Apa artinya rumah jika tak lagi menjadi pelabuhan yang ramah bagi hati seorang suami? Apa jadinya surga jika ia tak lagi dirindukan? Benarkah dongeng seorang perempuan harus mati agar dongeng perempuan lain mendapatkan kehidupan?
Surga yang Tak Dirindukan, buku yang pertama saya baca bulan Agustus ini. Buku ini merupakan novel kenamaan dari Asma Nadia. Mungkin udah telat banget kali bacanya ya? Soalnya lebih dulu denger film-nya daripada novelnya. Buku ini pertama kali terbit bulan Juni 2014, dan buku yang saya baca ini sudah merupakan cetakan ke dua puluh, bulan Juni 2015. Udah lama lama banget ya? ckck… Tapi nggak apa-apalah..
Details:Judul: Surga yang Tak Dirindukan
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: AsmaNadia
Publishing House
Cetakan ke: 20 (Juni 2015)
Jumlah halaman: xii + 308 halaman
ISBN: 978-602-9055-21-4
Buku ini bercerita tentang kehidupan dua perempuan yang memiliki latar belakang yang berbeda. Mereka berdua juga punya kisah hidup dan perjuangan yang berbeda. Keduanya pun tak pernah saling kenal sebelumnya, melainkan setelah kejadian itu tiba. Ya, menikah dengan seorang pria yang sama.
Perempuan pertama adalah seorang wanita bernama Arini. Cerdas, soleha, dan penulis handal. Perempuan berjilbab ini adalah ibu dari tiga anak yang teramat lembut hatinya. Ia sangat mencintai anak-anak dan keluarganya, dan tentu saja suaminya. Sebuah kehidupan yang ia mulai ketika pertama kali ia berjumpa dengan sang suami, bernama Pras, di sebuah teras masjid di saat ia kehilangan sandal selepas shalat. Rupanya lelaki yang telah menolongnya itu adalah teman masa kecilnya dulu. Ia begitu terpana ketika pandangan pertama untuk kesekian kalinya, hingga Pras pun jatuh hati lalu melamarnya. Kehidupan keluarga yang mereka jalani begitu damai, semuanya terjadi begitu indah dengan cinta. Arini, begitu membaktikan diri pada suaminya.
Perempuan kedua adalah Mei Rose, seorang non muslim perawakan tionghoa yang hidup di bawah kerasnya penderitaan. Dibudak oleh tantenya sendiri, A-ie, sejak kecil ditinggal mati oleh kedua orang tuanya, tak pandai bergaul, tidak pula berkawan. Ia kerap menjadi babu di rumah tante yang sangar itu, namun semua berubah tragis ketika peristiwa yang membuat mati suami A-ie. Kehidupan pahit mengajarkannya untuk hidup lebih kuat dan tegar melebihi wanita lainnya. Ia pun mulai mandiri. Namun hidupnya terperangkap dalam kerumitan ketika pertama kali merasakan hubungan dengan seorang pria hidung belang, yang membuatnya hamil dan tak mau bertanggung jawab. Ia muak. Berusaha bunuh diri, namun gagal. Ia benci dengan janin yang dikandungnya. Hingga akhirnya ia pasrah, lalu mencari cara aneh untuk menyelamatkan hidupnya. Email itu dikirim ke semua lelaki di dunia, siapapun yang bersedia untuk menjadikannya istri kedua. Sampai ketika ia menemukan sosok yang tepat, ia diajak kawin namun itu hanya kebohongan. Ia stres, masih berbaju pengantin, sendirian, mengemudikan mobilnya tanpa kendali, hingga terjadilah kecelakaan itu. Kecelakaan yang membuat hidupnya di titik nadir.
Andika Prasetya. Itulah seorang laki-laki yang harus terlibat dalam kisah dua perempuan itu. Ia sangat mencintai Arini, istri pertamanya. Ia seolah sosok lelaki idaman wanita mana saja, pangeran dalam dongeng Arini. Cerdas, lembut, dan mapan. Ia seorang dosen yang mengajar di kampus. Namun, kejadian itu membuatnya tak punya pilihan. Semua bermula dari kecelakaan. Ia melihat mobil yang melaju kencang, menabrak bahu jalan dan melemparkan seorang wanita hamil berbaju pengantin ke tengah jalan hingga bersimbah darah. Ia panik, rasa kemanusiaannya mengharuskan ia membawa wanita itu ke rumah sakit. Wanita yang tak lain adalah Mei Rose.
Mei Rose, tengah hamil. Anaknya harus segera dilahirkan oleh tim dokter, dalam keadaan prematur. Prasetya, kini harus menjadi ‘ayah’ sementara bagi anak itu. Ia terpaksa menandatangani surat persetujuan operasi, karena tak ada orang lain di sana selain dirinya. Anak itu pun lahir selamat. Mei Rose tertolong. Tapi, Mei Rose tampak begitu membenci anaknya. Pras bingung. Kenapa perempuan ini begitu ingin mati? Sampai ketika naluri kemanusiaannya membuat ia merasa bertanggung jawab pada anak itu, dan pada Mei Rose. Mei Rose melihat Pras seksama, hampir setahun, selalu menolongnya. Ia ingin merebut hatinya, meskipun harus menjadi istri kedua. Bagaimanapun caranya, Pras lah lelaki yang bisa menyelamatkan hidupnya. Ia berusaha memikat hati Pras, tapi selalu saja kalah dengan nama Arini yang selalu disebut-sebutnya.
Senjata terakhirnya. Ia menyatakan masuk Islam. Pras terenyah. Mei Rose memintanya mengajarkannya menjadi muslimah yang baik. Pras kembali terpanggil. Setahun berlalu setelah kecelakaan itu. Mereka menikah. Arini tak tahu.
Arini, alangkah malang ketika mendapati kelakuan suami tercintanya itu sedikit berbeda dari sebelumnya. Ia jadi lebih jarang di rumah. Haruskan ia mencurigai suaminya? Suatu hal yang hampir mustahil ia lakukan. Sampai suatu hari ketika kecurigaanya memuncak sejak saat itu. Sebuah pertanyaan dari rekan kerja suaminya, biasa saja, bertanya tentang kondisi kesehatan anak-anak. Hanya saja janggal, karena anak-anak selalu sehat dan tak pernah dibawa ke rumah sakit. Arini lalu mengecek rumah sakit yang mengeluarkan kuitansi pengobatan, ia pun mendapati sebuah nomor telepon. Bukan telepon rumah. Siapa ini?
Semuanya menjadi runtuh, kakinya tak lagi merasa menapak, setelah ia menghubungi nomor telepon itu. Seorang wanita dengan suara tegas, jelas dan riang, lalu suara celoteh bocah cilik di dekatnya. Suara itu bagaikan petir, “Halo, Nyonya Prasetya disini..”
Semua tampak nyata ketika Arini mendapati suami yang dicintainya tengah berlepas hangat di seberang jalan dengan wanita yang tak dikenalnya itu. Ia membelai seorang anak. Kini kedua mata manusia itu bertemu, saling memandang dari kejauhan. Prasetya terkejut melihat istri pertamanya itu menyaksikan hal yang selama ini dia sembunyikan. Ia tercengang, Arini apatah lagi. Arini pergi membawa luka teramat dalam dengan taksi, sementara Pras tak bergeming, tercengang dan mematung. Ia merasa bersalah, telah menyia-nyiakan istri yang teramat sangat dicintainya.
Lambat laun, Arini mendatangi istana kedua suaminya itu. Emosional. Ia dengan sebelumnya menyusun sisa-sisa keberanian diri, datang menemui wanita yang telah merebut suaminya. Mei Rose. Mereka bertatapan. Perang dingin.
Pras telah tidur dengan perempuan ini.
Untuk apa mempertahankan sesuatu yang tak lagi ada untukmu?
“Saya memintamu, demi anak-anak saya, untuk meninggalkan Pras.”
Demi anak-anak? Mei Rose tersenyum sinis. Kenapa demi anak-anak, Arini tidak bisa merelakan dirinya hidup dengan kenyataan bahwa ada keluarga lain selain dia dan tiga anaknya?
“Sejak dulu kamu punya segalanya Arini, orang tua, suami yang baik, anak-anak yang sehat, karier kepenulisan. Segalanya. Sementara satu-satunya hal baik yang pernah terjadi seumur hidupku hanya Pras!”
“Dengan begitu banyak kebahagiaan, tidakkah seharusnya kamu bersyukur dan bisa sedikit bermurah hati?”
“Saya mohon padamu.” Arini tak berdaya.
“Aku tidak bisa.”
Arini tersentak mendengarnya.
Tiba-tiba Pras kini bertemu dengan dua istrinya itu. Ia gugup. Kusut. Tercengang. Arini melihat kini Mei Rose telah merebahkan kepala di dada sang suami, seraya kedua tangannya melingkari leher Pras tanpa ragu, membuat lelaki itu salah tingkah. Suasana hening. Sunyi.
Ironis. Dongeng perempuan harus mati, agar dongeng perempuan lain mendapat kehidupan. Pras telah memilih. Air mata yang tumpah harus dihapusnya.
Allah, ke mana setiap perempuan harus melarikan hatinya yang berdarah?
Pikiran bahagianya.
Ini takdirnya.
UlasanPoligami memang jadi topik buku ini. Menurut saya, buku ini unik, dengan akhir cerita yang tragis. Awal-awal membaca memang agak sulit mencari sambungan cerita. Pola tulisan yang dikarang oleh mbak Asma Nadia ini bersifat flash back dan alur yang berganti-ganti. Memang harus sedikit berfikir membaca novel ini. Namun perlahan it is not a happy story. Sad Ending.
Cuma, ada beberapa hikmah dan pelajaran yang bisa saya ambil dari buku ini. Pertama, setiap orang punya cerita dan masalah hidup masing-masing, cobalah berempati. Kedua, kebohongan itu pasti akan terungkap di kemudian hari, sebab itu, jujur adalah kunci. Ketiga, perasaan perempuan itu rumit. Hehe. Keempat, poligami itu pahit.
At least. Saya membaca buku ini langsung tamat dalam dua hari. Memang rekor pertama buat saya pribadi. Entah karena ceritanya unik, atau memang ada hal lain yang membuat saya membacanya sampai habis dalam waktu singkat. Entahlah.. hha. 🙂