Raja Sriwijaya yang di dalam Prasasti Nalanda disebutkan mendirikan bangunan biara di Nalanda ialah

Dibaca 14143 kali

Thursday 29, Dec 2016 11:38 AM / AW

Prasasti Nalanda merupakan lempengan prasasti tembaga yang ditemukan di Nalanda pada tahun 1921 di depan pintu masuk Monastery Site 1, Kompleks Vihara Nalanda. Prasasti ini terdiri dari 42 baris pada bagian depan dan 24 baris pada bagian belakang dengan ukuran panjang masing-masing 38,5 cm, kecuali baris terakhir di bagian belakang hanya 10 cm. Prasasti ini ditulis dalam huruf Devanagari awal, berbahasa Sanskerta dengan ukuran huruf 0,8 cm. Mantram yang digunakan adalah Sardulavikriditam; Praharsini; Vamsastha; Upajat; Indravajra; Aupachchhandasikam; Arya; Harini; Ra-thoddhata; Anushtubh; Vasantatilaka; Pushpitagra; Sragdhara. Bagian formal dari hibah tersebut ditulis dalam prosa dan sisanya dalam ayat, dengan pengecualian dari kata-kata "Om Svasti" dan "Tatha chal dhaemanusasana sloka" ditulis di awal, pada bagian depan dan belakang. Segel ini dipatrikan pada piringan dan berisi tentang legenda "Sri Devapala-devasya", atau "dari Devapaladeva yang terkenal", di bawah simbol "dharmacakra", di antara dua rusa seperti di segel lainnya pada periode kerajaan Pala. Roda atau chakra melambangkan tindakan Sang Buddha dalam pengajaran mengenai pengetahuan hukum dan menyebarkan luaskan kepada dunia yang sedang berjalan dalam kegelapan, dan rusa Mrigava melihat hutan, yang sekarang diidentifikasikan sebagai Sarnath dekat Varanasi, di mana orang bijak memutar “roda dharma” untuk pertama kalinya sambil memberikan khotbah kepada lima biksu atau “panchavargiyas". Penerapan simbol ini menunjukkan persuasi  dari ajaran Buddha raja-raja P?la dan  yang mendukung mereka untuk belajar (argiyas).

Bagian pengantar tulisan, terdiri dari 25 baris adalah identik dengan porsi yang sama dengan lempeng tembaga Mugir (Monghyr) dari raja yang sama. Tanggal yang tertulis pada lempeng tembaga, menunjukkan bahwa tulisan ini adalah berurutan ke bawah selama enam tahun dan seperti yang dikeluarkan di tempat yang sama, misalnya. “Sri Mudgogini-samivasi-srimaj-jayaskandhavar” atau di Mudgodiri. Balaputra, Raja Sailendra dari Svarnnadvipa, bersama dengan beberapa relasinya, seperti utusannya yang bernama Balavarman.

Dalam prasasti disebutkan bahwa Maharaja Balaputradeva adalah raja dari Svarnnadvipa. Ibunya Tara, putri Dharmasetu, permaisuri dari Dinasti Soma (Soma­wangsa), raja perkasa penguasa matahari dari Yavabhumi. Beliau dari Dinasti Sailendra, yang dikenal sebagai pembunuh musuh-musuh yang gagah berani. Meskipun tulisan ini menyebutkan tentang pujian yang tinggi untuk semua pihak yang berwenang, dan  tidak mengandung informasi mengenai identitas mereka. Juga nama ayahnya Balaputradeva tidak diberikan, namun nama kakek dikatakan memiliki julukan seperti Sailendravamsa­tilaka Sri Viravairimathana yang berarti ‘mustika keluarga Sailendra pembunuh musuh-musuh yang gagah perwira’. Hal ini akan menjadikan/menimbulkan pertanyaan bagi kita bahwa nama seharusnya adalah salah satu dari, seperti Paramarddideva, Satrunjaya, Arimarddana, Arindama, dll.

 Yavabhumi dan Svarnnadvipa identik dengan pulau Yavadvipa dan Svarnnadvipa,  yang diucapkan dalam bahasa Sansekerta, seperti karya-karya Ramayana atau Kathasaritsagara, dan dalam Jawa serta Sumatra modern dipertanyakan Balaputradeva sebagai raja Svarnnadvipa dan kakeknya sebagai penguasa Yavabhumi, penulis prasasti tampaknya mengambil kedua pulau tersebut sebagai salah satu pulau, mengingat mereka praktis bersatu.

Svarnnadvipa berbeda dengan Svarnnabhumi, yang dalam pengertian mengacu pada Indocina, tapi semua itu, negara yang berada di pantai timur dan utara Teluk Benggala atau Ramannadesa (yaitu di Burma).

Menurut bukti di prasasti, Sailendra menganut ajaran Buddha dan memperingati pendirian bangunan suci untuk Tara dan menciptakan gambaran Mañjusri. Mereka datang dari India dan bukan dari Jawa, melalui hubungan perdagangan dan lalu lintas dan bukan melalui perang.

Mereka mendirikan sebuah vihara yang sangat indah yang dibangun di Nagipattana dan diberkahi oleh raja Cola yang bernama Rajakesarivarmman Rajaraja I pada akhir abad ke-10. Pada waktu yang bersamaan Sumatra diperintah oleh Raja Cudamanivarman, ayah dari Maravijayottungavarman.

Nalanda merupakan sebuah vihara tempat belajar para biksu dari berbagai penjuru Asia. Setelah kembali ke kampung halamannya, para biksu ini mengembangkan apa yang telah diperoleh dari tempatnya belajar. Di antara yang diperoleh selama belajar, antara lain Silpasthanavidy? (seni). Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan mengindikasikan adanya pengaruh kuat dalam bidang seni arca. Sebuah arca perunggu berlapis emas yang berlanggam Pala Akhir (abad ke-11 Masehi) ditemukan di daerah Jambi. Juga dua buah arca batu berlanggam India Utara (abad ke-7-8 Masehi) ditemukan di Situs Muara Jambi. Arca merupakan artefak bergerak yang mudah dipindahkan. Apalagi arca tersebut berupa arca logam yang tidak terlampau berat untuk dibawa-bawa. Boleh jadi arca ini merupakan arca bawaan dari daerah India Utara, kususnya N?land?.

Hubungan antara kerajaan di Nusantara dengan kerajaan di India memang sudah berlang­sung lama, dan mencapai puncaknya pada sekitar abad ke-8-9 Masehi. Berkaca pada hubung­an yang didasari karma baik tersebut, dalam konteks kekinian alangkah baiknya hubungan semacam itu dijalin kembali melalui kerjasama Situs Kembar (Sister Site) . Melalui kerjasama ini banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya kerjasama penelitian, kerjasama wisata ziarah dalam konteks Pilgrimage Tourism ASEAN-India.

Dokumen yang muncul kembali dari reruntuhan bangunan Monastery Site 1 tersebut, jelas mengingatkan kita bahwa dahulu seorang penguasa dari Sumatra telah menanamkan karma baik di Nalanda. Berkat karma baiknya itu, orang Indonesia yang ke India sangat dihormati. Dan orang India sendiri, khususnya yang di Nalanda, selalu mengingat karma baik tersebut. Dalam konteks kekinian, bagaimana kita tetap dapat memelihara karma baik yang telah dilakukan oleh nenekmoyang kita?

(BBU)

Jakarta -

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan megah bercorak Buddha yang berdiri pada abad ke-7 Masehi. Kerajaan ini meninggalkan beberapa prasasti yang berisi kutukan.

Kerajaan yang berlokasi di Pulau Sumatera ini mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Balaputradewa di abad ke-9. Balaputradewa adalah keturunan dari Raja Dinasti Syailendra, Samaratungga.

Keberadaan Kerajaan Sriwijaya terlihat dari berbagai prasasti peninggalannya. Sejarah awal mula berdirinya kerajaan ini tercatat dalam Prasasti Kedukan Bukit yang dikeluarkan pada tanggal 16 Juni 682 Masehi.

