Tari dinggu dimainkan oleh laki-laki menggunakan pakaian dan celana

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

Tari Modinggu – Tari Modinggu atau yang lebih dikenal dengan sebutan tari Dinggu, menjadi salah satu aset berwujud budaya bukan benda, bagi suku Tolaki. Tarian yang menggambarkan kerja keras dan kehidupan gotong royong masyarakat suku Tolaki zaman dahulu ini, sekarang sering ditampilkan untuk berbagai event.

Asal Usulnya Tari Modinggu

Tari dinggu pada mulanya dilakukan untuk menyembah para dewa atau yang disebut Sangia. Seiring waktu, tari modinggu menjadi tarian penghibur bagi Mokole (sebutan untuk raja) dan para pejabat kerajaan. Bermula dari suku Tolaki yang tinggal di Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang sebelumnya adalah wilayah kerajaan Mekongga.

Tari Modinggu – pintarnesia.com

Maka dari itu, Kolaka disebut-sebut sebagai tanah kelahiran serta daerah sentra pengembangan tari modinggu. Secara harfiah, modinggu berasal dari bahasa suku Tolaki. “Mo” artinya pelaku, sedangkan “dinggu” maksudnya sentuh/bersentuhan. Di sini, kata dinggu (bersentuhan) menggambarkan alu dan lesung yang bertemu dan menciptakan bunyi yang khas.

Menurut Syamsul Bahri, dalam jurnal Pangadereng (Vol. 5 No 1, 2009), memperkirakan kalau tari modinggu sudah ada sejak abad ke XIV. Tari modinggu adalah perkembangan dari tari pomorodo (tari persembahan untuk Dewi Padi). Sejak padi menjadi bahan makanan pokok, maka saat itulah tari modinggu memulai kiprahnya. Diawali dari menumbuk padi, menjadi langkah awal permainan alu dan lesung dibawa ke dalam sebuah tarian.

Awalnya, suku Tolaki saat panen raya akan bergotong-royong memetik, mengangkat sampai dengan mengumpulkan padi. Selanjutnya, mereka menumbuk padi bersama-sama yang biasanya dilakukan para pemuda, atau yang disebut dengan “Modinggu”. Modinggu lalu ditutup dengan gerakan “lulo” untuk melepas penat.

Masih ingat apa itu “lulo”? Pembahasan “lulo” dapat kamu baca di artikel sebelumnya tentang Tari Malulo ini. Dapat dikatakan, kalau tari dinggu adalah tarian yang menceritakan kisah petani. Tari dinggu menjadi visualisasi dari keceriaan para petani saat menyambut dan memanen padinya.

Petani, yang digambarkan oleh para penari, nampak semangat dan penuh keceriaan atas Sanggoleo Mbae (sebutan untuk Dewi Padi), yang sudah memberikan keberkahan dan kepercayaannya untuk menjaga kesuburan padi. Para penari juga “menampilkan” rasa syukur petani atas hasil panen yang didapatkannya.

Aturan Main dalam Tari Modinggu

Tari Modinggu – m.utakatikotak.com

Para penari tari dinggu kompak dalam menumbuk lesung, dengan varian permainan alu dan lesungnya yang digerakan secara epik. Penari mengenakan pakaian petani atau busana khas Sulawesi Tenggara dengan aksesoris ditubuhnya serta peralatan petani. Seperti alu (bahasa Tolaki = o alu), lesung (bahasa Tolaki = o nahu) dan tampi/tampah/tempayan (bahasa Tolaki = o duku).

Tari modinggu tervisualisasi dalam gerakannya yang ekspresif dan atraktif, penuh makna dan nilai simbolik, dengan variasi ritme dari lambat – sedang – cepat, serta penuh gerakan dan pola lantai. Musik pengiring yang digunakan biasanya kendang (bahasa Tolaki = kanda-kanda) dan gitar kecapi khas Sulawesi Tenggara, yang keduanya dimainkan dengan tempo lambat.

Selain itu ditabuh pula suling bambu (bahasa Tolaki = o suli), serta ndengu-ndengu (3 gong kecil; di mana 2 gongnya sama besar, gong diletakkan horizontal di setiap bingkai kayu).

Para penari perempuan akan memakai kebaya dipadukan dengan kain sarung khas Sulawesi Tenggara. Pakaian atasan berupa baju lengan pendek dan panjang sepinggang atau yang dikenal “o babu”, dilengkapi bawahan rok panjang bermotif khas Tolaki “pati-pati pinehiku”.

