Tujuan PENETAPAN kawasan konservasi di suatu daerah adalah

Tujuan PENETAPAN kawasan konservasi di suatu daerah adalah

Seksi Pendayagunaan Laut, Bidang Kelautan dan Pesisir Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, mengadakan kegiatan Pemantapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Kamis 17 Maret 2016 di Desa JepituKecamatan Girisubo, Gunung Kidul, DIY. Kegiatan ini dilatarbelakangibahwa penetapan suatu kawasan konservasi salah satu syaratnya adalah adanya kelembagaan yang sah setelah kawasan tersebut dicadangkan. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah menyusun kriteria Kawasan Konservasi Perairan (Permen No. 2/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan) berdasarkan 3 kriteria utama, yaitu kriteria ekologi, sosial budaya, dan ekonomi.

Berdasarkan Permen tersebut, terdapat 5 tahapan dalam proses pembentukan Kawasan Konservasi Perairan, yaitu: (1) Usulan Inisiatif Calon Kawasan Konservasi Perairan, (2) Identifikasi dan Inventarisasi Calon Kawasan Konservasi Perairan, (3) Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan, (4) Penetapan Kawasan Konservasi Perairan, (5) Penataan Batas Kawasan Konservasi Perairan. Pada Pasal 22 ayat 4 huruf c menyatakan “penunjukan satuan unit organisasi di tingkat pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pengelolaan kawasan konservasi perairan”. Berdasarkan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pembagian urusan bidang kelautan dan perikanan, sub urusan Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, pemerintah provinsi melaksanakan: a. Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak dan gas bumi. b. Penerbitan izin dan pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil di luar minyak dan gas bumi. c. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kawasan konservasi penyu Patehan seluas 50 Ha, Kawasan konservasi mangrove Baros seluas 132 Ha di Bantul dan kawasan konservasi perairan Wediombo seluas 3.388,46 Ha di Gunungkidul yang sudah dicadangkan dengan SK bupati. Dengan adanya perubahan urusan dan kawasan konservasi yang sudah dicadangkan, maka mau tidak mau harus ada organisasi ditingkat provinsi yang melakukan pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Peserta sosialisasi antara lain dari Pokmaswas dan Pokdarwis disekitar WediomboKecamatan Girisubo, Gunung Kidul, DIY, Perangkat, dan Tokoh MasyarakatDesa Jepitu dan Balong. Acara dimulai dengan paparan oleh Kepala Bidang Kelautan dan Pesisir Bapak Ir. Sri Harnanto, M.Si mengenai legalisasi kelompok/ organisasi pengelola kawasan konservasi pesisir dengan pembahasan terkait perencanaan konservasi, kriteria penetapan kawasan konservasi, alternatif kategori kawasan konservasi, proses penetapan kawasan konservasi, dan penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Dalam paparannya Pak Sri menyampaikan bahwa DIY sebagai daerah istimewa memiliki visi misi antara lain putar kemudi ke maritim, among tani dagang layar, dan laut selatan sebagai halaman depan, Kawasan Wediombo sebagai kawasan konservasi yang berada di wilayah selatan DIY, harapannya dapat dimanfaatkan lebih lanjutsesuai peraturan yang ada.

Materi kedua oleh Kasi Ormas dan Politik, Kesatuan Bangsa dan Politik Gunungkidul, Arkham Mashudi dengan materi dokumen kelengkapan pendaftaran organisasi kemasyarakatan, menyampaikan bahwa ormas diklasifikasikan menjadi 3 yaitu yang dibentuk masyarakat, dibentuk pemerintah dan dibentuk parpol. Berdasarkan pendaftarannya dibedakan lagi menjadi ormas berbadan hukum yaitu telah terdaftar setelah mendapatkan pengesahan dari kementerian yang membidangi hukum dan HAM, dan tidak memerlukan SKT serta ormas yang tidak berbadan hukum yang cukup mengantongi Surat Keterangan Terdaftar dari Kantor Kesbangpol setempat. Sebagai ormas yang berbadan hukum maka ormas tersebut dapat mengajukan bantuan yang sifatnya hibah kepada pemerintah, sedangkan pengelola kawasan konservasi perairan seharusnya tetap di instansi terkait dengan mitra ormas tersbut.

 Materi terakhir disampaikan oleh Bapak Agus Priyanto SH, MM selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul dengan materi dukungan pemerintah daerah Gunungkidul dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dukungan yang sudah dilakukan selama ini antara lain melalui (1) SK BUPATI No. 271/KPTS/2013Tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten Gunungkidul, (2) Survey dan Perencanaan (Survey dalam rangka Verifikasi Peta Kawasan Konservasi Wediombo tahun 2013, (3) Detail Engineering Design (DED) Kawasan Konservasi Wediombo tahun 2014, (4) Kegiatan sosialisasi,(5) Kajian tentang tempat-tempat pendaratan penyu, (6)Pembangunan jalan pesisir di Wediombo dan (7) Pembinaan kelompok Pokmaswas di Wediombo.

Acara ini diakhiri dengan diskusi membahas antara lain terkait ormas yang berada di Wediombo, baru ada Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), harapannya kemudian hari bisa berbadan hukum, supaya kalaukawasan konservasi ini sudah ditetapkan oleh menteri bisa ikut bekerja sama. Dari Hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa, pengelola kawasan konservasi ini tetaplah instansi terkait kelautan dan dapat melakukan kemitraan dengan klompok masyarakat, masyarakat adat, LSM, korporasi, lembaga penelitian dan perguruan tinggi.

Tujuan PENETAPAN kawasan konservasi di suatu daerah adalah

Dalam rangka upaya konservasi sumberdaya alam pesisir dan lautan bagi kepentingan kebudayaan, pelestarian plasma nutfah, rekreasi serta pembangunan pada umumnya, maka perlu penetapan perwakilan tipe ekosistem pesisir dan laut atau perairan lainnya sebagai Cagar Alam Laut, Suaka Alam Laut, Taman Wisata Laut dan Taman Nasional Laut yang dalam penetapannya didasarkan pada kriteria peruntukan yang sesuai berdasarkan keanekaragaman kandungan jenis-jenis flora dan fauna serta tipe ekosistem dan sifat-sifat khusus lainnya.

Dalam penentuan kawasan konservasi laut yang telah ada, baik yang telah ditetapkan berdasarkan surat keputusan ataupun dasar hukum lain, perlu disesuaikan kembali dengan sifat, kondisi serta nilai penting sebagai kawasan konservasi pada masa sekarang. Untuk itu, dalam rangka program pengembangan kawasan konservasi laut di Indonesia, dipandang perlu untuk menetapkan kriteria dan penentuan nilai kawasan konservasi laut.

Kawasan konservasi yang dimaksud adalah suatu kawasan di pesisir dan laut yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang beasosiasi didalamnya memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya.

Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai berikut : (1) melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; (2) meningkatkan hasil perikanan; (3) menyediakan tempat rekresi dan pariwisata; (4) memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; dan (5) memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya alam, agar proses-proses ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan tetap dipertahankan produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan.

Tujuan penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan laut adalah untuk: (1) melindungi habitat-habitat kritis, (2) Mempertahankan keanekaragaman hayati, (3) mengkonservasi sumberdaya ikan, (4) melindungi garis pantai, (5) melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya, (6) menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam, (7) merekolonisasi daerah-daerah yang tereksploitasi, dan (8) mempromosikan pembangunan kelautan berkelanjutan.

Rencana pengalokasian kawasan konservasi, memerlukan sedikitnya 4 (empat) tahapan dalam proses pemilihan lokasi, yaitu :

1. Identifikasi habitat dan lingkungan kritis; distribusi sumberdaya ikan ekologis dan ekonomis penting.

2. Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai ancaman langsung (over eksploitasi) dan tidak langsung (pencemaran) terhadap ekosistem dan sumberdaya.

3. Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi.

4. Kajian kelayakan suatu kawasan perioritas yang dapat dijadikan konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi.

Penentuan ukuran kawasan konservasi, secara umum terdapat 2 (dua) kategori, yaitu (1) kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil). Kawasan ini dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana, dan (2) kategori agregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran besar). Kawasan ini menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan.

Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu : zona inti (zona perlindungan), zona penyangga dan zona pemanfaatan. Pembagian zonasi tersebut bertujuan untuk membatasi tipe-tipe habitat penting untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi.

Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk kawasan konservasi di wilayah pesisir dan laut menuntu penerapan kriteria, agar dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan dapat dilakukan secara obyektif, secara mendasar terdiri atas 3 (tiga) kelompok : (1) kriteria ekologis, (2) kriteria sosial, dan (3) kriteria ekonomi.

1. Kriteria Ekologis.

Nilai suatu ekosistem dan spesies biota di wilayah pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : (1) keanekaragaman hayati : didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota, (2) kealamian : didasarkan pada tingkat degradasi, (3) ketergantungan : didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung dilokasi, (4) keterwakilan : didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologis, ciri geologis atau karakteristik alam lainnya, (5) keunikan : didasarkan pada keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah, (6) integritas : didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologis, (7) produktivitas : didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia, (8) kerentanan : didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh alam atau akibat aktivitas manusia.

2. Kriteria Sosial.

Manfaat sosial dan budaya pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : (1) penerimaan sosial : didasarkan pada tingkat dukungan masyarakat, (2) kesehatan masyarakat : didasarkan pada keberadaan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat, (3) relokasi : didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi penduduk sekitar, (4) budaya : didasarkan pada nilai sejarah, agama, seni atau nilai budaya lain di lokasi, (5) estetika : didasarkan pada nilai keindahan dari lokasi, (6) konflik kepentingan : didasarkan pada tingkat dimana kawasan konservasi dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal, (7) keamanan : didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya, (8) aksesibilitas : didasarkan pada kemudahan mencapai lokasi, (9) kepedulian masyarakat : didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau pelatihan dapat berkontribuasi pada pengetahuan aspirasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi, dan (10) konflik dan kompatibilitas ; didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat membantu menyelesaikan konflik antara kepentingan sumberdaya alam dan aktivitas manusia.

3. Kriteria Ekonomi.

Manfaat ekonomi wilayah pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : (1) spesies penting : didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi, (2) kepentingan perikanan : didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan, (3) bentuk ancaman : didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia, (4) manfaat ekonomi : didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang, (5) pariwisata : didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan parawisata.

4. Kriteria Regional.

Kontribusi kawasan kepada jaringan kawasan pelestarian di wilayah : (1) peran penting dalam skala regional. Tingkat representasi kawasan dalam mencerminkan karakteristik wilayah (region) tersebut; (2) peran penting dalam skala subregional. Tingkat kepentingan kawasan dalam jaringan kawasan pelestarian. (3) kesadar-tahuan (Awareness). Tingkat kontribusi kawasan kepada pemantauan, penelitian, pendidikan, dan pelatihan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan akan nilai regional; (4) Kinflik dan kompatibilitas. Kawasan yang dapat digunakan sebagai sarana resolusi konflik atau nilai sumberdaya alam dan kegiatan manusia.

5. Kriteria Pragmatis.

Yaitu kriteria kelayakan dan ketepatan waktu perlindungan yang padat diukur dengan jalan : (1) Kajian tingkat ke”gawat”an (urgency); (2) Kajian ukuran, berapa dan bagaimana beragam habitat dapat dimasukkan kedalam suatu kawasan perlindungan; (3) Kajian tingkat ancaman, yang ada dan potensi ancaman dari ekploitasi langsung dan kegiatan pembangunan; (4) Kajian efektifitas, kemungkinan/kelayakan pelaksanaan program pengelolaan; (5) Kajian mengenai kemungkinan replikasi atau perluasan; (6) Kajian ketersediaan, dimana suatu wilayah dapat diakuisisi bagi alokasi kawasan pelestarian, berkaitan dengan kepemilikan lahan; (7) kajian potensi perbaruan atau perbaikan, dimana suatu wilayah memiliki atau tidak kemungkinan yang tinggi untuk dikembalikan ke kondisi awal.