Dalam prasasti tersebut, diketahui Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa yang melakukan perjalanan suci. Dia berangkat menggunakan perahu dari Minanga Tamwan bersama 20.000 orang tentara dan 200 peti bekal.

Dapunta Hyang Sri Jayanasa kemudian berhasil menakhlukkan beberapa wilayah dan membangun perkampungan di Palembang.

Berdirinya kerajaan ini juga diperoleh dari sumber asing. Dikutip dari buku Sejarah oleh Nana Supriatna, sumber asing diperoleh dari berita-berita China, India (prasasti Nalanda dan Cola), Sri Lanka, Arab, Persia, dan Prasasti Ligor di Tanah Genting Kra Malaysia tahun 775 Masehi.

Prasasti Kutukan Kerajaan Sriwijaya

Beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya diketahui berisi kutukan. Mayoritas kutukan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang tidak taat terhadap raja. Berikut 6 prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berisi kutukan:

1. Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu berisikan kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada raja. Melansir kebudayaan.kemdikbud.go.id, ancaman tersebut ditujukan kepada siapapun baik para putra raja dan pejabat kerajaan maupun para kerajaan.

Dalam Prasasti Telaga Batu tertulis bahwa barangsiapa melanggar prasasti tersebut, maka dia akan mati. Berikut kutipan isi prasasti yang berisi kutukan ini:

"Selain itu, kuperitahkan mengawasi kalian ... akan mati ... dengan istri-istrimu dan anak-anakmu ... anak-cucumu akan dihukum oleh aku. Juga selain ... engkau akan mati oleh kutukan ini. Engkau akan dihukum bersama anak-anakmu, istri-istrimu, anak-cucumu, kerabatmu, dan teman-temanmu".

2. Prasasti Boom Baru

Prasasti Boom Baru ditemukan di daerah Palembang, tepatnya di sekitar Pelabuhan Boom Baru. Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa. Tidak tertulis tahun dalam prasasti tersebut.

Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini berisi tentang kutukan dari raja Sriwijaya. Melansir situs yang sama, sumpah atau kutukan ditujukan kepada orang yang berbuat jahat atau berkhianat kepada dātu Śrīwijaya (red: raja).

Berikut penggalan isi kutukan dalam Prasasti Boom Baru:

"...(apabila) ia tidak bakti dan tunduk (bertindak lemah lembut) kepadaku (raja) dengan ...
dibunuh ia oleh sumpah dan di(suruh) supaya hancur oleh ... (Śrīwijaya)"

3. Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Kota Kapur, Bangka Belitung. Prasasti ini diperkirakan ditulis pada 656 Masehi. Prasasti Kota Kapur berisikan permintaan kepada Dewa untuk menjaga persatuan dan kesatuan Kerajaan Sriwijaya.

Selain itu, prasasti ini juga berisi hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan dan melakukan pengkhianatan terhadap raja.

4. Prasasti Karang Berahi

Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang berisi kutukan lainnya adalah Prasasti Karang Berahi. Prasasti ini ditemukan di Jambi, tepatnya di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin.

Melansir laman Kemendikbudristek, Prasasti Karang Berahi ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini berisi kutukan bagi wilayah yang tidak tunduk terhadap Kerajaan Sriwijaya.

5. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah menceritakan tentang keberhasilan Kerajaan Sriwijaya dalam menduduki wilayah Lampung Selatan. Selain itu, prasasti ini juga berisikan kutukan bagi orang-orang yang tidak taat kepada raja. Orang tersebut akan terbunuh oleh kutukan.

Berikut penggalan isi prasasti kutukan peninggalan Kerajaan Sriwijaya:

"...Ada orang di seluruh kekuasaan yang tunduk pada kerajaan yang memberontak, berkomplot, tidak tunduk setia kepadaku, orang-orang tersebut akan terbunuh oleh (kutukan)..."

Simak Video "Pernyataan RSPAD soal Gadis Bisa Jalan Lagi Usai Disuntik Vaksin Nusantara"


[Gambas:Video 20detik]
(kri/nwy)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA