Riba diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya berikut yang termasuk alasan diharamkan riba

Orang-orang pasti banyak bertanya-tanya mengapa transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam secara riba atau konvesional haram hukumnya, padahal secara zahir sah-sah saja seseorang menerima lebih dari jumlah yang dipinjamkannya sebagai timbal balik dari jasanya dalam memberi pinjaman, bukankah begitu?

Jawabannya tentu tidak sesederhana itu, karena masalah pengharaman atau penghalalan itu dari dari Allah Ta’ala, maka seorang yang mengaku muslim tentu paham sikap yang seyogyanya ia ambil terhadap perintah penciptanya, apalagi hakikatnya kita adalah hamba-hamba Allah Ta’ala, jadi wajib bagi kita untuk mematuhi setiap perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.

Baiklah, untuk menjawab pertanyaan diatas, berikut setidaknya ada lima sebab mengapa riba diharamkan menurut Imam Al Fakhrur Razi dalam tafsirnya (At Tafsir Al Kabir) pada surat Al Baqarah Ayat 275, simak penjelasannya:

Pertama: “Riba itu mengambil harta orang lain tanpa timbal balik”.

Maksudnya bagaimana? Yaitu selisih jumlah sebab bunga ketika pengembalian pinjaman hakikatnya adalah harta milik si peminjam, maka  menerimanya sama saja mengambil harta orang lain tanpa hak.

Kedua: “Praktek Riba dapat menghalangi orang-orang dari mencari uang dengan bekerja”.

Nah yang ini adalah yang paling banyak merugikan perekonomian, maksudnya? Begini, mencari uang dengan riba ini sebenarnya membuat orang-orang merasa tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan uang jika ingin membeli sesuatu, ia cukup meminjam uang ke Bank atau membeli dengan kredit konvensional yang ber DP murah, dan sekejap apa yang ia ingin beli ia dapatkan tanpa harus susah payah menabung uang hasil bekerja, dan begitu juga bagi orang-orang yang memiliki kekayaan, jika mereka ingin menambah kekayaan mereka, mereka merasa tidak perlu untuk mempertaruhkan harta mereka dengan berinvestasi, mereka merasa cukup dengan menaruh uang mereka di bank maka akan bertambah, atau memberi pinjaman kepada orang dengan bunga, sehingga kembali dengan jumlah lebih banyak, dan begitu seterusnya.

Ketiga: “Bermuamalah secara riba dengan sesama dapat menghilangkan sikap saling tolong-menolong”.

Tolong-menolong antar sesama merupakan perkara yang sangat dianjurkan Islam, bahkan setiap agama, bahkan secara kemanusiaan. Dan pinjam-meminjam dengan bunga ini tidak mencerminkan sifat terpuji tersebut, karena pinjaman tersebut tidak gratis, bahkan harus mematuhi syarat-syarat tertentu yang seringkali sangat keterlaluan, seperti denda telat bayar, hingga menyita paksa aset yang dijaminkan tanpa rasa belas kasih, dan Agama apapun jelas tidak merestui tindakan semacam itu, karena seharusnya setiap orang saling tolong-menolong tanpa pamrih, karena secara moral memang sepantasnya si kaya membantu si miskin dalam kehidupan sosial.

Keempat: “Umumnya yang memberikan hutang itu orang kaya, dan peminjam adalah orang tidak mampu,sehingga yang terjadi adalah si kaya semakin memeras si miskin dengan adanya bunga pinjaman”.

Point ini adalah hasil dari terjadinya point ketiga, sehingga kita dapati orang tidak mampu semakin kesusahan dengan cicilan berbunga yang menjerat lehernya sekian tahun kedepan, dan kepalanya terus dibuat was-was dan pusing karena aset yang dijaminkannya bisa saja tersita cepat atau lambat.

Kelima: “Riba diharamkan secara tegas dengan dalilnya, sehingga wajib bagi kita mentaatinya, meskipun seandainya kita tidak mengetahui sebab pengharamannya”.

Jadi, pada dasarnya sikap Muslim adalah sami’naa wa atha’naa pada setiap perkara perintah dan larangan, tidak mesti harus mengetahui sebabnya baru mentaatinya, karena terkadang memang syariat mendatangkan perintah atau larangan dalam bentuk tidak dijelaskan secara rinci sebab dan tujuannya dalam rangka menguji keimanan si muslim tersebut, apakah ia tunduk patuh atau enggan karena merasa akalnya tidak mampu mencernanya.

Terakhir, cukuplah bagi kita hadits berikut yang menunjukkan betapa tercelanya riba, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

“الربا ثلاثة وسبعون باباً أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه” رواه الحاكم وصححه.

“Riba memiliki 73 pintu, dan pintu yang paling ringan (bagi barangsiapa yang memasukinya) bagaikan seseorang yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri”. (HR Hakim)

Tidak sampai disitu, bukan hanya pemakan riba saja yang tercela, bahkan juga menimpa orang-orang yang berada di pusaran sebuah transaksi riba, sebagaimana sabdanya:

“لعن الله آكل الربا، وموكله، وكاتبه، وشاهديه. وقال: هم سواء” رواه مسلم.

“Allah melaknat pemakan riba, wakilnya, pencatatnya, dan kedua orang saksinya”, beliau menambahkan: “Mereka semua sama!”. (HR Muslim)

Diterjemahkan secara singkat dari artikel berbahasa arab:

http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=11446

Umat Islam dilarang mengambil riba dan melibatkan diri dengan riba. Keharamannya yang sudah jelas bersumber dari beberapa surah di Al-qur’an dan Hadist Rasulullah Saw. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, dan setiap kegiatan usaha haruslah berdasarkan prinsip syariah dan kehati-hatian. Pembahasan mengenai riba tersebut menjadi topik bahasan dalam Webinar Series on Islamic Economics yang diadakan oleh Program Studi Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), pada Selasa (17/11).

Webinar yang diadakan secara daring ini menghadirkan dua narasumber yaitu Dosen Academy of Contemporary Islamic Studies Universiti Teknologi MARA, Malaysia, Dr. Mohd Asmadi Bin Yakob dan Dosen Program Studi Ekonomi Islam FIAI UII, Dr. Nur Kholis, S.Ag., M.Sh.Ec.

Disampaikan Dr. Asmadi, selain sebagai petunjuk bagi umat manusia tujuan Alqur’an diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammd Saw yaitu islahul maali (memperbaiki ekonomi). Konsep riba yang dilarang oleh Allah memiliki keterkaitan dengan harta yang dikelola manusia. Turunnya ayat yang melarang riba terjadi pada saat Kota Makkah menjadi pusat perdagangan antar bangsa yang menghubungkan negeri Syam di utara dan Yaman di selatan. Letak strategis kota Makkah mendorong suku Quraisy sebagai penduduk mayoritas di kota Makkah, memilih profesi sebagai pedagang dan melibatkan diri pada kesibukan pernaigaan.

Dr. Asmadi menegaskann bahwa hal ini sangat erat hubungannya dengan peminjaman modal. Sehingga di sebagian kalangan pemberi modal menetapkan harga tertentu sebagai tambahan atas pengembaliannya, dan hal itulah yang disebut riba. Para pedagang sering mengkreditkan modal kepada orang lain dengan cara riba termasuk kepada salah satu suku, yaitu suku Saqif dengan harapan memperoleh keuntungan dalam jumlah yang lebih besar. Kebiasaan riba jahiliyah inilah yang dipraktikkan secara luas oleh banyak pedagang di Makkah yang menjadi sasaran keharaman riba di dalam Alqur’an.

“Ayat-ayat tentang riba ini diturunkan, disebabkan riba yang mendarahdaging di kalangan pedagang kota Makkah, dan riba sangat sulit disingkirkan. Sehingga kemudian diturunkan ayat-ayat tentang mu’amalah seperti hutang-piutang, gadai dan lain sebagainya. Barulah setelah ayat ini turun umat islam dibersihkan dari perbuatan riba,” tuturnya.

Dr. Nur Kholis menyebutkan di dalam alqur’an ayat riba berada di empat surat, yaitu surat Ar-Rum, An-Nisa’, Al-Baqoroh, Ali-Imron. Hal inilah yang menandakan bahwa ayat-ayat tentang riba sudah jelas bagaimana hukumnya. Urgensi pembahasan riba salah satunnya sebagai pemicu lahirnya ekonomi Islam memasuki sejarah baru, dikarenakan sensitifitas umat Islam terhadap sesuatu yang haram. “Riba termasuk dosa besar maka harus dihindari seoptimal mungkin, dan terbukti bahwa Islam secara keseluruhan telah memberikan guidence dalam menjalankan perekonomian,” imbuhnya.

Selanjutnya, Turunnya ayat riba yang terbagi di empat surat menggambarkan bahwa sisetiap turunnya ayat, Allah mengajak umatnya untuk berfikir, akan bahaya dan dampaknya. “larangan riba tidak tiba-tiba langsung diharamkan begitu saja, tapi ada proses rasionalisasi. Umat islam diajak untuk berfikir, diajak berdialog oleh yang maha Kuasa. Menalar, jadi melakukan penalaran terkait dengan bahayanya riba dan dampaknya,” ucapnya.

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, dari sinilah harus berhenti (mengambil harta riba).Orang yang mengambil riba maka orang itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Allah Swt. berfirman di dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 275-276 “Orang-orang yang makan (mengambil riba) tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila”. (HA/RS)

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebelum membahas tentang mengapa agama Islam melarang riba dalam bertransaksi, marilah kita ketahui dulu apa itu riba. Pada dasarnya dalam kehidupan bermasyarakat kata riba sudah tidak asing lagi untuk indra pendengaran kita, sebab ada banyak sekali hal yang pada akhirnya akan menjerumus pada riba jika kita tidak berhati-hati, atau bahkan tidak sedikit orang yang sudah mengetahui bahwa riba dilarang namun mereka tetap melakukan riba karena kurangnya rasa bersyukur mereka terhadap apa yang telah dimiliki sehingga berapun harta yang dimilik tetap merasa kurang dan pada akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa menutupi rasa kurangnya tersebut meskipun dengan jalan riba.

Menurut bahasa riba yaitu ziyadah yang artinya tambahan. Tambahan yang dimaksud di sini adalah dalam suatu transaksi hutang piutang, orang yang berhutang harus membayar lebih dari yang seharusnya dibayarkan. Dalam hal ini dapat diketahui jika riba dapat merugikan salah satu pihak yaitu pihak yang berhutang, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya.

Riba dapat membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, maka riba haram hukumnya. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang pelarangan riba, yaitu Dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba." Dia berkata, "Mereka semua sama" (HR Abu Daud).

Dari hadis di atas, sudah jelas bahwa agama Islam benar-benar melarang riba. Jika saksi-saksinya saja dilaknat, apalagi pemakan riba?tentu juga sama. Mengapa pemberi, juru tulis, dan saksi-saksi riba dilaknat?sebab mereka sama saja dengan membantu si pemakan riba dalam melakukan perbuatan yang sudah jelas keharamannya tersebut. Mereka sama saja dengan membantu dan mendukung si pemakan riba untuk berbuat riba.

Diharamkannya riba bukan tanpa sebab, jika pembahasan di awal sudah disebutkan salah satu sebabnya maka di sini akan disebutkan sebab-sebab lainnya. Menurut Hendi Suhendi (2016: 58) sebab-sebab riba ada banyak. Berikut sebab-sebanya.
1.Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya. Disebutkan dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 275, yang artinya "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

2.Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan dengan tidak ada imbangannya, seperti menukar uang kertas yang awalnya Rp10.000,00 dengan uang recehan senilai Rp9.950,00, maka uang senilai Rp50,00 tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp50,00 tersebut adalah haram.

3.Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'. Karena bagi mereka riba lebih menguntungkan karena mendapat uang yang lebih bayak dan tidak perlu bersusah payah.

4.Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.


Macam-Macam Riba:

Riba terbagi menjadi empat bagian, yaitu riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, riba yad. Berikut ini penjelasannya.

1.Riba Qardh, yaitu riba dengan syarat ada kelebihan untuk diberikan pada si pemberi utang. Contohnya si A meminjam uang kepada si B sebesar 50.000, si B menyetujui dengan syarat si A harus mengembalikan sebesar 55.000 kepada si B. Maka 5000-nya adalah riba.

2.Riba Jahiliyah, yaitu riba yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengembalikan uang setelah jatuh tempo sehingga orang tersebut harus memberi kelebihan. Contohnya, si A memberi pinjaman kepada si B sebesar 100.000 dengan tempo satu bulan. Apabila dalam waktu satu bulan si B tidak bisa mengembalikan maka ia harus membayar 110.000 di kemudian hari. Kelebihan senilai 10.000 tersebut di sebut riba.

3.Riba Fadhl, yaitu menukar barang yang yang sejenis dengan kadar yang tidak sama. Contohnya si A menukarkan 2 kilogram kurma kepada si B dengan 3 kilogram kurma. Hal inilah yang dimaksud riba sebab jenisnya sama namun dengan jumlah yang tidak sama.

4.Riba Yad, yaitu riba yang antara penjual dan pembeli berpisah sebelum adanya akad. Contohnya si A membeli sepeda dari si B, namun mereka sudah berpisah sebelum adanya serah terima.

Hendi Suhendi(2016: 63) Jika seseorang menjual  benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang lainnya, maka syarat agar transaksi tersebut terhindar dari riba adalah;*Sama nilainya,*Sama ukurannya menurut syara',

* Sama-sama tunai di majelis akad.

Agama Islam melarang riba adalah untuk kesejahteraan manusia. Jika riba tidak di haramkan maka akan terjadi banyak penindasan antara orang kaya dan orang miskin, budaya tolong menolong semakin hilang karena mereka hanya akan memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan orang lain, padahal manusia hidup selalu membutuhkan orang lain tapi mereka akan menjadi seolah tidak butuh lagi bantuan orang lain sebab mereka telah dibutakan dengan uang. Mereka akan menjadi manusia yang serakah.

Riba biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan / terdesak sehingga tidak ada pilihan lain selain meminjam uang pada rentenir meskipun mereka tahu itu akan memberatkan dirinya di kemudian hari. Dan di kemudian hari mereka harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamnya sehingga mereka akan kesulitan, sementara si piutang bukan hanya mendapat keuntungan tapi juga telah memudaratkan orang yang berhutang. Transaksi seperti itu bisa disebut pemerasan.

Meskipun sekarang si piutang terlihat beruntung, namun Allah telah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 276 bahwa Allah menghapuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta shadaqah. dan dalam surah Ar-Rum ayat 39 yaitu "dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah di sisi Allah". Karena riba dapat menimbulkan kerusakan masyarakat dan menyebabkan kemelaratan, maka Allah memerintahkan dengan amat keras supaya riba dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, sampai-sampai Allah berfirman bahwa yang tidak berhenti dari riba itu seolah-olah menantang peperangan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Selain berdampak pada kerusakan masyarakat, riba juga berdampak pada ekonomi. Pertama yaitu siklus-siklus ekonomi yang berulang kali terjadi atau disebut juga krisis ekonomi, menurut pendapat para ahli ekonomi penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai peminjam modal atau disebut juga riba. Kedua, riba dapat menimbulkan over produksi, riba dapat membuat daya beli masyarakat lemah membuat persedian jasa dan barang semakin tertimbun, berakibat pada macetnya perusahaan karena produksinya tidak laku, pada akhirnya banyak pekerja yang terkena phk agar perusahaan tidak mendapat kerugian terlalu besar, akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan mereka menjadi pengangguran.

Daftar Pustaka

Rasjid,Sulaiman. 2006. Fiqh Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.


Suhendi,Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Suma,Amin. 2017. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.


Page 2

Sebelum membahas tentang mengapa agama Islam melarang riba dalam bertransaksi, marilah kita ketahui dulu apa itu riba. Pada dasarnya dalam kehidupan bermasyarakat kata riba sudah tidak asing lagi untuk indra pendengaran kita, sebab ada banyak sekali hal yang pada akhirnya akan menjerumus pada riba jika kita tidak berhati-hati, atau bahkan tidak sedikit orang yang sudah mengetahui bahwa riba dilarang namun mereka tetap melakukan riba karena kurangnya rasa bersyukur mereka terhadap apa yang telah dimiliki sehingga berapun harta yang dimilik tetap merasa kurang dan pada akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa menutupi rasa kurangnya tersebut meskipun dengan jalan riba.

Menurut bahasa riba yaitu ziyadah yang artinya tambahan. Tambahan yang dimaksud di sini adalah dalam suatu transaksi hutang piutang, orang yang berhutang harus membayar lebih dari yang seharusnya dibayarkan. Dalam hal ini dapat diketahui jika riba dapat merugikan salah satu pihak yaitu pihak yang berhutang, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya.

Riba dapat membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, maka riba haram hukumnya. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang pelarangan riba, yaitu Dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba." Dia berkata, "Mereka semua sama" (HR Abu Daud).

Dari hadis di atas, sudah jelas bahwa agama Islam benar-benar melarang riba. Jika saksi-saksinya saja dilaknat, apalagi pemakan riba?tentu juga sama. Mengapa pemberi, juru tulis, dan saksi-saksi riba dilaknat?sebab mereka sama saja dengan membantu si pemakan riba dalam melakukan perbuatan yang sudah jelas keharamannya tersebut. Mereka sama saja dengan membantu dan mendukung si pemakan riba untuk berbuat riba.

Diharamkannya riba bukan tanpa sebab, jika pembahasan di awal sudah disebutkan salah satu sebabnya maka di sini akan disebutkan sebab-sebab lainnya. Menurut Hendi Suhendi (2016: 58) sebab-sebab riba ada banyak. Berikut sebab-sebanya.
1.Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya. Disebutkan dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 275, yang artinya "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

2.Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan dengan tidak ada imbangannya, seperti menukar uang kertas yang awalnya Rp10.000,00 dengan uang recehan senilai Rp9.950,00, maka uang senilai Rp50,00 tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp50,00 tersebut adalah haram.

