

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah

Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta:Departemen Agama RI, 2003), hlm. 38

22

menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabitan harakat kata langsung di bawah kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami teks.

Mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode bandongan dilakukan dengan seorang kyai melalui dua macam tes. Pertama, pada setiap tatap muka atau pada tahap muka tertentu. Kedua, pada saat telah dikhatamkannya pengkajian terhadap suatu kitab tertentu. c) Metode Musyawarah/Bahtsul Masa’il

Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi.23 Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai atau ustadz, atau juga dengan santri senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya. Dengan demikian metode ini lebih menitik beratkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kitab tertentu.

Langkah persiapan terpenting pada metode ini adalah terlebih dahulu memberikan topik-topik materi yang akan dimusyawarahkan.

23

Topik yang menarik umumnya mendapat respon yang baik dan memberikan dorongan kuat kepada para santri untuk belajar.

d) Metode Pengajian Pasaran

Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai/ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu tertentu.24 Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh, tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari.

Dalam perspektif lebih luas, pengajian pasaran ini dapat dimaknai sebagai proses pembentukan jaringan kitab-kitab tertentu diantara pesantren-pesantren yang ada.

e) Metode Hafalan (muhafazhah)

Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam rangka jangka waktu tertentu.25 Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan di hadapan kyai/ustadz secara periodik atau insidental, tergantung kepada petunjuk kyai/ustadz yang bersangkutan.

24

Ibid, hlm. 45

25

Materi pembelajaran dengan metode hafalan umumnya berkenaan dengan Al-Qur’an, nazham-nazham untuk nahwu, sharaf, tajwid, ataupun teks-teks nahwu sharaf dan fiqh.

Dalam pembelajarannya, metode ini seorang santri ditugasi oleh kyai/ustadz untuk menghafalkan satu bagian tertentu atau keseluruhan dari suatu kitab.

f) Metode Demonstrasi (praktek ibadah)

Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok di bawah petunjuk bimbingan kyai/ustadz.26

4. Peranan Pesantren Dalam Pelaksanaan Pengembangan Masyarakat

Masyarakat dan bangsa dihadapkan dengan berbagai masalah dan persoalan yang mendesak. Masalah-masalah yang paling menonjol ialah tekanan masalah penduduk, krisis ekonomi, pengangguran, arus urbanisasi dan lainnya. Sementara krisis nilai, terancamnya kepribadian bangsa, dekadensi moral semakin sering terdengar.

Dalam upaya mengarahkan segala sumber yang ada dalam bidang pendidikan untuk memecahkan berbagai masalah tersebut, maka masyarakat dan pemerintah mengharapkan yang memiliki potensi yang besar dalam pendidikan. Dalam hal ini pesantren sangat bisa diharapkan

26

memainkan peranan pemberdayaan dan transformasi masyarakat secara efektif, diantaranya :

a. Peranan Instrumental dan Fasilitator

Hadirnya pondok pesantren yang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan, namun juga sebagai lembaga pemberdayaan umat merupakan petunjuk yang amat berarti. Bahwa pondok pesantren menjadi sarana bagi pengembangan potensi dan pemberdayaan umat, seperti halnya dalam kependidikan atau dakwah islamiyah, saran dalam pengembangan umat ini tentunya memerlukan sarana bagi pencapaian tujuan. Sehingga pondok pesantren yang mengembangkan hal yang demikian berarti pondok pesantren tersebut telah berperan sebagai alat atau instrumen pengembangan potensi dan pemberdayaan umat.

b. Peranan Mobilisasi

Pondok pesantren merupakan lembaga yang berperan dalam memobilisasi masyarakat dalam perkembangan mereka. Peranan seperti ini jarang dimiliki oleh lembaga atau perguruan lainnya, dikarenakan hal ini dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat, bahwa pondok pesantren adalah tempat yang tempat untuk menempa akhlak dan budi pekerti yang baik. Sehingga bagi masyarakat tertentu, terdapat kecenderungan yang memberikan kepercayaan pendidikan hanya kepada pondok pesantren. c. Peranan Sumber Daya Manusia

Dalam sistem pendidikan yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimilikinya,

pondok pesantren memberikan pelatihan khusus atau diberikan tugas magang di beberapa tempat yang sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan di pondok pesantren, disini peranan pondok pesantren sebagai fasilitator dan instrumental sangat dominan.

d. Sebagai Agent Of Development

Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi soaial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang ditawarkan. Kehadirannya bisa disebut sebagai agen perubahan sosial, yang selalu melakukan pembebasan pada masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan politik, pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemikiran ekonomi.

e. Sebagai Center Of Excellence

Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat persentuhan-persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu berubah. Sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman ini, pondok pesantren kemudian mengembangkan peranannya dari sedekar lembaga keagamaan dan pendidikan, menjadi lembaga pengembangan masyarakat. Pada tataran ini, pondok pesantren telah berfungsi sebagai pusat keagamaan, pendidikan dan pengembangan masyarakat (center of excellence).27

27

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA