Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden merupakan lobi kuat dari

Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden merupakan lobi kuat dari

Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden merupakan lobi kuat dari
Lihat Foto

KOMPAS / TOTOK WIJAYANTO

[ARSIP FOTO] Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) versi Musyawarah Luar Biasa Parung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan tausyiah di hadapan peserta Dialog Kebangsaan Pemberantasan Korupsi di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Minggu (15/6/2008).

KOMPAS.com - Pemerintahan K. H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi harapan setelah digantinya Habibie yang dimulai pada tahun 1999 hingga 2001.

Pemerintahannya dianggap cukup kontroversial namun membawa nilai persatuan di dalam kemajemukan suku dan agama. Lantas, apa kebijakan yang dilakukan oleh Gus Dur di Indonesia?

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern (2005) karya MC Ricklefs, pemerintahan Gus Dur mengalami banyak kemajuan yang berarti di Indonesia, di antaranya adalah Gus Dur mendukung pluralisme dan toleransi.

Baca juga: Masa Reformasi di bawah Pemerintahan BJ Habibie

Hal tersebut dilihat dari:

  • Umat Tionghoa konfusius yang boleh merayakan Tahun Baru Imlek
  • Memberikan nama Irian Jaya menjadi Papua
  • Membatalkan ketetapan MPRS pada tahun 1966 yang menyatakan tentang pelarangan marxisme dan komunisme.

Pemerintahan Gus Dur sama seperti pemerintahan Habibie yang diliputi dengan berbagai kerusuhan seperti kondisi sosial yang bergejolak, gerakan separatis, kerusuhan antar-etnis, dan agama.

Solusi yang ditawarkan pada masa pemerintahan Gus Dur adalah dengan melakukan dialog, namun masih banyak yang melakukan konflik bersenjata, salah satunya karena tidak melibatkan kemerdekaan Aceh.

Kebijakan Abdulrahman Wahid yang tidak kalah berpengaruh juga dapat dilihat dari dipisahkannya dari militer dan ABRI tidak lagi menjadi entitas tunggal.

Pada masa pemerintahannya ia secara kontoroversial memberhentikan Wiranto pada Februari 2000 karena harus bertanggungjawab atas kerusuhan pasca referendum Timor-Timur.

Baca juga: Maklumat Pemerintah 3 November 1945, Lahirnya Partai Politik

Gus Dur di laman google.

jpnn.com - BABAKAN penting dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia. Satu di antaranya, hari ketika Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terpilih manggung jadi presiden. Tulisan ini merayakan Haul Gus Dur (1940-30 Desember 2009).    

WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK

 Gedung DPR/MPR, 10 Oktober 1999. Selarut-larutnya malam. Sekelompok kecil orang mengenakan seragam militer melakukan latihan yang rumit; pelantikan Presiden Indonesia. Mula-mula mereka berlatih kalau-kalau Megawati Soekarnoputri yang terpilih.  Yang akan bertindak sebagai ajudannya, berdiri di kedua sisi orang yang malam itu berperan sebagai Megawati. Mereka berjalan menyusuri lorong tengah auditorium. Dan lalu mengambil posisi di podium, sebagaimana yang terjadi dalam acara pengambilan sumpah.  

Sejurus kemudian, kelompok kecil itu berlatih seandainya Habibie yang terpilih.

Dan, entah karena malam yang sudah terlalu larut, atau...entahlah, mereka lalu bergegas hendak pulang.   

BACA JUGA: Pesan Gunung Krakatau, Waspadalah Pantai Barat Sumatera!

Seseorang yang tadinya berperan sebagai ajudan presiden bertanya, “bagaimana kalau Gus Dur yang terpilih?”

Ia hanya mendengar gelak tawa singkat ketika kelompok itu meninggalkan ruangan.  

“Episode ini diceritakan kepada saya oleh seorang ajudan yang terlibat dalam latihan tersebut, pada Desember 1999,” tulis Greg Barton, dalam Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid. Buku ini telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Biografi Gus Dur.

 Di tempat yang sama. Rabu, 12 Oktober 1999. Pagi-pagi sekali Habibie mengundurkan diri dari pencalonan. Golkar kehilangan jagoannya.  Gelanggang kini milik Megawati dan Gus Dur.  Kebanyakan orang menganggap Megawati akan meraih kemenangan. Karena bagaimana pun, pada Pemilu bulan Juni PDI Perjuangan memenangkan lebih dari sepertiga suara. Sedangkan partainya Gus Dur, PKB hanya memperoleh 13 persen suara. Ruangan dipenuhi hampir 700 anggota MPR. Balkon belakang sesak. Didominasi para jurnalis.  Di kedua sisi balkon bagian muka, puluhan awak televisi dari berbagai negara berada dalam enggel terbaiknya.  Di luar, rakyat menyaksikan siaran langsung. Menanti-nanti siapa presiden Indonesia berikutnya.  Drama penghitungan suara dimulai. Awalnya Megawati memimpin. Berikutnya, secara mengejutkan skor berkejar-kejaran. Dan seri di angka 250-an.  Setelah itu permainan berbalik. Gus Dur mulai memimpin. Suara yang diraihnya terus meningkat.  Di penghujung laga, Gus Dur unggul 60 suara dari Megawati. 

Megawati berjalan menghambiri Gus Dur. Tenang dan terlihat anggun. Tangannya menggambit pundak Gus Dur.

BACA JUGA: Penting! Krakatoa Meletus, Saksi Mata Mencatat…

Sinta Nuriyah, istri Gus Dur dan Yenny Wahid berdiri di samping Megawati.  

Tak ada yang terlihat berlebihan. Semua nampak tenang-tenang saja.

Meminang Rizal Ramli

BACA JUGA: Penting! Krakatoa Meletus, Saksi Mata Mencatat…

Sebagaimana tuah alam. Politik pun mendekatkan orang-orang yang sefrekuensi. Gus Dur, pribadi yang kontroversial dan nyentrik. Persis seperti orang yang dipinangnya; Rizal Ramli.    

Baru saja dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid memanggil Rizal Ramli ke kantornya. Gus Dur meminta Rizal menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggantikan S.B. Joedono. “Terima kasih atas kepercayaan Gus Dur kepada saya. Tapi, umur saya belum 60 tahun. Saya tidak cocok menjadi Ketua BPK,” jawab Rizal yang ketika itu berusia 47 tahun. 

Keduanya terkekeh. Gus Dur paham betul gurauan Rizal.

Episode yang ini, beberapa kali dikisahkan langsung oleh mantan Menko Maritim itu kepada JPNN, tempo hari. Dua pekan kemudian. Rizal kembali dipanggil ke Istana Negara, Jakarta. Kali ini Gus Dur menawarkannya menjadi Duta Besar RI di Amerika Serikat yang saat itu dijabat Doradjatun Kuntjoro Jakti. Jawaban Rizal lagi-lagi mengundang derai tawa Gus Dur.  “Saya merasa terhormat dicalonkan menjadi Dubes RI di Amerika. Terima kasih, Gus,” sahut Rizal. “Tapi, saya kan bukan anak nakal. Saya tidak mau dibuang ke luar negeri.” Begitu dipanggil untuk ketiga kalinya, Gus Dur menekankan, “sekarang kamu tidak boleh menolak permintaan saya.” Rizal diminta membenahi Badan Urusan Logistik (Bulog). “Kamu harus bersedia menjadi Kabulog,” demikian titah Gus Dur yang hari itu tampak serius. “Baiklah, Gus,” jawab Rizal tak kalah serius, setelah bermenung beberapa saat. “Saya terima tugas itu. Tapi, ada syaratnya…” Ini lantas membuat Gus Dur terbahak-bahak. “Kamu ini gimana sih, yang ingin menjadi Kabulog itu antre, karena Bulog banyak duitnya. Apa syaratmu?” “Saya mau menjadi Kabulog, tapi kalau bisa hanya untuk enam bulan saja. Kalau lebih dari enam bulan, saya akan mengundurkan diri.” 3 April 2000. Rizal Ramli dilantik menjadi Kabulog menggantikan Jusuf Kalla.  Inilah kali pertama Rizal Ramli masuk dalam pemerintahan Republik Indonesia.  Rizal langsung bekerja. Dia memeriksa keadaan. Lima pejabat eselon satu (deputi), 54 pejabat eselon dua (kepala biro dan kepala Dolog) direstrukturisasi. Dari 26 kepala Dolog yang memimpin daerah operasi Bulog di seluruh Indonesia, 24 di antaranya dipensiunkan atau dimutasi. Sekitar 80 karyawan kena pensiun dini.  “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang akan dipensiun dini, akan mendapat tambahan pesangon dari yang semestinya diperoleh. Biaya pengobatan dikasih ekstra, plus biaya untuk pulang kampung,” Rizal mengumumkan. “Yang tidak setuju, boleh melawan saya. “Tapi, saya tidak segan-segan akan membawa kasus yang terkait dengan penyelewengan dan penyimpangan yang berlangsung selama ini ke pengadilan,” sambungnya. Pejabat yang berasal dari kalangan sipil umumnya setuju. Tapi, beberapa orang yang dari militer… “Kami tidak bisa menerima kebijakan yang bapak tetapkan. Kami ini biasa bertempur. Kami siap berkelahi!” Dengan santainya, Rizal yang pernah lima tahun lebih menjadi penasehat ekonomi Fraksi ABRI di DPR, langsung menelepon Panglima TNI Laksamana Widodo AS.  Begitu tersambung, dipijitnya tombol loudspeaker. Sehingga percakapan mereka didengar oleh para perwira TNI yang sedang murka itu.  “Mas Widodo, ini ada anggota TNI yang akan saya pensiunkan dini di Bulog. Tapi mereka menolak, malahan ngajak berantem.” “Siapa namanya? Catat nomor pokok TNI-nya…” sahut Widodo di ujung telepon.  Seketika itu Rizal Ramli mendekap telepon. Kemudian bertanya kepada oknum yang tadi menyala-nyala sorot matanya. “Maaf, berapa nomor pokok TNI bapak?”  Para perwira itu pun menggoyang-goyangkan tangan, tak ingin identitasnya diketahui.  Langkah selanjutnya, jumlah rekening Bulog yang semula 117 dipangkas jadi 9 rekening saja. 

Dana off budget yang jumlahnya triliunan rupiah menjadi on budget, sehingga tak bisa dipergunakan seenaknya.

 

Alhasil, ketika meninggalkan Bulog, lembaga itu surplus Rp 5 triliun. Rizal Ramli lalu diangkat Gus Dur jadi Menko Perekonomian. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alkisah Leluhur Anak Krakatau ketika Membelah Jawa-Sumatera


Redaktur & Reporter : Wenri