Sebutkan lokasi lokasi yang bisa digunakan untuk pemeriksaan fisik barang ekspor brainly

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami akan mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU 10/1995”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU 17/2006”).

Ketentuan Umum tentang Impor

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.[1] Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.[2]

Impor untuk dipakai adalah memasukkan barang ke dalam daerah pabean dengan tujuan untuk dipakai, atau memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di Indonesia. Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai setelah:[3]

  1. diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya;

  2. diserahkan pemberitahuan pabean dan jaminan; atau

  3. diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan.

Jaminan yang dimaksud dapat berbentuk uang tunai, jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan lainnya.[4] Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai. Barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai. Orang yang tidak melunasi bea masuk atas barang impor dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut UU 10/1995 dan perubahannya wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 persen dari bea masuk yang wajib dilunasi.[5]

Penyelundupan

Secara umum, pelanggaran atas syarat impor di atas dapat dikategorikan sebagai tindakan penyelundupan dan dikenakan sanksi pidana. Definisi penyelundupan (smuggling atau smokkle) menurut Baharuddin Lopa dalam bukunya Tindak Pidana Ekonomi adalah mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau tidak memenuhi formalitas pabean (douaneformaliteiten) yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 102 UU 17/2006 kemudian mengatur bahwa:

Setiap orang yang:

  1. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);

  2. membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;

  3. membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);

  4. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan atau diizinkan.

  5. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;

  6. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean dan atau tempat penimbunan berikat atau dan tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya Pungutan negara berdasarkan undang-undang ini;

  7. mengangkut barang impor dan tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya;

  8. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah.

dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000, (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).

Yang dimaksud dengan menyembunyikan barang impor secara melawan hukum pada poin e di atas yaitu menyimpan barang di tempat yang tidak wajar dan/atau dengan sengaja menutupi keberadaan barang tersebut.[6]

Pelanggaran atas ketentuan di atas yang mengakibatkan terganggunya sendi sendi perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5 milyar dan paling banyak Rp100 miliar.[7] Apabila penyelundupan di bidang impor dilakukan oleh pejabat dan aparat penegak hukum, pidana yang dijatuhkan dengan pidana sebagaimana ancaman pidana dalam UU 10/1995 dan perubahnnya ditambah 1/3.[8]

Pertanggung Jawaban Yayasan

Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut UU 10/1995dan perubahannya dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:[9]

  1. badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut;

  2. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya.

Tindak pidana menurut UU 10/1995 dan perubahannya dilakukan juga oleh atau atas nama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseoran atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukan tindakan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.[10]

Dapat dilihat bahwa ketentuan-ketentuan ini tidak membedakan yayasan milik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Penjelasan lebih lanjut mengenai yayasan milik warga negara asing sendiri dapat Anda simak dalam artikel Apakah Orang Asing atau Badan Hukum Asing Boleh Mendirikan Yayasan?

Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, pada waktu penuntutan diwakili oleh pengurus yang secara hukum dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai bentuk badan hukum yang bersangkutan.[11]

Adapun terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rpl.500.000.000 jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.[12]

Dengan demikian, menurut hemat kami, yayasan milik warga negara asing yang mengimpor material bangunan dan bahan pokok makanan tanpa dilengkapi dokumen yang sah dapat dijerat dengan sanksi pidana sesuai dengan UU 10/1995 dan perubahannya. Penuntutan diwakili oleh pengurus yayasan yang secara hukum dapat dimintai pertanggungjawaban.

Baca juga: Bisakah WNA Dipidana Dengan Hukum Indonesia?

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

Baharudin Lopa. Tindak Pidana Ekonomi. Jakarta: Pradnya Paramita, 2002.

[1] Pasal 1 angka 13 UU 17/2006

[2] Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU 17/2006

[3] Pasal 10B ayat (1) dan (2) UU 17/2006

[4] Pasal 42 ayat (2) UU 10/1995

[5] Pasal 10B ayat (3), (4), dan (6) UU 17/2006

[6] Penjelasan Pasal 102 huruf e UU 17/2006

[7] Pasal 102B UU 17/2006

[8] Pasal 102C UU 17/2006

[9] Pasal 108 ayat (1) UU 17/2006

[10] Pasal 108 ayat (2) UU 17/2006

[11] Pasal 108 ayat (3) UU 17/2006

[12] Pasal 108 ayat (4) UU 17/2006

[13] Pasal 35 ayat (1) UU Yayasan

Indonesia - Kawasan Berikat merupakan suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan memiliki batasan-batasan tertentu di wilayah Pabean Indonesia yang di dalamnya telah diberlakukan ketentuan khusus terkait bidang Pabean terhadap barang-barang yang dimasukkan dari luar daerah Pabean atau dari dalam daerah Pabean di Indonesia.

Kegiatan dalam Kawasan Berikat

Dalam Kawasan Berikat, kegiatan utama yang dilakukan adalah kegiatan yang berkaitan dengan pengolahan atau pemrosesan bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi yang memiliki nilai lebih tinggi untuk penggunaannya.

Selain itu, Kawasan Berikat juga memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, dan juga pengolahan barang yang berasal dari luar negeri maupun yang berasal dari dalam negeri. Kawasan ini pada dasarnya merupakan tempat untuk melakukan kegiatan industri dan manufaktur dengan tujuan untuk ekspor impor.

Fasilitas Kawasan Berikat

Kawasan Berikat ini merupakan salah satu sektor yang dapat membantu meningkatkan perekonomian Indonesia karena dapat memudahkan proses produksi barang maupun industri. Berkaitan dengan Kawasan Berikat, terdapat istilah Fasilitas Kawasan Berikat, dimana fasilitas ini diberikan kepada perusahaan industri yang orientasi pengeluaran atau penjualan untuk produknya itu merupakan tujuan yang berkaitan dengan ekspor impor atau dijual ke kawasan berikat yang lainnya.

Berikut ini merupakan beberapa fasilitas yang diberikan:

    • Penanggugah Bea Masuk berlaku atas impor barang modal ataupun peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) termasuk ke dalam Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) yang merangkap menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB).
    • Penangguhan Bea Masuk berlaku atas impor barang modal atau peralatan pabrik yang memiliki hubungan langsung dengan kegiatan produksi Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB).
    • Penangguhan Bea Masuk berlaku atas impor barang atau bahan yang akan diolah Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB).
    • Bea Masuk yang ditanggung termasuk ke dalamnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
  1. Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
    • Fasilitas ini digunakan atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) yang berasal dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) untuk dapat diolah lebih lanjut.
    • Digunakan atas pengiriman barang yang merupakan hasil dari produksi Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) ke Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) lainnya untuk dapat diolah lebih lanjut.
    • Digunakan atas pengeluaran barang atau bahan ke perusahaan industri yang berada di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) atau Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) lainnya dalam rangka sub kontrak.
    • Digunakan atas penyerahan kembali Barang Kena Pajak (BKP) dari hasil pekerjaan sub kontrak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berada di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) atau Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) asal.
    • Digunakan atas peminjaman mesin atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak.
    • Digunakan atas impor barang atau bahan yang dapat diolah lebih lanjut.
    • Digunakan atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) yang berasal dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) untuk dapat diolah lebih lanjut.

Selain ketiga Fasilitas Kawasan Berikat yang diberikan, perusahaan yang berada di Kawasan Berikat juga masih bisa memperoleh kemudahan, seperti:

  1. Barang modal berupa mesin yang berasal dari impor, apabila sudah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak masa pengimporannya atau sejak barang modal tersebut menjadi aset perusahaan, maka dapat dilakukan pemindahtanganan tanpa berkewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
  2. Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) yang masuk ke dalam Daftar Putih dapat mempertaruhkan jaminan yang berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang bersangkutan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) yang dipersyaratkan untuk dapat mempertaruhkan jaminannya.

Manfaat Fasilitas Kawasan Berikat

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya Fasilitas Kawasan Berikat yang diberikan adalah:

  1. Terdapat efisiensi waktu dalam pengiriman barang yang tidak terkena pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) atau Pelabuhan.
  2. Fasilitas perpajakan dan juga kapabean dapat memungkinkan Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global, serta dapat juga melakukan penghematan biaya perpajakan.
  3. Dapat menjamin Cash Flow Perusahaan dan juga Production Schedule.
  4. Dapat membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan program keterkaitan antara perusahaan besar, menengah, dan juga kecil melalui pola kegiatan sub kontrak.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA