Tata cara Bersalaman dengan orang tua atau guru yang sesuai dengan adab adalah

Jakarta, NU Online
Bersalaman dan mencium tangan para kiai dan orang tua adalah hal yang sering kita jumpai. Mencium tangan mereka bukan berarti mengkultuskannya. Akan tetapi, lebih karena menghormati kealiman, kezuhudan, dan ke-wara’-annya. 


Namun, dalam praktiknya masih banyak masyarakat yang tidak benar dalam bersalaman dan mencium tangan. Sebagian mereka, bersalaman dengan tidak mencium tangan namun menempelkan pipi ke tangan.


Terkadang juga ada yang malah mencium tangannya sendiri saat bersalaman dengan orang tua. Kebiasan yang tidak tepat ini juga dianggap hal yang biasa saja, sehingga anak-anak pun dididik dengan cara bersalaman dengan menempelkan pipi. Bukan mencium dengan hidung.


Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf dalam sebuah video mempraktikkan bagaimana cara bersalaman dengan baik dan benar. Ia mempraktikkannya bersama cucu tercinta, Muhammad Hadi Assegaf.


"Sekarang banyak orang yang salaman keliru. Masa salaman pakai pipi. Itu bukan mencium. Tapi menempelkan tangan ke pipi. Kalau mencium ya pakai hidung," jelas Habib Syech seraya mempraktikkannya.


Dalam video tersebut, Habib Muhammad Hadi mempraktikkan salaman dengan memegang erat tangan Habib Syech kemudian menundukkan kepala dan mencium tangan kakeknya penuh takdzim. "Barakallahu fik," ucap Habib Syech seusai bersalaman, Rabu (8/7).


Bersalaman dengan mencium tangan juga pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi. Ibnu Umar RA, misalnya, dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud pernah ikut dalam salah satu pasukan infanteri Rasulullah SAW.


Lalu, Ibnu Umar menuturkan sebuah kisah dan berkata: “Kemudian kami mendekati Nabi SAW dan mengecup tangannya”.


Para ulama dari empat madzhab sendiri tidak ada yang menghukumi bersalaman dengan mencium tangan hukumnya haram. Ulama mazhab Syafi’i menghukuminya sunnah. Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali menghukuminya mubah.


Sementara ulama mazhab Maliki menghukuminya makruh jika tujuannya untuk kesombongan. Namun, jika tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan didasari agama, ilmu, atau kemuliaan pemilik tangan, maka hukumnya mubah. 


Mencium tangan lebih tepat diartikan sebagai penghormatan kepada orang yang dicium atas dasar ilmu dan kemuliaan yang Allah SWT titipkan kepadanya. Karena itu, para sahabat dahulu terbiasa mencium tangan Rasulullah SAW.

Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Musthofa Asrori

Tata cara Bersalaman dengan orang tua atau guru yang sesuai dengan adab adalah

Mushofahah dengan Orang Tua dan Para Ulama’ (Sungkem)

“Mushofahah” (berjabat tangan menurut Islam), kenapa harus dibahas? Mungkin menurut sebagian tidak penting, namun menurut kami sangat penting karena sekarang banyak santri melupakan guru, anak tidak menghormati orang tua, laki-perempuan tidak hanya sekedar salaman tapi cipika-cipiku (ini adalah awal

merasuknya syahwat yang bisa menimbulkan perzinahan bahkan perselingkuhan (dalam jangka panjang)).

Mushofahah menurut para pakar bahasa seperti Ibn Mandzur, Fairuz Abadi, al-Razi, al-Fayumi dan lain-lain mengatakan bahwa “Mushofahah” berarti menempelkan telapak tangan dengan telapak tangan secara berhadapan wajah dengan wajah. (Lihat Lisanul Arab, Jilid: 2/512, Qomus al-Muhith, Jilid: 1/292). Dan hal ini dikuatkan oleh Imam Bukhari dalam shohihnya, Jilid: 5/2311, juga Fathul Bari, Fatawa Fiqhiyyah al-Kubro.

Pelopor pertama dalam masalah ini, adalah penduduk Yaman yang kemudian diestafetkan sampai sekarang.

Bermushofahah dengan mencium tangan bahkan kaki (Orang tua atau Guru),

عَنْ أُمِّ أَبَانَ بِنْتِ الْوَازِعِ بْنِ الزَّارِعِ، عَنْ جَدِّهَا الزَّارِعِ، وَكَانَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ : لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ، جَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا ، فَنُقَبِّلُ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَيْهِ

Dari Ummu Aban binti Wazi’ bin al-Zari’, dari kakeknya, al-Zari’ dan beliau pernah menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi shallAllaahu ‘alaihi wasallam. (H.R Abu Daud dan Tirmidzi para ulama’ hadits mengatakan haditsnya hasan, Imam Tirmidzi mengatakan hasan shohih, lihat Mu’jam al-Kabir, Jilid: 5/275 dan at-Taj al-Jami’ Li Ushul Fi Ahadits Rasul, Jilid: 5/259, dengan jalur sanad yang shohih).

Dalam hadits yang lain dari Usamah, Jabir, Sufyan Ibn Assal, Hud Ibn Abdullah bahwa para sahabat juga mencium tangan Nabi ShallAllahu ‘alaihi wasallam. Dan Ibn Hajar mengatakan dalam kitabnya Fathul Bari, Jilid: 11/57 semua hadits tersebut sanadnya kuat dan sangat kredible.

Apakah terbatas hanya kepada Rasul? Jawabannya tidak!

– Hadits dari Ammar Ibn Abi Ammar dalam Siyar A’lamin Nubala’, Jilid: 4/437, juga Fathul Bari, Jilid: 11/57, beliau mengatakan bahwa Zaid Ibn Tsabit pernah mencium tangan Ibn Abbas.

– Dari Ibn Jid’an mendengar bahwa Anas Ibn Malik pernah dicium tangannya oleh Tsabit al-Bannany. (Lihat: Fathul Bari, Jilid: 11/57).

– Dari Dzikwan beliau dari Shuhaib Khadim Abbas paman Rasul, bahwa ‘Ali pernah mencium tangan atau kaki Abbas. (Lihat: Fathul Bari, Jilid: 11/57).

Apalagi berlaku seperti ini kepada orang tua, Rasulullah bersabda dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa aku tidak pernah melihat seorangpun dari ciptaan Allah yang lebih indah dari kejadian atau perbuatan yang Rasulullah lakukan kepada Fathimah,

وكانت إذا دخلت عليه رحب بها ،وقام إليها فأخذ بيدها وقبلها وأجلسها في مجلسه، وكان إذا دخل عليها قامت إليه فرحبت به وقبلته

Ketika Fatimah datang kepada Nabi, maka beliau menyambutnya dengan berdiri kemudian mengambil tangannya dan mencium tangannya kemudian diminta duduk ditempat duduknya. Begitupun ketika Rasulullah datang kepada Fatimah, beliau berdiri untuk menyambut Nabi dan mempersilahkannya serta mencium tangannya. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi Para Ulama’ Hadits mengatakan Shohih, termasuk Syekh Al-Bany (Yang dianggap tidak sepakat dengan salaman padahal beliau menshahihkan haditsnya) Lihat: Sunan Abu Daud, Jilid: 4/355 dan Sunan at-Tirmidzi, Jilid: 5/700).

Bahkan para ulama lintas Madzhab membolehkan tidak hanya mencium tangan, kaki tapi boleh juga mencium kening, kedua mata, kepala dan lain sebagainya, bahkan Syekh Abdullah Ibn Baz membolehkan hal ini dalam kitabnya Majmu’atul Fatawa (yang dianggap keras dalam masalah ini).
Maka Imam Nawawi mengutarakan dalam kitabnya Raudhotuth-Thalibin, Jilid: 10/236,

وَأَمَّا تَقْبِيلُ الْيَدِ، فَإِنْ كَانَ لِزُهْدِ صَاحِبِ الْيَدِ وَصَلَاحِهِ، أَوْ عِلْمِهِ أَوْ شَرَفِهِ وَصِيَانَتِهِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ ، فَمُسْتَحَبٌّ، وَإِنْ كَانَ لِدُنْيَاهُ وَثَرْوَتِهِ وَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ، فَمَكْرُوهٌ شَدِيدُ الْكَرَاهَةِ

Adapun mencium tangan, jika karena kezuhudan dan kesalehan seseorang, atau karena ilmunya, atau mulianya, atau karena dia menjaga perkara keagamaan (mejaga dari yang subhat apalagi haram), maka hukumnya disunnahkan. Dan apabila mencium tangan karena dunianya, kekayaannya dan kepangkatannya atau yang lain sebagainya, maka hukumnya sangat dimakruhkan.

Maka mencium tangan bahkan kaki orang tua atau guru adalah boleh bahkan sunnah artinya sungkem bagian dari syariat agama karena kemuliaan mereka di dunia dan ini berdasarkan hadits-hadits kuat, bagaimana orang tua merawat dan membesarkan kita. Sementara guru mendidik juga mendo’akan kita sehingga kita menjadi mulia. Sebagaimana diutarakan dalam kitab “Adabul Murid Lil Murod”.

Maka jangan ragu untuk berbakti kepada Orang tua dan Guru. Apapun kita hari ini semua karena ketulusan do’a-do’a mereka yang mampu membuka hijab langit. Maka boleh jadi kerusakan dibumi karena krisis moral kepada Guru, Kyai dan Orang Tua, sehingga sengaja ini dimunculkan untuk merusak hubangan antar manusia terutama Orang Tua dan Guru Kita.

Maka mari kita mendo’akan para orang tua, para ulama’ dan guru-guru kita semoga panjang umur, berkah dunia akhirat, dan husnul khatimah dan kita dikumpulkan di Surga bersama mereka Aamien Allahumma Aamien. Al-Faqir Ila Allah, ZA.

Cium tangan bagi sebagian besar kaum muslimin sudah menjadi suatu budaya.  Tradisi cium tangan ini dijadikan sebagai wujud dari rasa kasih sayang dan penghormatan. Lalu bagaimana Islam memandang hal ini? berikut hadits yang berkaitan dengan cium tangan.

عن جابر أن عمر قام إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبل يده

“Dari Jabir Radhiallahu anhu, bahwa Umar bergegas menuju Rasulullah lalu mencium tangannya” (HR. Ahmad dan Ibnul Muqri dalam Taqbilu Al-Yad, Ibnu Hajar mengatakan, sanadnya Jayyid [1/18]).

عن صفوان بن عسال أن يهوديا قال لصاحبه: اذهب بنا إلى هذا النبي صلى الله عليه وسلم .قال: فقبلا يديه ورجليه وقالا: نشهد أنك نبي الله صلى الله عليه وسلم

“Dari Sofwan bin Assal, bahwa ada dua orang yahudi bertanya kepada Rasulullah  (tentang tujuh ayat yang pernah diturunkan kepada Musa Alaihi Salam), setelah dijawab mereka menicum tangan dan kaki Rasulullah lalu  mereka berkata, kami bersaksi bahwa engkau adalah nabi” (HR. Tirmdizi, beliau berkata, Hasan Shahih, Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan di dalam At-Talkhis sanadnya kuat 240/5).

عن أسامة بن شريك قال: قمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده

“Dari Usamah bin Syarik, kami bertemu Rasulullah lalu kami mencium tangannya” (HR. Ibnul Muqri dalam Taqbilul Yad, berkata Ibnu Hajar dalam Al-Fath sanad nya kuat).

Cium Tangan Bukan Kekhususan Rasulullah

Dari Ammar bin abi Ammar, pernah Zaid bin Tsabit mengatakan kepada Ibnu Abbas, “berikanlah tanganmu.” Maka diberikanlah tangan ibnu Abbas lalu zaid menciumnya” (HR. Ibnu Saad dan Al-Hafidz ibnu hajar mengatakan sanadnya Jayyid).

Boleh Mencium Tangan Ahlul Fadli (Guru, Orang Tua, dan Semisal Sebagai Wujud Kasih Sayang dan Penghormatan

Dari Aisyah bahwa ia berkata, “Tidaklah aku pernah melihat seseorang yang lebih mirip cara bicaranya dengan Rasulullah melainkan fatimah, jika fatimah datang ke rumah Rasulullah, beliau menyambutnya mencium tangannya, dan jika hendak pulang fatimah mencium tangan Rasulullah” (HR. Abu Dawud 5217, di shahihkan pula oleh Al-Albani dalam Misyaktul Masabih).

Dari ‘Abdurahman bin Razin beliau berkata, “kami pernah menjumpai Salamah bin Akwa’ lalu kami bersalaman dengannya. Kemudian aku bertanya, “kamu pernah membaiat Rasulullah dengan tanganmu ini?” Maka kami cium tangannya (HR. Bukhari di dalam Adabul Mufrad (1/338) dan Tabrani dalam Al-Ausat (1/205) dihasankan oleh syeikh Al-Albani dalam Shahih Adabul Mufrad, dan berkata haistamy, Rijaluhu tsiqot)

Dari Musa bin Dawud bahwa dahulu aku pernah bersama dengan Sufyan bin ‘Uyainah kemudian datang Husain Al-Ju’fi lalu diciumlah tangan Husain oleh Sufyan (Taqbilul yad 1/77).

Pendapat Ulama Mengenai Masalah Cium Tangan

  1. Di dalam kitabul wara karya Imam Ahmad diriwayatkan bahwa Sufyan At Stauri mengatakan, “Tidak mengapa mencium tangan seorang imam, namun jika untuk kedunian maka tidak boleh.”
  2. Berkata Al-Tahtawi dalam Hasyiah Maraqil Falah, “maka diketahui dari dalil-dalil yang kami bawakan bahwa bolehnya mencium tangan, kaki, kasyh, kepala, jidat, bibir, dan di antara kedua mata, AKAN TETAPI harus dalam rangka kasih sayang, dan penghormatan ,bukan syahwat, karena syahwat hanya diperbolehkan untuk pasangan suami istri.”
  3. Berkata Al-Imam An-Nawawi dalam Raudhatu Thalibin, “Adapun menicum tangan karena keshalihannya, keilmuan, kemulian, atau jasanya atau sebab-sebab lain yang berkaitan dengan keagamaan maka mandub (disukai), namun jika untuk dunia, untuk jabatan, dan lain sebagainya maka sangat dibenci. Berkata Al Mutawali, hukumnya haram.“
  4. Berkata Abu Bakr Al-Marwazi dalam kitab Al-Wara’, “Saya pernah bertanya kepada Abu Abdillah (IMAM AHMAD) tentang mencium tangan, beliau mengatakan tidak mengapa jika alasannya karena agama, namun jika karena kedunian maka tidak boleh, kecuali dalam keadaan jika tidak menicum tangannya akan di tebas dengan pedang.
  5. Berkata Syaikh Ibnu ‘Ustaimin dalam Fatawa Al-Bab Al-Maftuh, “Mencium tangan sebagai bentuk penghormatan kepada orang-orang yang berhak dihormati seperti ayah, para orang-orang tua, guru tidaklah mengapa.”

Dari riwayat-riwayat di atas jelas kepada kita akan bolehnya mencium tangan.

Syarat dan Batas Bolehnya Mencium Tangan

Namun para Imam ada yang memberikan syarat-syarat agar mencium tangan tetap dalam koridor yang dibolehkan, syeikh Al-AlBani rahiamhullah menuliskan di dalam Silisalah Ahadistu Shahihah beberapa syarat dalam mencium tangan kepada seorang alim,

  1. Tidak dijadikan kebiasaan, yakni tidak menjadikan si alim tersebut terbiasa menjulurkan tangannya kepada para murid dan tidaklah murid untuk mencari berkahnya, ini karena Nabi jarang tangannya dicium oleh para sahabat, maka ini tidak bisa dijadikan sebuah perbuatan yang dilakukan terus menerus sebagaimana yang kita ketahui dalam Qawaidul Fiqhiyah
  2. Tidak menjadikan seorang alim sombong, dan melihat dirinya hebat.
  3. Tidak menjadikan sunnah yang lain ditinggalkan, seperti hanya bersalaman, karena hanya bersalaman tanpa cium tangan merupakan perintah Rasul.

Semoga bermanfaat

Penulis: Muhammad Halid Syar’i
Artikel: Muslim.or.id

🔍 Macam Macam Syirik, Doa Menghilangkan Najis, Gambar Tangan Memohon, Urutan Mandi Junub, Sahih Bukhari