3.Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'. Karena bagi mereka riba lebih menguntungkan karena mendapat uang yang lebih bayak dan tidak perlu bersusah payah.

4.Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.


Macam-Macam Riba:

Riba terbagi menjadi empat bagian, yaitu riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, riba yad. Berikut ini penjelasannya.

1.Riba Qardh, yaitu riba dengan syarat ada kelebihan untuk diberikan pada si pemberi utang. Contohnya si A meminjam uang kepada si B sebesar 50.000, si B menyetujui dengan syarat si A harus mengembalikan sebesar 55.000 kepada si B. Maka 5000-nya adalah riba.

2.Riba Jahiliyah, yaitu riba yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengembalikan uang setelah jatuh tempo sehingga orang tersebut harus memberi kelebihan. Contohnya, si A memberi pinjaman kepada si B sebesar 100.000 dengan tempo satu bulan. Apabila dalam waktu satu bulan si B tidak bisa mengembalikan maka ia harus membayar 110.000 di kemudian hari. Kelebihan senilai 10.000 tersebut di sebut riba.

3.Riba Fadhl, yaitu menukar barang yang yang sejenis dengan kadar yang tidak sama. Contohnya si A menukarkan 2 kilogram kurma kepada si B dengan 3 kilogram kurma. Hal inilah yang dimaksud riba sebab jenisnya sama namun dengan jumlah yang tidak sama.

4.Riba Yad, yaitu riba yang antara penjual dan pembeli berpisah sebelum adanya akad. Contohnya si A membeli sepeda dari si B, namun mereka sudah berpisah sebelum adanya serah terima.

Hendi Suhendi(2016: 63) Jika seseorang menjual  benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang lainnya, maka syarat agar transaksi tersebut terhindar dari riba adalah;*Sama nilainya,*Sama ukurannya menurut syara',

* Sama-sama tunai di majelis akad.

Agama Islam melarang riba adalah untuk kesejahteraan manusia. Jika riba tidak di haramkan maka akan terjadi banyak penindasan antara orang kaya dan orang miskin, budaya tolong menolong semakin hilang karena mereka hanya akan memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan orang lain, padahal manusia hidup selalu membutuhkan orang lain tapi mereka akan menjadi seolah tidak butuh lagi bantuan orang lain sebab mereka telah dibutakan dengan uang. Mereka akan menjadi manusia yang serakah.

Riba biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan / terdesak sehingga tidak ada pilihan lain selain meminjam uang pada rentenir meskipun mereka tahu itu akan memberatkan dirinya di kemudian hari. Dan di kemudian hari mereka harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamnya sehingga mereka akan kesulitan, sementara si piutang bukan hanya mendapat keuntungan tapi juga telah memudaratkan orang yang berhutang. Transaksi seperti itu bisa disebut pemerasan.

Meskipun sekarang si piutang terlihat beruntung, namun Allah telah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 276 bahwa Allah menghapuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta shadaqah. dan dalam surah Ar-Rum ayat 39 yaitu "dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah di sisi Allah". Karena riba dapat menimbulkan kerusakan masyarakat dan menyebabkan kemelaratan, maka Allah memerintahkan dengan amat keras supaya riba dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, sampai-sampai Allah berfirman bahwa yang tidak berhenti dari riba itu seolah-olah menantang peperangan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Selain berdampak pada kerusakan masyarakat, riba juga berdampak pada ekonomi. Pertama yaitu siklus-siklus ekonomi yang berulang kali terjadi atau disebut juga krisis ekonomi, menurut pendapat para ahli ekonomi penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai peminjam modal atau disebut juga riba. Kedua, riba dapat menimbulkan over produksi, riba dapat membuat daya beli masyarakat lemah membuat persedian jasa dan barang semakin tertimbun, berakibat pada macetnya perusahaan karena produksinya tidak laku, pada akhirnya banyak pekerja yang terkena phk agar perusahaan tidak mendapat kerugian terlalu besar, akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan mereka menjadi pengangguran.

Daftar Pustaka

Rasjid,Sulaiman. 2006. Fiqh Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.


Suhendi,Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Suma,Amin. 2017. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.


