Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi
Lihat Foto

Wikipedia

Ilustrasi Sunan Muria, penggagas ajaran Meruwat Bumi

KOMPAS.com - Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga yang juga menjadi salah satu Wali Songo.

Dikenal sebagai Wali Songo termuda, Sunan Muria aktif berdakwah di Jawa Tengah, khususnya di Gunung Muria, yang berjarak sekitar 18 kilometer dari Kota Kudus.

Saat ini, lokasi tempat Sunan Muria berdakwah masuk dalam wilayah Desa Colo, Kecamatan Gawe, Kudus, Jawa Tengah.

Di tempat itu juga makam Sunan Muria berada. Semasa menyebarkan Islam, Sunan Muria banyak memberikan ajaran kepada masyarakat umum, salah satunya adalah ajaran meruwat bumi untuk melestarikan lingkungan.

Baca juga: Wali Songo dan Wilayah Penyebarannya

Awal kehidupan

Sunan Muria lahir pada sekitar tahun 1450. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh, yang merupakan putri dari Syekh Maulanan Ishaq.

Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Said. Terkait nama, ada beberapa catatan sejarah yang juga menyebut bahwa namanya Raden Prawoto dan Raden Amir.

Sedari kecil, Sunan Muria sudah diajari tentang agama Islam oleh sang ayah, yang dikenal sebagai Wali Songo yang berdakwah di Cirebon, Jawa Barat.

Selain Sunan Kalijaga, Ki Ageng Ngerang juga tercatat sebagai guru Sunan Muria.

Dalam sebuah catatan, Sunan Muria diketahui menikahi Dewi Roro Noyorono, putri dari Ki Ageng Ngerang.

Keterangan lain juga menyebut bahwa istri Sunan Muria bernama Dewi Sujinah, yang tidak lain adalah adik Sunan Kudus sekaligus putri Sunan Ngudung.

Dengan begitu, Sunan Muria diketahui sebagai Wali Songo termuda yang merupakan putra Sunan Kalijaga sekaligus adik ipar Sunan Kudus.

Baca juga: Wali Songo dan Nama Aslinya

Strategi dakwah Sunan Muria

Sebagai anggota termuda Wali Songo, Sunan Muria lebih senang tinggal di pelosok daerah yang jauh dari pusat perkotaan dalam menjalankan dakwahnya.

Berbagai strategi dakwah dilakukan Sunan Muria, salah satunya adalah bergaul bersama rakyat jelata sembari mengajarkan beragam keterampilan, seperti bercocok tanam, berdagang, serta kesenian.

Dalam dakwahnya, Sunan Muria tetap merangkul tradisi dan budaya masyarakat setempat sembari menyesuaikannya dengan ajaran Islam.

Salah satu tradisi yang diubah oleh Sunan Muria adalah bancakan (selamatan), yang diubah menjadi kenduri untuk mengirim doa kepada para leluhur melalui doa-doa Islam.

Seperti ayahnya, Sunan Kalijaga, Sunan Muria juga menyebarkan Islam dengan gamelan serta wayang.

Sunan Muria diketahui ahli dalam menyampaikan kisah agama Islam dengan cara yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat.

Salah satu kisah pewayangan yang kerap disampaikan oleh Sunan Muria dalam dakwahnya adalah Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri dalam masyarakat.

Kisah itu sebelumnya juga pernah diceritakan oleh Sunan Kalijaga. Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Muria juga menciptakan karya.

Karya Sunan Muria adalah Tembang Macapat, tepatnya Sinom dan Kinanthi.

Baca juga: Moh Limo, Ajaran Dakwah Sunan Ampel

Sunan Muria merupakan Wali Songo yang sangat memperhatikan kelestarian lingkungan.

Oleh sebab itu, Sunan Muria mengajarkan masyarakat untuk meruwat atau merawat bumi.

Adapun beberapa ajaran Sunan Muria dalam Meruwat Bumi di antaranya:

  • Tradisi Guyang Cekathak (tradisi meminta hujan)
  • Buah Parijoto (ziarah ke makam Sunan Muria)
  • Tembang Macapat Sinom Parijotho (tembang ciptaan Sunan Muria)

Wafat

Sunan Muria wafat pada tahun 1551. Makamnya berada di lereng Gunung Muria, Kecamatan Colo, 18 kilometer dari Kota KUdus.

Di sekitar makamnya, ada 17 makam prajurit dan abdi dalem yang dipercaya sebagai pengawalnya.

Referensi:

  • Sunyoto, Agus. (2016). Atlas Walisongo. Depok: Pustaka Iman.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Dhafi Jawab

Cari Jawaban dari Soal Pertanyaan mu, Dengan Mudah di jwb9.dhafi.link Dengan Sangat Akurat. >>

Gunung Muria (di masa kolonial dikenal sebagai Moerija atau Moerjo) adalah sebuah gunung bertipe stratovolcano[4] yang terletak di pantai utara Jawa Tengah, sekitar 66 kilometer di timur laut Kota Semarang.[5] Gunung ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Jepara di sisi barat, wilayah Kabupaten Kudus di sisi selatan, dan wilayah Kabupaten Pati di sisi timur dan tenggara.[6] Gunung ini memiliki ketinggian setinggi 1602 mdpl, tetapi sumber lain menyebutkan bahwa tingginya 1625 mdpl.[7][8]

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi
Gunung MuriaMoerjo, Moerija

Gunung Muria, difoto pada 1999 oleh awak misi STS-93 [en]

Titik tertinggiKetinggian1602 m (5253 kaki)[1][2]Masuk dalam daftarRibuKoordinatKoordinat: 6°37′00″S 110°53′00″E / 6.616667°S 110.883333°E / -6.616667; 110.883333 Geografi

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Gunung Muria

Gunung Muria (Pulau Jawa)

Tampilkan peta Jawa

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Rumah penduduk di sekitar lereng Gunung Muria banyak diubah menjadi

Gunung Muria

Gunung Muria (Jawa Tengah)

Tampilkan peta Jawa Tengah

Letak

  • Jepara
  • Kudus
  • Pati

NegaraIndonesiaDaerahJawa TengahGeologiLetusan terakhir320.000 tahun yang lalu[3]

Gunung ini pernah menjadi pulau tersendiri, dipisahkan dari Pulau Jawa oleh Selat Muria.[9] Selat ini menjadi salah satu jalur perdangangan rempah-rempah yang menghubungkan Timur Tengah dengan Maluku dan mungkin dilalui oleh Tomé Pires dalam perjalanannya di Jawa.[10] Selat ini tertutup pada suatu waktu antara abad ke-17 hingga ke-18.[11]

Sejak 1970-an, sisi utara gunung ini dipilih oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, dengan alasan risiko bencana alamnya yang kecil jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Jawa dan Bali.[12] Namun, gempa bumi yang beberapa kali mengguncang di sekitar gunung sejak tahun 2010-an membuat rencana pembangunan tersebut dibatalkan.

Erupsi di gunung ini terakhir kali terjadi pada sekitar 160 SM.[7]

 

Ilustrasi rupa Gunung Muria dan Gunung Genuk oleh Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië pada tahun 1887.

Gunung Muria merupakan salah satu gunung di Jawa yang berhubungan dengan zona subduksi berumur Miosen, bukan zona subduksi yang aktif (seperti Gunung Merapi atau Gunung Kelud), dengan Zona Wadati–Benioff sedalam sekitar 400 kilometer.[13] Meskipun demikian, aktivitas magmatik setidaknya diketahui masih ada di bawah gunung pada tahun 2000.[14]

Gunung Muria memiliki sejarah yang sama dengan Gunung Genuk (gunung kecil yang berada di Donorojo, di utara Muria), terutama dalam pembentukan bentang alam Semenanjung Muria. Keduanya menghasilkan lava koheren baik kubah lava dan sumbat lava maupun maar yang terdapat di kaki gunung dan daratan.[3] Selain itu, dijumpai pula breksi gunung api, lapili, dan tuf yang banyak mengeliling sekitar gunung. Namun, densitasnya hanya mencapai 2.4 gr/cm3 sehingga tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan persebaran batuan yang lain.[15]

Pada bulan April 1975, BATAN dan Departemen Pekerjaan Umum membentuk sebuah komisi untuk memulai proses pemilihan lokasi tapak PLTN yang bernama Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN). Komisi tersebut terdiri dari BATAN, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan PLN.[16] Pemilihan tersebut menghasilkan 5 dari 14 lokasi yang diusulkan. Lima lokasi tersebut adalah Tanjung Pujut (Banten), Parigi (Jawa Barat), Lasem (Jawa Tengah), Muria (Jawa Tengah), dan Situbondo (Jawa Timur).[17]

Antara bulan Juli hingga September 1975, diadakan sebuah survei untuk menentukan lokasi tapak terbaik dari kelima lokasi tersebut. Hasilnya berupa dua lokasi, yaitu Keling di Muria dan Sluke di Lasem.[17] Kemudian, BATAN mengadakan studi kelayakan terhadap kedua lokasi tersebut yang dibantu oleh firma teknik nuklir asal Italia, NIRA.[18] Hasil studi tersebut kemudian keluar pada tahun 1982, yang menyimpulkan bahwa Ujungwatu di Keling (kini bagian dari Donorojo) adalah calon lokasi tapak terbaik.[17]

Pada tahun 1991, diadakan perjanjian antara Kementerian Keuangan dan BATAN dengan perusahaan konsultasi energi asal Jepang, NEWJEC Inc.[19] Perjanjian ini pada dasarnya mengontrak NEWJEC selama empat tahun setengah untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap lokasi tapak. Lokasi yang sebelumnya hanya Ujungwatu diperbarui menjadi enam lokasi, yaitu Ujungwatu, Ujung Bantungan, Ujung Grenggengan, Ujung Lemahabang, Ujung Bayuran, dan Ujung Piring. Pilihan akhirnya jatuh di Ujung Lemahabang (ULA), sebuah dukuh di Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.[20][21][22] Pada 1993, NEWJEC mengeluarkan sebuah laporan yang berjudul Feasibility Study of the First Nuclear Power Plants at Muria Peninsula Region. Laporan ini memproyeksikan penawaran dan permintaan kebutuhan energi nuklir serta menyarankan Pemerintah Indonesia untuk membangun 12 reaktor berkekuatan 600 Megawatt.[18] Pemilihan tapak akhirnya selesai pada bulan Mei 1996,[23] dan rencananya akan mulai dibangun pada tahun 1997, tetapi tertunda karena krisis finansial Asia 1997.[24]

PLTN ini diproyeksikan dapat memasok energi listrik sebesar 4.000-6.000 Megawatt.[25][26]

Reaksi dari masyarakat

Ketika warga lokal Balong awalnya mengetahui rencana ini, kebanyakan dari mereka menyetujui ini, dengan harapan bahwa mereka bisa meningkatkan pendapatan (dengan adanya kesempatan kerja) dan dapat menikmati pengguna dan pelayanan listrik yang lebih baik. Namun, tumbuh pula kekhawatiran akan rencana tersebut, mulai dari pemindahan penduduk hingga ketakutan pada radiasi, terlebih karena tidak ingin seperti Bencana Chernobyl dan limbah radioaktif yang akan mengkontaminasi makanan dan barang.[27]

Pada 2007, muncul penolakan luas terhadap rencana ini dari warga Jepara (termasuk yang di Balong) dan Kudus dengan menggelar aksi unjuk rasa di berbagai tempat.[28][24] Penolakan ini juga diikuti oleh para pengusaha yang tinggal di sekitar gunung dengan mengancam akan meninggalkan tempatnya jika PLTN jadi dibangun.[29] Beberapa akademisi menyebutkan bahwa unjuk rasa ini disebabkan oleh dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 yang dianggap sarat kepentingan politik dan ekonomi.[30][31]

Pada 2 September 2007, Nahdlatul Ulama Jepara secara khusus mengharamkan pembangunan PLTN di Semenanjung Muria, dengan alasan PLTN hanya bisa memasok kebutuhan energi nasional sebesar 2-4 persen sementara limbah radioaktif yang dibuang dapat berbahaya bagi lingkungan. Namun, mereka menegaskan bahwa keputusan ini hanya berlaku di sana.[32][33] Keputusan ini didukung oleh organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan Walhi, dan partai politik PKB.[34][35][36]

Menyusul bencana nuklir Fukushima Daiichi, warga Jepara kembali menggelar aksi unjuk rasa dan menggelar aksi solidaritas terhadap warga Jepang yang terdampak dari bencana tersebut.[37] Peristiwa ini juga membuat warga Bangka Belitung berunjuk rasa menolak PLTN yang akan direncanakan dibangun di sana.[38] Meskipun demikian, BATAN menyatakan untuk tetap melanjutkan pembangunan PLTN di kedua wilayah tersebut.[39]

Pembatalan

Pada 2012, Gusti Muhammad Hatta, Menteri Riset dan Teknologi saat itu, mengatakan bahwa rencana pembangunan PLTN Muria dibatalkan karena "masalah yang agak rumit", seperti penduduk di sekitarnya yang padat. Namun, ia tidak tahu apakah pembatalannya bersifat permanen dan menyambung bahwa jika dibatalkan maka pemerintah akan melanjutkan pembangunan PLTN di tempat lain, seperti di Bangka Belitung.[40]

Pada 2015, rencana ini dibatalkan secara permanen karena diketahui beberapa kali gempa bumi di sekitar gunung.[41][42]

Di sebelah selatan Gunung Muria dahulu terdapat sebuah selat yang dinamai Selat Muria yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Pulau Muria. Saat ini selat tersebut telah menjadi daratan dan menjadi bagian dari Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Rembang.

Nama dari Gunung Muria menjadi inspirasi dari nama Kereta api Argo Muria, kereta api eksekutif argo yang melayani Semarang Tawang-Gambir.

  1. ^ Widjanarko 2016, hlm. 112.
  2. ^ Balulu 2011, hlm. 104.
  3. ^ a b Bronto & Mulyaningsih 2007, hlm. 46.
  4. ^ Sunarko 2016, hlm. 50.
  5. ^ Peta visualisasi GPS
  6. ^ Bronto & Mulyaningsih 2007, hlm. 43.
  7. ^ a b "Muria". Global Volcanism Program (dalam bahasa Inggris). Departemen Ilmu Mineral dan Museum Nasional Sejarah Alam Institusi Smithsonian. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  8. ^ "Muria". Volcano World. Universitas Negeri Oregon. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  9. ^ Subandriyono, Joko (2020-10-08). "Widodo Pranowo Peneliti Pusat Riset Kelautan KKP Memastikan Bahwa Pantai Benteng Portugis Jepara Tidak Akan Terkena Tsunami". Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  10. ^ Roesmanto, Totok (2012). "Lanskap Semarang Yang Hilang" (PDF). Riptek: Jurnal Pembangunan Kota Semarang Berbasis Sains & Teknologi. 6 (1): 11. 
  11. ^ Sunarto (2008). "Geomorphological Development Of The Muria Palaeostrait In Relation To The Morphodynamics Of The Wulan Delta, Central Java". Indonesian Journal of Geography (dalam bahasa Inggris). 40 (2): 177–185. doi:10.22146/ijg.2257. ISSN 2354-9114. 
  12. ^ Bronto & Mulyaningsih 2007, hlm. 44.
  13. ^ Sunarko, Sunarko (2016-10-20). "Kajian Probabilistik Jatuhan Abu Vulkanik Terhadap Tapak PLTN Muria". Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 18 (1): 49–57. doi:10.17146/jpen.2016.18.1.2688. ISSN 2502-9479. 
  14. ^ Balulu 2011, hlm. 104-105.
  15. ^ Balulu 2011, hlm. 106.
  16. ^ Suntoko 1999, hlm. 174.
  17. ^ a b c Suntoko 1999, hlm. 178.
  18. ^ a b Cogswell et al. 2017, hlm. 20.
  19. ^ Nuclear Power Plant Development In Indonesia 2001, hlm. 963.
  20. ^ Suntoko 1999, hlm. 179.
  21. ^ Widyanto, Untung; Fikri, Ahmad; Amin, Syaiful (2007-02-26). "Menggugat Nuklir Gunung Muria". LIPI. Diakses tanggal 2021-01-16. 
  22. ^ Tanter, Richard (2011-12-19). "Ujung Lemahabang site". Nautilus Institute for Security and Sustainability (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-16. 
  23. ^ Suntoko 1999, hlm. 180.
  24. ^ a b "Warga Jepara Tolak PLTN Muria". Koran Tempo. 2007-06-05. Diakses tanggal 2021-01-16. 
  25. ^ Cogswell et al. 2017, hlm. 9.
  26. ^ Nurhadi, Ahsan (2011-04-08). "PLTN Diantara Dampak dan Kebutuhan". Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  27. ^ Suntoko 1999, hlm. 183.
  28. ^ Purwanto, Heru, ed. (2007-06-11). "Ribuan Warga Kudus Tolak Pembangunan PLTN Muria". ANTARA News. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  29. ^ "Pengusaha Siap Hengkang jika PLTN Muria Jadi Dibangun". Detik.com. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  30. ^ Nugroho, Heru (2007-07-20). "Menolak PLTN Muria" (PDF). Arsip Berita Media Cetak UGM. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-01-28. Diakses tanggal 2020-01-22. 
  31. ^ Ma`shumah, AwwinNur (2013). Analisis Pro dan Kontra Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria Kabupatn Jepara Melalui Advocacy Coalition Framework (ACF) (undergraduate thesis). Universitas Brawijaya. http://repository.ub.ac.id/100064/. 
  32. ^ "NU Haramkan PLTN Muria". Koran Tempo. 2007-09-02. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  33. ^ "NU Jepara: PLTN Muria Haram!". Detik.com. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  34. ^ "Greenpeace Dukung NU Haramkan PLTN Muria". Detik.com. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  35. ^ "Walhi Puji NU Haramkan Pembangunan PLTN Muria". Detik.com. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  36. ^ "6 Alasan PKB Menolak PLTN Muria". Detik.com. Diakses tanggal 2021-01-17. 
  37. ^ Rachman, Taufik (2011-06-11). "Masyarakat Jepara Unjukrasa Tolak PLTN Semenanjung Muria". Republika Online. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  38. ^ "Warga Tolak Rencana PLTN". KOMPAS.com. 2011-03-21. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  39. ^ Wardah, Fathiyah. "BATAN Tetap akan Bangun PLTN Muria". VOA Indonesia. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  40. ^ Herdiana, Imam (2012-04-21). "Pembangunan PLTN Muria, batal!". Okezone Economy. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  41. ^ Deny, Septian (2018-05-11). "DEN: RI Tak Akan Bangun Pembangkit Nuklir hingga 2050". Liputan6. Diakses tanggal 2021-01-22. 
  42. ^ NL, Akhmad (2015-11-12). Tarmizi, Tasrief, ed. "Ahli: PLTN tak layak dibangun di Muria". Antara News. Diakses tanggal 2021-01-22. 

  • "Nuclear Power Plant Development In Indonesia" (PDF). IAEA.org. Badan Tenaga Nuklir Nasional dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 2001. Diakses tanggal 2021-01-16. 
  • Cogswell, Bernadette K.; Siahaan, Nataliawati; Ragina, Friga Siera; Ramana, M. V.; Tanter, Richard (2017). "Nuclear Power and Small Modular Reactors in Indonesia: Potential and Challenges" (PDF). Nautilus Institute for Security and Sustainability. 
  • Balulu, Nasrun (2011). "Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Gunung Muria Menggunakan Analisa Data Gravitasi". Neutrino. 3 (2). doi:10.18860/neu.v0i0.1646. ISSN 2460-5999. 
  • Bronto, Sutikno; Mulyaningsih, Sri (2007). "Gunung api maar di Semenanjung Muria". Jurnal Geologi Indonesia. 2 (1). doi:10.17014/ijog.2.1.43-54. ISSN 2355-9306. 
  • Sunarko (2016). "Kajian Probabilistik Jatuhan Abu Vulkanik Terhadap Tapak PLTN Muria". Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 18 (1): 49–57. doi:10.17146/jpen.2016.18.1.2688. ISSN 2502-9479. 
  • Suntoko, Hadi (1999). "Pemilihan Tapak PLTN di Semenanjung Muria". Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 1 (4). doi:10.17146/jpen.1999.1.4.2004. ISSN 2502-9479. 
  • Widjanarko, Mochamad (2016). "Modal Sosial Masyarakat Desa Rahtawu: Studi Kasus Pelestarian Hutan Muria Di Kabupaten Kudus". Jurnal Masyarakat & Budaya LIPI. 18 (1). doi:10.14203/jmb.v18i1.344. ISSN 2502-1966. 
  • Daftar gunung di Indonesia
  • Puncak Songolikur
  • Kereta api Argo Muria
 

Artikel bertopik gunung di Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gunung_Muria&oldid=20363777"