Salah satu wali songo yang menggunakan sarana dakwahnya dengan kesenian wayang kulit adalah

SEJARAH penyebaran Islam di Nusantara tidak lepas dari peran walisongo. Walisongo terutama Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan budaya untuk menyebarkan islam.

Pendekatan ini dipilih dalam rangka memudahkan dakwah kepada masyarakat yang pada masa itu masih menganut hindu dan budha.

Salah satu bentuk kesenian yang dipakai adalah wayang.

Kesenian ini diciptakan oleh para wali untuk syiar agama Islam sekaligus mengumandangkan rasa persaudaran.

Sedangkan ceritanya disadur dari kisah Mahabarata dan Ramayana.

Sunan kalijaga yang merupakan Salah satu dari walisongo mempunyai pandangan bahwa dakwah itu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Tatar sunda

Salah seorang dalang muda Dadan Sunandar Sunarya misalnya, berdakwah dengan menggunakan sarana kesenian dan kebudayaan.

Dadan Salah satu Budayawan sekaligus dalang keturunan dari Asep Sunandar Sunarya yang menjadi maestro dalang di Tatar Sunda.

Dadang Sunandar Sunarya memanfaatkan pagelaran wayang sebagai media dakwah untuk penyebaran agama Islam.

"Wayang sudah merupakan media informasi dan komunikasi yang efektif, edukatif, dan persuatif," kata Dadan yang di temui di Padepokan Giri Harja di Kampung Jelekong, Kabupaten Bandung.

Berhasil tidaknya dakwah itu di antaranya tergantung pada da'i.

Sedangkan keberhasilan dakwah dengan menggunakan media wayang itu, tergantung pada dalangnya dalam memainkan wayang dan menyisipkan ajaran-ajaran Islam.

Peran dalang sangat penting dalam pertunjukan wayang.

Karena pertunjukan wayang itu tidak mungkin ada tanpa adanya dalang.

"Memainkan wayang itu tidak mudah, dan antara ngawayang dengan mendalang juga beda," ungkap Dadan.

Ditegaskan Dadan, wayang tidaklah hanya sekedar tontonan tetapi juga sebagai tuntunan.

Wayang bukan hanya sekadar sebagai saran hiburan, akan tetapi juga sebagai media komunikasi, media penyuluhan, media pendidikan dan juga bisa digunakan sebagai media dakwah.

Dari aspek wayang sebagai tuntunan, peranan dalang hampir-hampir sangat mutlak.

Untuk bisa memberikan tuntunan kepada masyarakat, khususnya para penonton, seorang dalang harus menguasai hampir segala hal.

"Seorang dalang itu bukan saja hanya sebagai penghibur tetapi juga sebagai komunikator, sebagai penyuluh, sebagai penutur, pendidik atau guru bagi masyarakat," tegasnya.

Dadan menyebutkan, dalam perkembangannya, banyak wujud wayang kulit dibuat dalam kreasi baru.

Hal ini agar para penonton tidak merasa bosan sehingga perlu adanya inovasi dari dalang.

Yang dalam filosofi sunda dikatakan dalang kudu mi indung ka waktu mi bapa ka jaman (harus beribu ke waktu dan berbapa pada zaman).

(H-1)

Ilustrasi seorang dalang sedang memainka pertunjukan wayang kulit. /Tangkap layar YouTube Djiwo Laras Indonesia/

SERANG NEWS – Sunan Kalijaga menjadi salah satu Wali Songo terkenal menggunakan wayang untuk dakwah ajaran Agama Islam.

Selain Sunan Kalijaga, ada dua Wali Songo lainnya yang tercatat dalam sejarah menggunakan wayang dalam dakwahnya.

Diketahui, wayang sudah muncu sejak zaman Kerajaan Kahuripan Kediri pada masa pemerintahan Jayabaya. Sejalan perkembangannya, wayang mengalami perubahan.

Pada masa perkembangan awal Islam di Nusantara, para wali menggunakan wayang sebagai media dakwah.

Perkembangan tersebut tak lepas dari peran dan pengaruh para ulama Sufi dan pihak penguasa lokal yang telah memeluk Islam.

>

Baca Juga: Kisah Sunan Kalijaga Membuat Wayang untuk Dakwah Menyebarkan Agama Islam di Nusantara

"Wali Sanga sendiri terlibat secara intensif di sini, terutama Susuhunan Kalijaga dan putranya Susuhunan Panggung," kata Marsaid dikutip SerangNews.com dalam Jurnal Islam dan Kebudayaan Wayang sebagai Media Pendidikan Islam di Nusantara terbitan STAIN Juraisiwo Metro Lampung, 2016.

Berikut 3 Wali Songo yang Gunakan Wayang untuk Dakwak Ajaran Islam:

Sunan Kalijaga

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Islam datang ke Nusantara dengan damai. Ajaran Islam diterima masyarakat tanpa ada paksaan. Di Pulau Jawa, Islam disebarkan para ulama yang dikenal dengan julukan Walisongo: Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati, melalui dakwah kultural. Para wali berdakwah dengan bahasa lokal, memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat setempat. Ketika masyarakat Jawa amat senang dengan kesenian, para wali menggunakan berbagai kesenian itu sebagai media dakwah. Salah satu kesenian rakyat yang dijadikan media dakwah adalah wayang. Sunan Kalijaga, misalnya, mengembangkan wayang purwa, yakni wayang kulit bercorak Islam. Selain itu, Sunan Kalijaga juga menciptakan corak batik bermotif burung (kukula) yang mengandung ajaran etik agar seseorang selalu menjaga ucapannya. Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal dari India dan rekaman pertama pertunjukan wayang telah ada sejak 930 M. Namun, ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya seni tradisional Indonesia. “Ada yang menginterpretasikan bahwa wayang berasal dari India, meskipun apabila kita menunjukkan wayang kepada orang-orang India, mereka tidak tahu apa-apa,” ujar Dr  Suyanto, pengajar ISI Surakarta dalam “Diskusi Wayang, Islam, dan Jawa” di Solo, akhir November lalu. R Gunawan Djajakusumah dalam bukunya, Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa wayang adalah kebudayaan asli Indonesia, khususnya  Pulau Jawa. Ada yang berpendapat, kata wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya “leluhur”. Sejatinya, wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber—yang gambarnya mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman Majapahit. Wayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia. Wayang dianggap berhasil sebagai media dakwah dan syiar Islam karena menggunakan pendekatan  psikologi, sejarah, pedagogi, hingga politik. Dulu, wayang dipertunjukkan di masjid dan masyarakat bebas untuk menyaksikan. Namun, dengan syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid. Memang, wayang kulit merupakan produk budaya yang  telah ada sebelum Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang telah mengalami perubahan. Budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya dijumpai pada wujudnya, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padhalangan, bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon (cerita) yang dipergelarkan.

Nama-nama tokoh pewayangan khas Jawa (Punakawan), seperti Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng pun berasal dari bahasa Arab. Setiap tokoh memiliki karakter tertentu, yang memiliki peran sebagai media penyampai syiar dan dakwah Islam pada zaman itu. Tema utama edisi ini secara khusus mengupas tentang peran wayang sebagai media dakwah Islam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Wali Songo merupakan tokoh penting dalam penyebaran Islam khususnya di pulau Jawa di abad ke-14. Ada beragam warisan dari para wali mulai dari wayang hingga bangunan masjid yang dulunya dipakai sebagai media dakwah.  Bersumber dari Instagram Kemendikbud Ristek, Wali Songo berarti sembilan penyebar agama Islam di pulau Jawa. Nama dari masing-masing wali dikenal sesuai dengan nama tempat penyebaran agamanya.  Dalam menyebarkan ajaran Islam, Wali Songo menggunakan pendekatan kebudayaan serta profesionalitas dari para wali di bidangnya masing-masing. Gending (lagu instrumental Jawa), tradisi kebudayaan, hingga permainan, menjadi media Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam kala itu.  Dengan menyisipkan unsur seni dan budaya dakwah yang disampaikan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Hal ini juga mempermudah para wali karena dakwah menjadi lebih mudah dipahami dan dekat dengan rakyat Jawa. Mari simak daftar warisan kultural Wali Songo yang digunakan saat berdakwah di bawah ini dirangkum dari Instagram Kemendikbud Ristek Sunan Gresik merupakan wali pertama yang menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Beliau berdakwah menggunakan cara berdagang, memberikan pengobatan gratis, dan mengajarkan cara baru bercocok-tanam. Sunan Gresik juga merangkul masyarakat bawah yang disisihkan saat mengajarkan ajaran-ajaran Islam. Selain dakwah, Sunan Gresik juga mendirikan pondok pesantren dan Masjid Pesucinan di Leran, Gresik. Masjid tersebut diyakini sebagai masjid tertua yang ada di pulau Jawa. Baca Juga: Mahasiswa, begini cara dapat bantuan UKT hingga Rp 2,4 juta dari Kemendikbud Ristek Wali Songo yang selanjutnya adalah Sunan Ampel. Beliau berhasil mengembangkan dan mewariskan konsep pesantren yang digunakan hingga saat ini.  Agar bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat pada masa tersebut, Sunan Ampel mendekatkan istilah Islam dengan bahasa setempat.  Contoh pendekatan bahasa Sunan Ampel diantaranya kata "sembahyang", "langgar", dan "santri". Cara dakwahnya dikenal dengan falsafah "Moh Limo" atau artinya tidak melakukan 5 hal tercela. Sunan Kudus menggunakan pendekatan budaya dengan mengganti sapi atau lembu dengan kerbau untuk disembelih. Cara ini merupakan cara Sunan Kudus untuk menghormati masyarakat Hindu yang menganggap sapi atau lembu sebagai hewan suci. Selain mengganti tradisi menyembelih sapi, Sunan Kudus juga menyesuaikan bangunan Masjid Menara Kudus dengan seni bangunan/arsitektur Hindu-Budha. Beliau juga membuat Tradisi Dandangan yang digelar setiap satu tahun sekali menjelang bulan Ramadhan.


Video liên quan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA