Pembentukan Kabupaten/Kota yang Baru Karena Anda menyebutkan soal kabupaten/kota yang baru saja dibentuk, maka kami akan menjelaskan lebih dulu mengenai pembentukan kabupaten/kota, mulai dari daerah persiapan hingga dinyatakan sebagai daerah baru. Guna menyederhanakan jawaban, kami asumsikan pembentukan kabupaten/kota yang Anda maksud terjadi karena pemekaran daerah yang dapat terjadi karena:[2]
Pemekaran daerah dilakukan melalui tahapan daerah persiapan kabupaten/kota yang harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.[3] Patut diperhatikan bahwa jangka waktu daerah persiapan tersebut adalah 3 tahun.[4] Persyaratan dasar yang dimaksud meliputi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah.[5] Persyaratan dasar kewilayahan, meliputi:[6]
Sedangkan persyaratan dasar kapasitas daerah adalah kemampuan daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan pada parameter:[7]
Selain itu, pemerintah pusat juga melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap daerah persiapan selama masa daerah persiapan.[8] Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pengelolaan personel, peralatan, dokumentasi, pembentukan perangkat daerah persiapan, pengisian jabatan aparatur sipil negara pada perangkat daerah persiapan, pengelolaan anggaran belanja daerah persiapan, dan penanganan pengaduan masyarakat.[9] Selanjutnya terdapat kewajiban daerah induk terhadap daerah persiapan, yaitu:[10]
Kemudian kewajiban daerah persiapan, yaitu:[11]
Setelah itu, pemerintah pusat melakukan evaluasi akhir masa daerah persiapan dan jika dinyatakan layak, maka akan ditingkat statusnya menjadi daerah baru melalui undang-undang.[12] Apabila dinyatakan tidak layak, dicabut statusnya sebagai daerah persiapan dengan peraturan pemerintah serta dikembalikan ke daerah induk.[13] Bupati/Walikota Selaku Kepala Daerah Merujuk pada Pasal 59 UU Pemda, setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah, khusus untuk daerah kabupaten disebut bupati dan untuk daerah kota disebut wali kota. Masa jabatan kepala daerah tersebut adalah 5 tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.[14] Dalam melaksanakan perannya sebagai kepala daerah, bupati/walikota memiliki kewajiban:[15]
Di sisi lain, bupati/walikota dilarang:[16]
Patut diperhatikan bahwa berdasarkan Pasal 78 ayat (1) UU Pemda, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti, karena meninggal dunia, permintaan sendiri, diberhentikan. Alasan diberhentikannya seorang kepala daerah, antara lain, adalah:
Pengadaan Rumah Jabatan Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai hak protokoler dan hak keuangan.[19] Terkait hak keuangan meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain.[20] Menurut Pasal 6 ayat (1) PP 109/2000, kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan. Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada pemerintah daerah tanpa suatu kewajiban dari pemerintah daerah.[21] Selain itu, biaya sarana dan prasarana (rumah jabatan), sarana mobilitas (kendaraan dinas), dan biaya operasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”).[23] Dari uraian di atas, baik pada saat masih menjadi daerah persiapan maupun setelah ditetapkan menjadi daerah baru, daerah kabupaten/kota telah mengelola anggaran daerah sendiri. Dengan demikian, pemanfaatan rumah pribadi menjadi rumah jabatan dengan alasan tidak diadakannya anggaran untuk itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD. Selain itu, pengadaaan rumah jabatan juga seharusnya didahului dengan tata cara pengadaan rumah negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Perpres 11/2008. Dimana dalam hal ini, bupati/wali kota yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya untuk menaati peraturan perundang-undangan, karena menggunakan rumah pribadinya sebagai rumah jabatan tanpa memperhatikan ketentuan tata cara pengadaan rumah jabatan. Selain itu, jika penggunaan rumah pribadi yang menjadi rumah jabatan tersebut terbukti memberikan suatu keuntungan pribadi, maka kepala daerah yang bersangkutan dapat dikatakan melanggar larangan sebagai kepala daerah berupa membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi. Perbuatan kepala daerah yang melanggar kewajiban dan larangan tersebut dapat menjadi alasan untuk kepala daerah diberhentikan dari jabatannya. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: [1] Pasal 32 ayat (2) UU Pemda [2] Pasal 33 ayat (1) UU Pemda [3] Pasal 33 ayat (2) dan (3) UU Pemda [4] Angka 5 Penjelasan Umum UU Pemda [5] Pasal 34 ayat (1) UU Pemda [6] Pasal 34 ayat (2) UU Pemda [7] Pasal 34 ayat (3) jo. Pasal 36 ayat (1) UU Pemda [8] Pasal 42 ayat (1) UU Pemda [9] Penjelasan Pasal 42 ayat (1) UU Pemda [10] Pasal 41 ayat (1) UU Pemda [11] Pasal 41 ayat (2) UU Pemda [12] Pasal 43 ayat (1) dan (4) UU Pemda [13] Pasal 43 ayat (5) UU Pemda [16] Pasal 76 ayat (1) UU Pemda [17] Pasal 78 ayat (2) huruf d jo. Pasal 67 huruf b UU Pemda [18] Pasal 78 ayat (2) huruf e jo. Pasal 76 ayat (1) UU Pemda [19] Pasal 75 ayat (1) UU Pemda [20] Pasal 75 ayat (2) UU Pemda [21] Pasal 6 ayat (2) PP 109/2000 [23] Pasal 10 ayat (1) jo. Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 PP 109/2000 |