Sikap Islam terhadap orang yang mengaku Islam tetapi tidak melaksanakan syariatnya

Sikap Islam terhadap orang yang mengaku Islam tetapi tidak melaksanakan syariatnya

Banda Aceh – Tgk Fakhruddin Lahmuddin mengisi Kajian Agama Islam bagi pejabat Pemerintah Kota Banda Aceh, Jumat (31/7/2015) bada Shalat Magrib berjamaah di Masjid Agung Al-Makmur, Lampriet, Banda Aceh.‎

Acara rutin yang digelar oleh Dinas Syariat Islam (DSI) Banda Aceh setiap bulannya pada Masjid yang berbeda ini diikuti oleh seluruh jajaran pejabat Pemerintah Kota Banda Aceh.

Pada kesempatan kali ini, turut hadir di tengah-tengah jamaah antara lain Wakil Wali Kota Drs H Zainal Arifin, Sekda Ir Bahagia Dipl SE, sejumlah Kepala SKPD beserta para Asisten, Staf Ahli dan Kabag di lingkungan Setdako Banda Aceh.

Tgk Fakhruddin dalam ceramahnya bertajuk “Sikap Seorang Muslim Kepada Sesama Muslim”, mengupas soal fenomena di berbagai dunia Islam dewasa ini yakni porakporandanya ukhuwah islamiyah.

“Padahal, salah satu nikmat yang diminta Allah SWT untuk selalu diingat dan disukuri manusia adalah ukhuwah islamiyah, nikmat persaudaraan antar sesama muslim sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran Surat Ali Imran Ayat 103.”

Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara… .(QS Ali Imran 103)

Namun yang terjadi, sambungnya, perperangan antar sesama muslim kini semakin marak seperti di sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika. “Untuk Asia Tenggara termasuk negara kita juga berpotensi terjadinya konflik mengingat adanya perbedaan pandangan baik dalam konteks fiqih maupun hal lainnya serta banyaknya kelompok dalam komunitas muslim.”

Ia juga menyinggung soal penyalahgunaan media sosial seperti Facebook, Twitter dan sebagainya akhir-akhir sebagai media untuk menghina, mencemooh, menyalahkan hinga memaki sesama muslim. “Padahal ia mengaku sebagai orang yang beriman.”

“Hal ini juga menjadi potensi untuk diadudomba oleh berbagai pihak yang ingin melemahkan posisi dan kekuatan umat Islam. Jika antar sesama muslim saja kita sudah bertikai, maka tentu akan membawa malapetaka besar bagi umat Islam. Oleh karena itu, ayat tersebut di atas harus menjadi pegangan kita semua,” pintanya.

Ia menambahkan, dalam Al-Quran Surat Al-Anfal ayat 73, Allah SWT kembali mengingatkan, orang-orang kafir akan terus bahu-membahu untuk menghancurkan umat muslim. “Siapakah mereka? yakni semua orang di luar Islam,” tegas Tgk Fakhruddin.

Islam sebagai agama yang rahmatan lilalamin telah letakkan pondasi yang sangat kokoh guna melihara nikmat ukhuwan islamiyah. “Hal itu telah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Quran dan Sunnah,” sebut Tgk Fakhruddin.

Ia menguraikan, Syech Abu Bakar Jabir Al-Jazaairy, seorang ulama besar Arab dalam kitabnya “Minhaaju Al-Muslim” menulis secara detil soal bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap sesama muslim.

Sikap-sikap dalam usaha untuk menjaga dan memelihara ukhuwah islamiyah tersebut antara lain:

  • Mencintai bagi saudaranya sebagaimana mencintai diri sendiri dan membenci bagi saudaranya apa-apa yang dibenci bagi dirinya. (HR Bhukari dan Muslim)

  • Merendah diri di hadapan saudaranya dan tidak bersikap sombong dan angkuh. (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

  • Tidak mencaci saudaranya dan tidak menghinanya dengan bentuk apapun. (QS Al-Hujarat 11)

  • Tidak dengki dan iri kepada saudaranya. ((HR Bukhari dan Muslim)

  • Memperlakukan saudaranya dengan baik dan menahan diri dari segala hal yang menyakitinya. (HR Al-Hakim dan Tarmidzi)

  • Memelihara jiwa, harta dan kehormatan saudaranya. (HR Muslim)

Mengakhiri ceramahnya, Tgk Fakhruddin mengatakan, jika nilai-nilai mulia tersebut dapat diimplementasikan, maka akan terbangun sebuah kebersamaan sehingga memperkuat kedudukan dan posisi umat Islam dalam menghadapi berbagi tantangan internal maupun eksternal. “Dengan demikian, semoga Allah SWT meninggikan derajat dan kemuliaan kita semua, Amin.” (Jun)

Apa hukum mencela Allah atau mencela Rasul-Nya, atau merendahkan keduanya? Dan apa hukum menentang satu saja dari perintah yang Allah wajibkan? Atau menghalalkan apa yang Allah haramkan? Mohon jelaskan kepada kami, karena banyak sekali hal ini terjadi di tengah masyarakat.

Syaikh menjawab:

Semua orang yang mencela Allah subhanahu wa ta’ala, apapun bentuk celaannya, atau mencela Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, atau para Rasul yang lainnya, apapun bentuk celaannya, atau mencela Islam, atau merendahkan Allah atau Rasul-Nya, maka ia kafir dan murtad dari Islam. Walaupun orang tersebut mengaku Muslim. Ulama ijma’ (sepakat) akan hal ini. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ۝ لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Katakanlah: apakah dengan ayat-ayat Allah dan Rasul-Nya, kalian berolok-olok? Tidak perlu minta maaf, kalian telah kafir setelah sebelumnya beriman” (QS. At Taubah: 65-66).

Al Allamah Abul Abbas Ibn Taimiyyah rahimahullah telah berpanjang lebar membahas masalah ini dalam kitab beliau berjudul Ash Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul. Siapa yang ingin mempelajari masalah ini lebih banyak beserta dalil-dalilnya, silakan merujuk pada kitab tersebut. Karena kitab ini agung dan penulisnya juga mulia, serta sangat luas ilmunya, rahimahullah.

Demikian juga hukum bagi orang yang menentang satu saja dari perintah yang Allah wajibkan, atau menghalalkan apa yang Allah haramkan yang termasuk perkara ma’lum minad diin bid dharurah (perkara yang secara gamblang diketahui oleh orang Muslim). Seperti menentang wajibnya shalat, menentang wajibnya zakat, menentang wajibnya puasa Ramadhan, menentang wajibnya haji bagi orang yang mampu, menentang wajibnya berbakti kepada orang tua, dan semisalnya, atau menghalalkan minum khamr, menghalalkan durhaka kepada orang tua, menghalalkan harta dan darah orang lain tanpa hak, menghalalkan riba, dan semisalnya, yang termasuk perkara  ma’lum minad diin bid dharurah, berdasarkan ijma ulama ia kafir murtad dari Islam, walaupun mengaku Muslim.

Para ulama telah berpanjang lebar dalam pembatal-pembatal keislaman ini, khususnya dalam bab tentang murtad. Mereka telah menjelaskan dalil-dalilnya. Siapa yang ingin mempelajarinya lebih lanjut, silakan merujuk kepada kitab-kitab para ulama dalam bab ini. Baik ulama dari kalangan Hanabilah, Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanafiyyah dan yang selain mereka. InsyaAllah akan didapatkan penjelasan yang memuaskan dari kitab-kitab mereka.

Dan tidak boleh memberikan udzur bil jahl kepada mereka. Karena ini perkara-perkara yang sudah gamblang diketahui oleh kaum Muslimin. Dan hukumnya sudah jelas dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam.

Wallahu waliyyut taufiq, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa aalihi wasallam.

(Majmu Fatawa wal Maqalat Mutanawwi’ah, 7/45).

