Tujuan penerapan paham Islam wasathiyah di Indonesia adalah

Bangsa Indonesia masih tetap utuh walaupun masyarakatnya sangat majemuk.

Republika/Putra M. Akbar

Ketua MUI Kota Depok KH. A DImyathi bersama Ketua MUI Pusat KH. Maruf Amin dan Wali Kota Depok Muhammad Idris (dari kiri) memaparkan penjelasan pada acara Pengajian Ulama Umaro di Kantor MUI Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (23/2).

Rep: Muhyiddin Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Depok menggelar pengajian ulama dan umara di Aula Gedung MUI Depok, Jumat (23/2) sore. Dalam pengajian ini, Ketua Umum MUI Pusat, Prof KH Ma'ruf Amin menyampaikan tausyiah tentang Islam Wasathiyah atau Islam moderat.

Dalam tausyiahnya, Kiai Ma'ruf menyampaikan, pemahaman Islam wasathiyah sangat penting untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Karena, menurut dia, salah satu ciri dari Islam Wasathiyah itu sendiri adalah toleransi. "Cirinya Islam wasathiyah itu toleran, bahwa perbedaan di kalangan umat Islam itu niscaya," ujar Kiai Ma'ruf saat memberikan tausyiah.

Dia mengatakan, saat ini semua pengurus MUI juga diharuskan mempunyai cara pandang Islam wasathiyah. Karena, menurut dia, Islam wasathiyah itu sejatinya juga sama dengan paham ahlussunnah wal jamaah. "Cara berpikir ahlussunnah wal jamaah itu ya wasathiyah, moderat. Moderat itu tidak tektual dan kontektual," ucapnya.

Karena itu, menurut dia, jika pun ada perbedaan pandangan dalam sesuatu yang masih dipersilakan oleh para ulama, tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi, sampai harus berpecah belah.Dia pun bersyukur sampai saat bangsa Indonesia masih tetap utuh walaupun masyarakatnya sangat majemuk. Hal ini karena bangsa Indonesia juga dibangun belandaskan pancasila yang tidak bertentangan dengan agama Islam. Selain itu, keutuhan bangsa ini tetap terjaga juga karena Indonesia dibangun atas dasar kesepakatan bersama."Alhamdulillah kita sebagai bangsa, sampai hari ini masih utuh. Walaupun kita itu sebenarnya sangat majemuk," katanya.

Di tempat yang sama, Ketua Umum MUI Depok, KH A Dimyathi juga menyampaikan hal senada. Menurut dia, Islam wasathiyah sangat penting untuk menjaga keutuhan bangsa, apalagi tahun-tahun mendatang akan ada Pilkada serentak dan Pemilu.

"Jadi karena kita menghadapi tahun ini berkaitan dengan pemilihan kepala daerah, kita ingin supaya diusungnya Islam Wasathiyah ini supaya jadi rahmatal lil alamin, jangan sampai ada gejolak di masayarakat," ucapnya.

Dia berharap, meskipun terdapat perbedaan, pengurus MUI Depok dan masyarakat Depok pada umumnya ke depannya bisa terus menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah (kebangsaan), dan ukhuwah insaniyah (kemanusiaan). Namun, untuk menjaga keutuhan bangsa ini para ulama dan umara harus tetap bersinergi.

"Kita berharap negara kita Indonesia khususnya di Kota Depok betul-betul dalam keadaan kondusif dan tidak ada gejolak gejolak yang merugikan kita semua. Itu tujuan intinya," kata Dimyathi.Sementara Wali Kota Depok Muhammad Idris berterima kasih kepada Kiai Ma'ruf telah hadir di Kota Depok. Ia berharap, Kiai Ma'ruf dapat menyampaikan pesan-pesan yang baik dalam pengajian ulama dan umara tersebut, sehingga Kota Depok bisa menjadi lebih baik.

Menurut dia, sejauh ini, masyarakat Kota Depok masih mampu hidup rukun dan damai. Jika ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa Kota Depok tidak aman dan intoleran, ia memastikan bahwa informasi tersebut adalah hoax.

Dia menjelaskan, Islam wasathiyah merupakan sebuah konsep dan karakter Islam yang sudah dikenal sejak dulu. Karena itu, menurut dia, membicarakan masalah Islam wasathiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebuah keniscayaan.

"Insya Allah kami pemeirntah Kota Fepok akan mampu dan akan bisa mensupport MUI Kota Depok dalam kegiatan keagamaan," ujarnya.

Dia pun berharap, ada pedoman khusus dari MUI Pusat tentang Islam Wasathiyah ini. Karena, menurut dia, umat Islam perlu diberikan petunjuk secara detail tentang Islam Wasathiyah, mulai dari masalah aqidah hingga terkait masalah yang paling kecil sekalipun.

  • islam wasathiyah
  • persatuan bangsa
  • islam moderat

Tujuan penerapan paham Islam wasathiyah di Indonesia adalah

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Tujuan penerapan paham Islam wasathiyah di Indonesia adalah

Urgenitas Paradigma Moderasi Islam dalam Dakwah

Oleh : Dr. Yusep Solihudien, M.Ag.

(Penyuluh Agama Fungsional /Sekum MUI Purwakarta)

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dibangun dengan pengorbanan yang tulus dan ikhlas para pahlawan kita. Dalam lintasan sejarahnya, NKRI kita telah banyak diganggu oleh berbagai upaya dalam maupun luar negeri agar NKRI ini bubar. Rongrongan demi rongrongan untuk membubarkan NKRI akan terus berlanjut. Ditengah sudah bubarnya berbagai kekuatan negara kesatuan dibelahan negara lain. Menurut Puslitbang Kemenag RI, Ada dua faktor yang bisa menyebabkan terjadi konflik, Pertama faktor non agama,  kesenjangan ekonomi, kepentingan politik dan konflik sosial dan budaya. Kedua, faktor keagamaan, diantaranya, penyiaran agama, bantuan keagamaan luar negeri, perkawinan beda agama, pengangkatan anak, pendidikan agama, perayaan hari besar keagamaan, pemakaman jenazah, penodaan agama, kegiatan kelompok sempalan, transparansi info keagamaan dan pendirian rumah ibadah. Sisi lain, serangan teknologi informasi internet memberikan juga ancaman konflik antara pemeluk internal agama dan konflik antara agama makin terbuka lebar. Aneka konflik ini bisa berujung pada terancamnya NKRI dan disintegrasi bangsa.

Menurut Leopod Von Wiese (1987:89) bahwa konflik adalah suatu proses sosial dimana orang atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan kekerasan. Salah satu sumber konflik yang dapat menggoyahkan NKRI itu antara lain, konflik yang bersumber dalam keagamaan. Motif agama akan menggoyahkan NKRI karena disertai makna “perang suci”. Realitas empiric konflik ditarik kedalam tataran klaim kebenaran dan perang suci atas nama tuhan yang akan menimbulkan konflik horizontal berdarah. Perang klaim kebenaran (truth claim) pemahaman keagamaan yang bersifat eklusif, ektrem dan mutlak menjadi akar konflik antara sesama umat Islam. Perang klaim kebenaran terjadi dalam dua wilayah keislaman, pertama dalam ruang limgkup perbedaan pemahaman yang bersifat variati-fiqhiyyah. Kedua, dalam aspek penyimpangan atau kesesatan pemahaman/ajaran.

Oleh karena itu perlu adanya paradigma pemahaman Islam yang bisa memberikan penguatan ukhuwwah Islamiyyah, wathaniyyah dan insaniyyah, salah satunya pendekatan moderasi Islam. Moderasi Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin yang berarti ke­sedang­an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah­tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip,wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Kata al-wasathiyah (الوسطية) dalam bahasa Arab adalah dari kata al-wasath (الوسط) yang diterjemahkan secara bahasa dengan makna pertengahan. Maka manhaj wasathiyah sering dimaknai sebagai pendapat pertengahan di antara dua atau lebih pendapat yang berbeda. Dan sering juga dianggap sebagai pendapat moderat. . Dalam Mufradât Al-fâzh Al-Qur’ân Raghib Al-Isfahani (Jil. II; entri w-s-th) menyebutkan secara bahasa bahwa kata wasath ini berarti, “Sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding.”. Kata ini terdapat pula dalam QSAl-Baqarah ayat 143. Dalam ayat itu disebutkan wa kadzâlika ja‘alnâkum ummatan washatan… (Dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang “wasath”…). Bahkan kangjeng Nabi pernah mengeluarkan hadis, “ Sebaik-baiknya urusan yang pertengahan “..

Islam Wasathiyah, menurut MUI, ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT  menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki 10 ciri-ciri sebagai berikut; Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama);Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan). I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional; Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya; Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.

Prinsip syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashla.. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah; Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia. Dan Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.

Moderasi Islam merupakan pemahaman Islam moderat, dengan gagasan menentang segala bentuk kekerasan, melawan fanatisme, ekstrimisme, menolak intimidasi, dan terorisme. Moderasi Islam adalah Islam yang toleran, damai, dan santun, tidak menghendaki terjadinya konflik serta tidak memaksakan kehendak. Nurcholish Madjid atau biasa dikenal dengan panggilan Cak Nur, memberikan pemahaman terkait dengan "ummatan washatan", yaitu kelompok masyarakat yang punya karakteristik moderat, dengan sikap-sikap moderasi, sebagai ciri utamanya dalam menghadapi berbagai konflik dan konfrontasi yang disebabkan karena perbedaan. Moderasi Islam juga menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inilah ciri-ciri dari moderasi Islam yang saat ini semakin relevan untuk kita galakkan, tidak hanya dalam akidah, tapi juga dalam hal ibadah dan muamalah. Moderasi Islam adalah metode pemahaman keagamaan yang menekankan sikap washatan (jalan tengah); tidak terlalu ekstrim (melampaui batas). Ia berupaya menempatkan Islam sebagai solusi terhadap masalah-masalah sosial kemanusiaan menurut ruang dan waktunya. Islam harus bisa menjawab tantangan modernitas yang sedemikian kompleks, tetap berpegang kepada tradisi masa lalu dan bisa menerima nilai-nilai baru yang dianggap lebih baik.

Berdasarkan prinsip-prinsip moderasi Islam tersebut, maka ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan oleh para da’i dalam berdakwah antara lain, pertama, materia dakwah tentang urgensi toleransi (tasamuh) harus terus digelorakan, dan urgensi harus saling menguatkan ukhuwah Islamiyyah, ukhuwah wathaniyyah dan ukhuwah insaniyyah demi keutuhan NKRI dan terhindar dari disintegrasi bangsa. Para da’i harus menempatkan ukhuwah ditas segala perbedaan mazhab dan kemajukan bangsa. Kedua, pentingnya untuk terus menghampanyekan materi dakwah untuk menghargai perbedaan mazhab, adabul ikhtilaf, dan adanya teologi ekslusif dan teologis pluralis, “ pendapat kita benar, tapi pendapat yang lain juga mungkin juga benar “. Ketiga,  Penting untuk terus menggelorakan dakwah yang sejuk, indah, merangkul dan damai, sebagai agama  rahmatan lil ‘alamien. Keempat, para da’i harus terus mengembangkan dakwah bil IT untuk menguatkan narasi menguatkan kualitas akhlak karimah dan ibadah para jamaahnya, agar terwujud umat yang mempunyai kualitas keimanan dan keilmuan yang keren. Wallahu ‘alam bissawab 

Dibaca: 13.969 Kali