Riba diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya berikut yang termasuk alasan diharamkan riba

Lihat Ekonomi Selengkapnya


Page 3

Sebelum membahas tentang mengapa agama Islam melarang riba dalam bertransaksi, marilah kita ketahui dulu apa itu riba. Pada dasarnya dalam kehidupan bermasyarakat kata riba sudah tidak asing lagi untuk indra pendengaran kita, sebab ada banyak sekali hal yang pada akhirnya akan menjerumus pada riba jika kita tidak berhati-hati, atau bahkan tidak sedikit orang yang sudah mengetahui bahwa riba dilarang namun mereka tetap melakukan riba karena kurangnya rasa bersyukur mereka terhadap apa yang telah dimiliki sehingga berapun harta yang dimilik tetap merasa kurang dan pada akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa menutupi rasa kurangnya tersebut meskipun dengan jalan riba.

Menurut bahasa riba yaitu ziyadah yang artinya tambahan. Tambahan yang dimaksud di sini adalah dalam suatu transaksi hutang piutang, orang yang berhutang harus membayar lebih dari yang seharusnya dibayarkan. Dalam hal ini dapat diketahui jika riba dapat merugikan salah satu pihak yaitu pihak yang berhutang, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya.

Riba dapat membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, maka riba haram hukumnya. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang pelarangan riba, yaitu Dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba." Dia berkata, "Mereka semua sama" (HR Abu Daud).

Dari hadis di atas, sudah jelas bahwa agama Islam benar-benar melarang riba. Jika saksi-saksinya saja dilaknat, apalagi pemakan riba?tentu juga sama. Mengapa pemberi, juru tulis, dan saksi-saksi riba dilaknat?sebab mereka sama saja dengan membantu si pemakan riba dalam melakukan perbuatan yang sudah jelas keharamannya tersebut. Mereka sama saja dengan membantu dan mendukung si pemakan riba untuk berbuat riba.

Diharamkannya riba bukan tanpa sebab, jika pembahasan di awal sudah disebutkan salah satu sebabnya maka di sini akan disebutkan sebab-sebab lainnya. Menurut Hendi Suhendi (2016: 58) sebab-sebab riba ada banyak. Berikut sebab-sebanya.
1.Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya. Disebutkan dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 275, yang artinya "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

2.Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan dengan tidak ada imbangannya, seperti menukar uang kertas yang awalnya Rp10.000,00 dengan uang recehan senilai Rp9.950,00, maka uang senilai Rp50,00 tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp50,00 tersebut adalah haram.

3.Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'. Karena bagi mereka riba lebih menguntungkan karena mendapat uang yang lebih bayak dan tidak perlu bersusah payah.

4.Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.


Macam-Macam Riba:

Riba terbagi menjadi empat bagian, yaitu riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, riba yad. Berikut ini penjelasannya.

1.Riba Qardh, yaitu riba dengan syarat ada kelebihan untuk diberikan pada si pemberi utang. Contohnya si A meminjam uang kepada si B sebesar 50.000, si B menyetujui dengan syarat si A harus mengembalikan sebesar 55.000 kepada si B. Maka 5000-nya adalah riba.

2.Riba Jahiliyah, yaitu riba yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengembalikan uang setelah jatuh tempo sehingga orang tersebut harus memberi kelebihan. Contohnya, si A memberi pinjaman kepada si B sebesar 100.000 dengan tempo satu bulan. Apabila dalam waktu satu bulan si B tidak bisa mengembalikan maka ia harus membayar 110.000 di kemudian hari. Kelebihan senilai 10.000 tersebut di sebut riba.

3.Riba Fadhl, yaitu menukar barang yang yang sejenis dengan kadar yang tidak sama. Contohnya si A menukarkan 2 kilogram kurma kepada si B dengan 3 kilogram kurma. Hal inilah yang dimaksud riba sebab jenisnya sama namun dengan jumlah yang tidak sama.

4.Riba Yad, yaitu riba yang antara penjual dan pembeli berpisah sebelum adanya akad. Contohnya si A membeli sepeda dari si B, namun mereka sudah berpisah sebelum adanya serah terima.

Hendi Suhendi(2016: 63) Jika seseorang menjual  benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang lainnya, maka syarat agar transaksi tersebut terhindar dari riba adalah;*Sama nilainya,*Sama ukurannya menurut syara',

* Sama-sama tunai di majelis akad.

Agama Islam melarang riba adalah untuk kesejahteraan manusia. Jika riba tidak di haramkan maka akan terjadi banyak penindasan antara orang kaya dan orang miskin, budaya tolong menolong semakin hilang karena mereka hanya akan memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan orang lain, padahal manusia hidup selalu membutuhkan orang lain tapi mereka akan menjadi seolah tidak butuh lagi bantuan orang lain sebab mereka telah dibutakan dengan uang. Mereka akan menjadi manusia yang serakah.

Riba biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan / terdesak sehingga tidak ada pilihan lain selain meminjam uang pada rentenir meskipun mereka tahu itu akan memberatkan dirinya di kemudian hari. Dan di kemudian hari mereka harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamnya sehingga mereka akan kesulitan, sementara si piutang bukan hanya mendapat keuntungan tapi juga telah memudaratkan orang yang berhutang. Transaksi seperti itu bisa disebut pemerasan.

Meskipun sekarang si piutang terlihat beruntung, namun Allah telah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 276 bahwa Allah menghapuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta shadaqah. dan dalam surah Ar-Rum ayat 39 yaitu "dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah di sisi Allah". Karena riba dapat menimbulkan kerusakan masyarakat dan menyebabkan kemelaratan, maka Allah memerintahkan dengan amat keras supaya riba dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, sampai-sampai Allah berfirman bahwa yang tidak berhenti dari riba itu seolah-olah menantang peperangan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Selain berdampak pada kerusakan masyarakat, riba juga berdampak pada ekonomi. Pertama yaitu siklus-siklus ekonomi yang berulang kali terjadi atau disebut juga krisis ekonomi, menurut pendapat para ahli ekonomi penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai peminjam modal atau disebut juga riba. Kedua, riba dapat menimbulkan over produksi, riba dapat membuat daya beli masyarakat lemah membuat persedian jasa dan barang semakin tertimbun, berakibat pada macetnya perusahaan karena produksinya tidak laku, pada akhirnya banyak pekerja yang terkena phk agar perusahaan tidak mendapat kerugian terlalu besar, akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan mereka menjadi pengangguran.

Daftar Pustaka

Rasjid,Sulaiman. 2006. Fiqh Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.


Suhendi,Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Suma,Amin. 2017. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.


Riba diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya berikut yang termasuk alasan diharamkan riba

Lihat Ekonomi Selengkapnya


Page 4

Sebelum membahas tentang mengapa agama Islam melarang riba dalam bertransaksi, marilah kita ketahui dulu apa itu riba. Pada dasarnya dalam kehidupan bermasyarakat kata riba sudah tidak asing lagi untuk indra pendengaran kita, sebab ada banyak sekali hal yang pada akhirnya akan menjerumus pada riba jika kita tidak berhati-hati, atau bahkan tidak sedikit orang yang sudah mengetahui bahwa riba dilarang namun mereka tetap melakukan riba karena kurangnya rasa bersyukur mereka terhadap apa yang telah dimiliki sehingga berapun harta yang dimilik tetap merasa kurang dan pada akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa menutupi rasa kurangnya tersebut meskipun dengan jalan riba.

Menurut bahasa riba yaitu ziyadah yang artinya tambahan. Tambahan yang dimaksud di sini adalah dalam suatu transaksi hutang piutang, orang yang berhutang harus membayar lebih dari yang seharusnya dibayarkan. Dalam hal ini dapat diketahui jika riba dapat merugikan salah satu pihak yaitu pihak yang berhutang, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya.

Riba dapat membuat yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya, maka riba haram hukumnya. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang pelarangan riba, yaitu Dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba, dan saksi-saksi riba." Dia berkata, "Mereka semua sama" (HR Abu Daud).

Dari hadis di atas, sudah jelas bahwa agama Islam benar-benar melarang riba. Jika saksi-saksinya saja dilaknat, apalagi pemakan riba?tentu juga sama. Mengapa pemberi, juru tulis, dan saksi-saksi riba dilaknat?sebab mereka sama saja dengan membantu si pemakan riba dalam melakukan perbuatan yang sudah jelas keharamannya tersebut. Mereka sama saja dengan membantu dan mendukung si pemakan riba untuk berbuat riba.

Diharamkannya riba bukan tanpa sebab, jika pembahasan di awal sudah disebutkan salah satu sebabnya maka di sini akan disebutkan sebab-sebab lainnya. Menurut Hendi Suhendi (2016: 58) sebab-sebab riba ada banyak. Berikut sebab-sebanya.
1.Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya. Disebutkan dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 275, yang artinya "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".

2.Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan dengan tidak ada imbangannya, seperti menukar uang kertas yang awalnya Rp10.000,00 dengan uang recehan senilai Rp9.950,00, maka uang senilai Rp50,00 tidak ada imbangannya, maka uang senilai Rp50,00 tersebut adalah haram.

3.Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'. Karena bagi mereka riba lebih menguntungkan karena mendapat uang yang lebih bayak dan tidak perlu bersusah payah.

4.Riba menyebabkan putusnya perbuatan baik terhadap sesama manusia dengan cara utang-piutang atau menghilangkan faedah utang-piutang sehingga riba lebih cenderung memeras orang miskin daripada menolong orang miskin.


Macam-Macam Riba:

Riba terbagi menjadi empat bagian, yaitu riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, riba yad. Berikut ini penjelasannya.

1.Riba Qardh, yaitu riba dengan syarat ada kelebihan untuk diberikan pada si pemberi utang. Contohnya si A meminjam uang kepada si B sebesar 50.000, si B menyetujui dengan syarat si A harus mengembalikan sebesar 55.000 kepada si B. Maka 5000-nya adalah riba.

2.Riba Jahiliyah, yaitu riba yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengembalikan uang setelah jatuh tempo sehingga orang tersebut harus memberi kelebihan. Contohnya, si A memberi pinjaman kepada si B sebesar 100.000 dengan tempo satu bulan. Apabila dalam waktu satu bulan si B tidak bisa mengembalikan maka ia harus membayar 110.000 di kemudian hari. Kelebihan senilai 10.000 tersebut di sebut riba.

3.Riba Fadhl, yaitu menukar barang yang yang sejenis dengan kadar yang tidak sama. Contohnya si A menukarkan 2 kilogram kurma kepada si B dengan 3 kilogram kurma. Hal inilah yang dimaksud riba sebab jenisnya sama namun dengan jumlah yang tidak sama.

4.Riba Yad, yaitu riba yang antara penjual dan pembeli berpisah sebelum adanya akad. Contohnya si A membeli sepeda dari si B, namun mereka sudah berpisah sebelum adanya serah terima.

Hendi Suhendi(2016: 63) Jika seseorang menjual  benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang lainnya, maka syarat agar transaksi tersebut terhindar dari riba adalah;*Sama nilainya,*Sama ukurannya menurut syara',

* Sama-sama tunai di majelis akad.

Agama Islam melarang riba adalah untuk kesejahteraan manusia. Jika riba tidak di haramkan maka akan terjadi banyak penindasan antara orang kaya dan orang miskin, budaya tolong menolong semakin hilang karena mereka hanya akan memikirkan dirinya sendiri tanpa peduli dengan orang lain, padahal manusia hidup selalu membutuhkan orang lain tapi mereka akan menjadi seolah tidak butuh lagi bantuan orang lain sebab mereka telah dibutakan dengan uang. Mereka akan menjadi manusia yang serakah.

Riba biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan / terdesak sehingga tidak ada pilihan lain selain meminjam uang pada rentenir meskipun mereka tahu itu akan memberatkan dirinya di kemudian hari. Dan di kemudian hari mereka harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamnya sehingga mereka akan kesulitan, sementara si piutang bukan hanya mendapat keuntungan tapi juga telah memudaratkan orang yang berhutang. Transaksi seperti itu bisa disebut pemerasan.

Meskipun sekarang si piutang terlihat beruntung, namun Allah telah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 276 bahwa Allah menghapuskan berkah harta riba dan menyuburkan harta shadaqah. dan dalam surah Ar-Rum ayat 39 yaitu "dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah di sisi Allah". Karena riba dapat menimbulkan kerusakan masyarakat dan menyebabkan kemelaratan, maka Allah memerintahkan dengan amat keras supaya riba dihapuskan dan dilenyapkan dari muka bumi, sampai-sampai Allah berfirman bahwa yang tidak berhenti dari riba itu seolah-olah menantang peperangan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Selain berdampak pada kerusakan masyarakat, riba juga berdampak pada ekonomi. Pertama yaitu siklus-siklus ekonomi yang berulang kali terjadi atau disebut juga krisis ekonomi, menurut pendapat para ahli ekonomi penyebab utama krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai peminjam modal atau disebut juga riba. Kedua, riba dapat menimbulkan over produksi, riba dapat membuat daya beli masyarakat lemah membuat persedian jasa dan barang semakin tertimbun, berakibat pada macetnya perusahaan karena produksinya tidak laku, pada akhirnya banyak pekerja yang terkena phk agar perusahaan tidak mendapat kerugian terlalu besar, akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan mereka menjadi pengangguran.

Daftar Pustaka

Rasjid,Sulaiman. 2006. Fiqh Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.


Suhendi,Hendi. 2016. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Suma,Amin. 2017. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.


Riba diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya berikut yang termasuk alasan diharamkan riba

Lihat Ekonomi Selengkapnya