Baca Juga: Menyikapi Penghina Nabi Di Negeri Non-Muslim

Sikap terhadap pencela agama

Soal:

Ketika ada da’i yang mendakwahkan Islam dan mendakwahkan tentang shalat, lalu ketika itu ada orang yang mencela agama dan menghina Rasul serta mencela Allah, bagaimana sikap kita?

Syaikh bertanya: siapa yang mencela?

Penanya:  yang mencela adalah yang didakwahi

Syaikh menjawab: 

Pertama, hendaknya dia dinasehati dan dijelaskan bahwasanya itu perbuatan kufur dan sesat. Orang-orang yang hadir juga hendaknya menasehatinya, berbicara dengannya dan menjelaskan kekeliruannya. 

Jika ia bertaubat, alhamdulillah. Jika tidak, maka diangkat perkaranya kepada pemerintah. Jika pemerintahnya menerapkan syari’at Allah, maka diangkat perkaranya kepada pemerintah. Untuk kasus seperti ini, pelaku harus diberi hukuman, bahkan dipenjara.

Namun jangan langsung serahkan kepada pemerintah, namun nasehati terlebih dahulu. Ajak bicara ia dengan perkataan tegas jika ia terus-menerus melakukan perbuatan batil tersebut. Ancam dia bahwa ia akan dilaporkan kepada ulil amri. Mudah-mudahan ia mau kembali ke jalan yang benar.

Karena mencela agama itu perbuatan riddah (mengeluarkan pelakunya) dari Islam, na’udzubillah. Mencela Rasulullah juga perbuatan riddah dari Islam. Andaikan seseorang mengatakan: “Rasulullah tidak paham masalah seperti ini, tidak tahu masalah ini…”, atau mengatakan: “Rasulullah orang kampung, tidak paham masalah seperti ini dan itu…” ini adalah riddah dari Islam, dan merupakan kufur akbar,  na’udzubillah. 

Atau seseorang mengatakan: “Aturan syariat ini tidak benar…”, “Aturan syariat ini tidak cocok untuk zaman sekarang…”, “Syariat ini itu hanya cocok untuk zaman dulu…”, ini juga riddahna’udzubillah.

Sumber: https://bit.ly/2PJZ6YH 

Baca juga: Siapa Yang Berhak Menghukum Penghina Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam?

Pencela agama, jika ia shalat apakah dianggap bertaubat?

Soal:

Bagaimana hukum orang yang pernah mencela agama atau mencela Allah? Namun ketika datang waktu shalat, ia pun berwudhu dan shalat wajib. Apakah dengan ia melaksanakan shalat wajib dapat dianggap bahwa ia telah mengumumkan taubatnya?

Syaikh menjawab: 

Mencela agama dan mencela Allah adalah kemurtadan yang besar. Sekali lagi saya katakan, ini kemurtadan yang besar dari Islam. Na’udzubillah.

Yang wajib dilakukan oleh pelakunya adalah bersegera untuk bertaubat, menyesal dan berhenti melakukan perbuatan tersebut. Tidak cukup dengan shalat. Karena shalat belum memenuhi (syarat taubat dari murtad). Namun wajib bertaubat dengan tulus atas perbuatan yang ia lakukan. Dan bertekad untuk tidak mengulang lagi perbuatan tersebut. Karena perbuatan jahat yang ia lakukan ini sangat fatal. Maka tidak boleh bermudah-mudahan dalam perkara ini. Wajib bagi dia untuk taubat dengan segera.

Dan hakikat dari taubat adalah menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan, dengan penuh menyesal dan kesedihan yang mendalam karena telah melakukannya. Disertai tekad yang tulus untuk tidak mengulanginya lagi. Dan sebelum ia lakukan ini semua, shalatnya tidaklah sah. Karena shalatnya dianggap sebagai shalat orang yang kafir. Maka wajib untuk bertaubat sebelum ia shalat. 

Baca Juga:

Sumber: https://bit.ly/2XTfNFF 

***

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

🔍 Jalan Kebenaran, Apa Itu Cadar, Hadist Wanita Solehah, Surah Az Zariyat 56, Hadits Qudsi Tentang Shalat