(1) Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. - 1 Januari 1970
Jakarta – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat mengharapkan pembahasan usulan pembentukan 19 daerah otonom baru dapat segera diselesaikan pada masa persidangan IV tahun sidang 2011-2012 yang terakhir pada pertengahan Juli. Karena itu, pemerintah didesak untuk segera menyelesaikan kajian dan menyerahkan daftar inventarisasi masalah.
Gamawan mengatakan, pemerintah menerima usulan pembentukan 19 daerah otonom baru untuk dibahas bersama DPR. Namun, Pemerintah tidak ingin gegabah memberikan persetujuan pemekaran. “Kami tidak keberatan. Cuma kami memakai ukuran-ukuran yang lebih jelas dan lebih detail,” ujarnya seusai rapat kerja.
--- (Sumber: KOMPAS - Kamis, 14 Juni 2012 - Hlm. Politik & Hukum) --- Dibaca 1132 kali - 1 Januari 1970
Sejak 1999, hingga saat ini ada penambahan delapan provinsi baru. Yakni Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Gorontalo, Papua Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, dan termuda Provinsi Kalimantan Utara.Mayoritas dari delapan provinsi itu dinilai berhasil mengalami kemajuan, dibanding ketika masih menjadi bagian dari wilayah provinsi induknya masing-masing.Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menyebut, dari delapan provinsi itu yang masih masuk kategori gagal yakni Banten dan Maluku Utara. Untuk kasus Banten, itu pun lebih disebabkan faktor kepemimpinan, yakni dipimpin Ratu Atut Chosiyah, yang belakangan terjerat kasus korupsi."Yang lain oke. Gorontalo oke, Kepri juga oke apalagi di sana ada Batam. Jadi untuk provinsi hasil pemekaran memang relatif berhasil, dibanding kabupaten (hasil pemekaran)," ujar Robert Endi Jaweng kepada JPNN di Jakarta, kemarin (4/6), sesaat setelah pertemuan di Kantor Wapres membahas soal pemekaran daerah.Robert menjelaskan, provinsi-provinsi baru relatif berhasil lantaran berbagai faktor. Antara lain, faktor SDM di tingkat provinsi lebih baik dibanding di kabupaten. "Tentu pendidikannya lebih baik, sarana dan prasarananya juga lebih baik. Jadi provinsi baru cukup siap ketika menjalankan roda pemerintahannya dan fungsi pelayanannya," ujar Robert.Dijelaskan juga bahwa berhasil tidaknya daerah baru hasil pemekaran, entah itu provinsi, kabupaten, atau kota, sangat tergantung dari figur kepala daerahnya. Jika kepala daerahnya punya visi yang baik dalam upaya menyejahterakan rakyatnya, berani dan tegas, inovatif, biasanya daerah anyar itu akan berhasil."Contohnya Kubu Raya, Tarakan, Cimahi, Kota Banjar, Lombok Utara, itu bisa bagus karena faktor kepemimpinan," ujarnya.Nah, dalam kaitannya dengan sosok pemimpin di daerah baru hasil pemekaran ini, Robert mengatakan, partai politik mempunyai peran penting. Pasalnya, kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, pencalonannya harus diusung parpol."Jika parpol-parpol mencalonkan kadernya yang bagus-bagus, maka yang terpilih juga pasti yang bagus. Nah, pemimpin yang bagus akan membawa keberhasilan daerahnya," papar pria asal Flores, NTT, itu.Sebelumnya, dalam berbagi kesempatan, para petinggi Kemendagri menyebut, 78 persen daerah otonom baru, gagal. Seperti diketahui, terdapat 220 daerah otonom baru sejak 1999, yang delapan di antaranya provinsi, yang lain kabupaten/kota.Namun, hasil evaluasi yang dilakukan Kemendagri itu sempat menuai polemik. Sebagian kalangan menilai, angka itu wajar lantaran daerah-daerah itu masih berusia muda, masih tahap berbenah.Itu pun diakui Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan. Dia pernah mengatakan, memang ada tren, semakin tambah usia, daerah otonom makin membaik. "Tambah umur tambah kemampuan dan pengalaman," ujarnya beberapa waktu lalu.Seperti pendapat Robert, Djohermansyah juga menyebut, untuk provinsi-provinsi baru, termasuk kota, relatif berhasil. Mayoritas yang gagal adalah kabupaten anyar.Mendagri Gamawan Fauzi sendiri juga pernah mengatakan, hasil evaluasi daerah otonom baru hasilnya jeblok, karena memang mereka masih berusia muda, yakni di bawah tiga tahun saat dilakukan evaluasi."Daerah ini masih berusaha menyusun organisasi, pola kerja, dan memenuhi sumber daya manusia," kata Gamawan.Sedang Guru Besar dari Universitas Indonesia Eko Prasojo, pernah mengatakan, mayoritas daerah otonom gagal lantaran proses pembentukannya kental dengan kepentingan elite, bukan untuk niatan membangun daerah. Kepentingan elit dimaksud, yakni hanya sebagai upaya menciptakan lapangan kerja baru untuk kader partai politik di DPRD dan kursi-kursi empuk di birokrasi. (sam/jpnn) --- (Sumber: www.jpnn.com/read/2014/06/05/238464/Mayoritas-Provinsi-Pemekaran-Berhasil, Kamis 5 Juni 2014) --- Dibaca 5686 kali Ilustrasi – IST Jayapura, Jubi – Pengertian daerah otonom, yang secara garis besar berarti daerah yang berwenang mengatur rumah tangganya sendiri. Untuk selanjutnya, sistem yang dipakai antara pusat dan daerah adalah perbedaan sentralisasi dan desentralisasi. Berbeda dengan konsep negara serikat atau negara bagian, ada pembagian tugas dan wewenang antara pengertian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sistem ini yang dipakai oleh pemerintahan di Indonesia, yang wilayahnya cukup luas. Mencakup daratan dan lautan dari Sabang sampai Merauke. Penegasan antara adanya otonomi daerah, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah diatur oleh UUD 1945 pasal 18 sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Kemudian, aturan konstitusi diimplementasikan dalam UU Tentang Pemerintah Daerah nomor 32 tahun 2004 hingga nomor 23 tahun 2014 dan beberapa peraturan pemerintah terkait. Dengan semakin berkembangnya zaman dan semakin bertambahnya penduduk, maka pemerintah daerah mempunyai tugas yang cukup banyak. Oleh karena itu ada beberapa yang kemudian mengajukan pembentukan daerah otonom baru. Terlihat, sejak zaman pemerintahan orde baru berakhir dengan 27 provinsi, di Indonesia saat ini sudah ada 34 provinsi, belum termasuk pemekaran kabupaten dan kota. Pembentukan daerah otonom baru diatur dalam UU Tentang Pemerintah Daerah nomor 32 tahun 2004 hingga nomor 23 tahun 2014 dan beberapa peraturan pemerintah terkait. Pembentukan daerah otonom tidak dapat dipenuhi hanya dengan pengajuan beberapa orang saja atau atas persetujuan langsung orang yang berpengaruh. Pembentukan daerah otonom, menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 33-43 haruslah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan. Persyaratan ini dibuat agar daerah otonom yang baru benar-benar dibentuk atas aspirasi masyarakatnya dan bisa membangun daerah lebih maju. Syarat pembentukan daerah otonom tersebut disimpulkan seperti di bawah ini. Syarat Administratif Pembentukan Daerah Otonom
Keputusan atau persetujuan dari DPRD biasanya harus memenuhi 2/3 dari anggota yang hadir. Keputusan juga mencakup rekomendasi dari tingkat kelurahan, seperti Forum Komunikasi Kelurahan dan sejenisnya.
Semua hal di atas juga berlaku apabila yang akan dibentuk adalah provinsi baru. Syarat administratif biasanya dipenuhi apabila syarat teknis dan syarat fisik sudah dipenuhi dan diberi penilaian oleh tim yang ditunjuk. Hasil dari penilaian mengenai syarat teknis dan syarat fisik kemudian disampaikan saat sidang sebagai bahan pertimbangan persetujuan syarat administratif. Syarat Teknis Pembentukan Daerah Otonom
Syarat-syarat tersebut di atas nantinya diberi penilaian oleh tim khusus dan dilaksanakan sebelum syarat adminitratif keluar. Syarat teknis juga dapat didukung oleh buku kabupaten atau kota yang ada dalam wilayah provinsi atau buku kecamatan yang ada di wilayah kabupaten, potensi masing-masing kecamatan atau kabupaten / kota dan monografi masing-masing kecamatan. Syarat Fisik Pembentukan Daerah Otonom Menurut UU dan PP yang menjadi dasar hukum desentralisasi, syarat pembentukan daerah otonom adalah hal-hal di atas. Namun, nantinya dalam rapat DPRD setiap fraksi, setiap anggota, dan bupati atau walikota atau gubernur berhak mengeluarkan pendapat masing-masing sebelum pembentukan daerah baru menjadi sah sebagai keputusan. Selain pembentukan daerah otonom baru, UU No 23 tahun 2014 juga tidak menutup kemungkinan untuk penggabungan dua wilayah menjadi satu wilayah apabila dianggap kedua wilayah juga sudah tidak memenuhi syarat. Meskipun dapat dikatakan bahwa sampai saat ini belum ada penggabungan dua wilayah. Syarat penggabungan hampir sama dengan syarat pembentukan wilayah baru. Demikian artikel tentang syarat pembentukan daerah otonom yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan lebih merata. Pembentukan daerah otonom juga bertujuan agar masyarakatnya lebih mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri. Semoga bermanfaat. (*) Sumber artikel : guruppkn.com |