Mereka memakai “kalunggalu” sebagai hiasan kepala, ikat pinggang “sulepe” di luar pakaiannya serta aksesoris tubuh lainnya (seperti gelang “kale-kale”, kalung “eno-eno”, anting “andi-andi”, gelang kaki “o langge”, kalung “sambiala”).

Para penari laki-laki memakai baju dan celana yang panjang, dililit kain sarung di pinggangnya dan kain selampang. Mereka menggunakan caping petani. Jika tidak, mereka menggunakan ikat kepala tinggi “bate” (bermotif batik senada dengan sarungnya) dan tutup kepala “pabele”.

Perform Tari Madinggu – dailymotion.com (Zana Rasmussen)

Tari modinggu biasanya dilakukan oleh 10 – 12 penari, yang diisi 2 orang laki-laki dan sisanya perempuan. Penari laki-laki akan memegang alu, sedangkan yang perempuan ada yang menumbuk padi dan ada pula yang menjadi penampi. Pada intinya, tarian bermula dari membawa padi. Lalu menaruhnya dalam lesung, menumbuk dan membersihkan padi.

Tari modinggu dibuka dengan musik pengiring dari sekelompok penabuh. Kemudian, 2 penari laki-laki akan keluar dengan memikul lesung dan 2 buah alu untuk menari. Uniknya, ada jarak sekitar 2 meter antara pembawa alu dan lesung.

Penari pembawa lesung bergeser. Penari perempuan yang bertugas menjadi penampi dan penumbuk padi akan keluar, membentuk barisan sejajar 3 orang per baris. Penari perempuan itu akan berjalan, bisa melewati atau mengitari lesung dan si pembawanya.

Penampi (membawa tampi/tampah) yang bergerak sejajar dengan lesung, mengangkat nyiru, lalu mengayunkannya, seolah memasukkan padi ke dalam lesung. Penampi lalu bergerak ke depan lesung, berbaris dan duduk di lantai secara sejajar 3 orang vertikal.

Baca Juga ya :

Tari Dinggu Modern – @reza_lumasono_lowa

Gerakan penari laki-laki lebih lincah dan cepat. Berbeda dengan gerakan penari perempuan yang lebih banyak pelan gemulai. Kecuali saat menumbuk padi dan menari lulo, yang keduanya dilakukan bersama penari laki-laki. Saat melakukan “lulo”, instrumen gitar kecapi akan diganti dengan gong, sehingga musik pengiring lebih bertempo cepat.

Seni Pertunjukan Seni Tari

Untuk menari, sudah pasti kita memakai pakaian atau kostum atau atribut yang sesuai dengan tarian tersebut. Lalu, kostum apa yang digunakan dalam Tari Dinggu?

Untuk kostum yang digunakan untuk menari Tari Dinggu biasanya menggunakan busana layaknya para Petani zaman dahulu. Para penari wanita biasanya menggunakan baju kebaya dan kain sarung khas Sulawesi Tenggara. Untuk aksesoris, penari wanita biasanya juga dilengkapi dengan aksesoris seperti hiasan rambut dan kalung khas. Selain itu penari wanita sebagian membawa tampah, dan sebagian lagi membawa satu alu kecil yang digunakan untuk menari.

Sedangkan untuk penari pria biasanya menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Selain itu penari pria juga dilengkapi dengan kain sarung yang dikenakan di pinggang dan kain selampang. Sedangkan sebagai penutup kepala biasanya menggunakan caping atau topi Petani. Penari juga membawa dua alu berukuran pendek yang digunakan untuk menari.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tari Dinggu merupakan tarian tradisional yang menggambarkan mengenai suasana dan aktivitas masyarakat ketika musim panen yang berasal dari Sulawesi Tenggara.

Selain itu tarian ini juga menggambarkan semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat dalam melakukan sesuatu, salah satunya saat musim panen yang mereka lakukan secara bersama-sama.

Hal ini menunjukkan bahwa semangat kebersamaan dan gotong-royong merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan masyarkat Tolaki di Sulawesi Tenggara.

Tari Dinggu adalah salah satu tari tradisional Suku Tolaki yang kemudian dikemas dalam kreasi baru khususnya di daerah Kerajaan Mekongga (berada di Kabupaten Kolaka).

Tarian itu menceritakan tentang suku cita petani ketika menyambut dan melaksanakan panen padi di sawah.

Tari Dinggu adalah suatu tari yang energik dan ceria menggambarkan betapa semangatnya petani memanen padi berkat keberadaan Dewi Padi atau Dewi Sri (Sanggole Mbae).

Di mana memberikan keberkahan atau usaha yang dilakukan serta dipercaya menjaga kesuburan padi.

Melalui tarian tradisional tersebut para petani juga memberikan rasa syukur atas limpahan panen yang diterima.

Lewat tari Dinggu juga, masyarakat bisa melihat secara tidak langsung visual kehidupan petani pada suku Tolaki pada zaman dahulu. [1] [2]

Baca: Tari Gantar

Berdasarkan sejarahnya, tarian ini berawal dari kebiasaan masyarakat Tolaki saat panen raya, terutama masa panen padi.

Mereka melakukan aktivitas panen tersebut secara bergotong-royong atau bersama-sama, mulai dari memetik padi, mengangkat padi, dan lain-lain.

Setelah padi terkumpul semua maka diadakan Modinggu, yaitu semacam menumbuk padi secara masal yang dilakukan oleh para muda-mudi.

Setelah acara Modinggu selesai kemudian diakhiri dengan Lulo bersama sebagai hiburan serta melepas lelah.

Selain itu Lulo juga dilakukan untuk mempererat kebersamaan mereka.

Tradisi ini terus berlajut di kalangan masyarakat Tolaki, hingga akhirnya menjadi suatu tarian yang disebut dengan Tari Dinggu ini. [2]

Baca: Tari Bosara

Gerakan penari pria dan penari wanita dalam Tari Dinggu ini pada dasarnya berbeda.

Pada gerakan penari pria biasanya didominasi dengan gerakan memainkan alu dan gerakan yang dilakukan lebih lincah.

Sedangkan pada gerakan penari wanita biasanya didominasi dengan gerakan yang pelan kecuali pada gerakan menumbuk padi dan melakukan Lulo.

Karena dilakukan secara bersamaan antara penari pria dan wanita sehingga penari wanita harus mengimbangi gerakan penari pria. [2]

Baca: Tari Jaipong

Untuk kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya menggunakan busana layaknya para Petani zaman dahulu.

Para penari wanita biasanya menggunakan baju kebaya dan kain sarung khas Sulawesi Tenggara.

Untuk aksesoris, penari wanita biasanya juga dilengkapi dengan aksesoris seperti hiasan rambut dan kalung khas.

Selain itu penari wanita sebagian membawa tampah, dan sebagian lagi membawa satu alu kecil yang digunakan untuk menari.

Sedangkan untuk penari pria biasanya menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang.

Selain itu penari pria juga dilengkapi dengan kain sarung yang dikenakan di pinggang dan kain selampang.

Sedangkan sebagai penutup kepala biasanya menggunakan caping atau topi Petani.

Penari juga membawa dua alu berukuran pendek yang digunakan untuk menari. [2]

Baca: Tari Yapong

Baca: Tari Piring

Dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya diiringi oleh iringan musik tradisional seperti kendang dan gitar kecapi khas Sulawesi Tenggara.

Irama yang dimainkan dalam mengiringi Tari Dinggu ini biasanya bertempo lambat.

Namun saat memasuki gerakan Lulo maka irama yang dimainkan bertempo cepat dan musik gitar kecapi diganti dengan gong. [2]

Baca: Tari Bidu

Baca: Tari Monong

Tari Dinggu merupakan tarian yang dibawakan oleh para penari pria maupun wanita.

Jumlah penari Tari Dinggu ini biasanya terdiri dari 10 orang atau lebih penari pria dan wanita.

Namun untuk jumlah penari ini biasanya disesuaikan dengan kelompok masing-masing.

Dalam pertunjukannya, penari menggunakan kostum layaknya para Petani dan menari dengan membawa sejenis alu, tampah, dan semacam lesung yang digunakan sebagai properti menarinya.

Dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya terdapat beberapa babak yang menggambarkan aktivitas para Petani saat panen.

Pada babak pertama biasanya diawali dengan babak yang menggambarkan para Petani membawa padi.

Lalu dilanjutkan dengan menaruh padi yang akan ditumbuk.

Kemudian dilanjutkan dengan babak tumbuk padi.

Sementara yang terakhir biasanya diakhiri dengan gerakan Lulo. [2]

Baca: Tari Pendet

(TribunnewsWiki.com/Rakli)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA