Tuliskan bukti-bukti yang masih ada tentang adanya para wali songo

Jakarta -

Wali songo memegang peranan penting dalam proses Islamisasi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Penyebaran agama Islam di Jawa tersebut terjadi saat keruntuhan Kerajaan Majapahit yang disusul dengan berdirinya Kerajaan Demak.

Saat itu, wali songo sebagai ulama penyebar agama Islam memiliki wilayah penyebaran masing-masing berikut dengan bukti dakwahnya. Secara bahasa, wali songo memiliki makna seseorang yang telah mencapai derajat tinggi dan memiliki pengetahuan agama yang luar biasa.

"Wali songo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat wali, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki peringkat wali," tulis Drs. Imam Subchi, MA dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XII.

Nama-nama wali biasanya disesuaikan dengan tempat tinggalnya. Adapun daftar nama-nama wali songo beserta nama asli dan daerah penyebaran ajarannya adalah sebagai berikut.

Nama-Nama Wali Songo Beserta Nama Aslinya

1. Maulana Maghribi

Nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim. Diperkirakan lahir di Uzbekistan, Asia Tengah. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni Desa Sembalo, desa yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, 9 kilometer utara Kota Gresik.

Selesai membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, ia wafat pada tahun 1419. Makamnya terdapat di kelurahan Gapurosukolilo, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel

Semula bernama Raden Rahmat dan merupakan putra dari Syekh Maulana Malik Ibrahim. Sunan Ampel datang ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama adiknya Sayid Ali Murtadho.

Nama Ampel diambil dari daerah bernama Ampel Denta, daerah rawa yang dihadiahkan raja Majapahit kepadanya. Di tempat inilah, ia memulai aktivitasnya mendirikan pesantren Ampel Denta, dekat dengan Surabaya. Ia wafat pada tahun 1491 M dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang adalah anak dari Sunan Ampel atau cucu dari Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Mulanya, ia berdakwah di Kediri yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Kemudian, menetap di Desa Bonang, Lasem, Jawa Tengah. Di sana, Sunan Bonang mendirikan pesantren yang dikenal sebagai Watu Layar. Ia kemudian wafat pada tahun 1525 M dan dimakamkan di Tuban, sebelah barat Masjid Agung.

4. Sunan Drajat

Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Syarifuddin. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa ia adalah putra dari Sunan Ampel. Ia berdakwah ke sebuah desa bernama Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Kemudian, mendirikan mushola atau surau yang dimanfaatkan sebagai tempat berdakwah.

5. Sunan Giri

Wali songo selanjutnya adalah sahabat dari Makhdum Ibrahim yang semula bernama Raden Paku. Sunan Giri memilih sebuah tempat yang letaknya di bukit sebelah selatan Kota Gresik, yaitu bukit Giri pada tahun 1481 M sebagai pusat berdakwah di Jawa Timur.

Kemudian, ia mendirikan sebuah pondok pesantren dengan nama Pesantren Giri.

6. Sunan Kalijaga

Ia merupakan tokoh wali songo yang paling terkenal di antara sembilan wali lainnya. Nama kecilnya adalah Jaka Said dan diyakini lahir pada 1401. Daerah tempat berdakwahnya tidak terbatas karena ia merupakan seorang mubalig keliling.

Namun, Sunan Kalijaga lama menetap di Kadilangu, Demak. Di sana, ia berperan aktif dalam pendirian Masjid Agung Demak dan menentukan kiblat agar sesuai dengan arah Ka'bah.

7. Sunan Kudus

Memiliki nama asli Ja'far Shodiq. Tidak ada bukti tahun berapa Sunan Kudus tiba di Kudus pertama kali, namun saat itu wilayah Kudus masih dikenal dengan nama Kota Tajug.

Saat itu, Kudus masih didominasi oleh penganut agama Hindu dan Budha. Sebab itulah, Sunan Kudus menerapkan strategi dakwah dengan menghargai adat istiadat yang lama dianut warga sekitar. Bentuk masjid yang dibangun juga tidak berbeda jauh bentuknya dari candi milik orang Hindhu.

8. Sunan Muria

Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, yang berjarak sekitar 18 kilometer ke utara Kota Kudus.

Cara berdakwahnya berbeda dengan sang ayah. Ia lebih memilih daerah yang sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Ia menyebarkannya lewat para pedagang, nelayan, pelaut, dan rakyat jelata.

9. Sunan Gunungjati

Mulanya bernama Syarif Hidayatullah. Ia mendapat tugas untuk berdakwah di daerah Cirebon. Di sana, Sunan Gunungjati mendirikan kerajaan Cirebon dan melepaskan diri dari pengaruh Pajajaran.

Hal ini membuat Sunan Gunungjati menjadi satu-satunya wali songo yang juga memiliki kedudukan sebagai raja.

Kesuksesan wali songo dalam menyebarkan agama Islam, bukan serta merta tanpa melalui proses yang panjang. Tentunya dilalui dengan peleburan diri mereka dengan budaya dan karakter masyarakat setempat.

Semoga dengan memahami nama-nama wali songo berikut dengan sekilas informasi dakwahnya dapat menambah wawasan kita ya, detikers. Selamat membaca!

Simak Video "Momen Emosional Mega Singgung Bapak-bapak soal Asupan Nutrisi Anak"



(rah/erd)

Jakarta -

Perkembangan Islam di Indonesia memunculkan beberapa teori antara lain teori gujarat, Mekah, dan Persia. Namun, ada juga teori lain tentang perkembangan awal Islam di Indonesia.

Secara umum, perkembangan Islam di Indonesia, baik dalam agama maupun tradisi, terjadi setelah bangsa Indonesia bergaul dengan berbagai bangsa yang ditandai dengan terjalinnya hubungan dagang antara kawasan Nusantara dan tetangganya, baik di Asia Tenggara, Asia Selatan, maupun negeri Arab.

A. Masuknya Islam di Indonesia

Menurut buku "Sejarah Indonesia Periode Islam" oleh Ricu Sidiq dan kawan-kawan, sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan China sudah memiliki hubungan dagang dengan penduduk Indonesia.

Meski terdapat beberapa teori mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita China zaman Dinasti Tang.

Berita tersebut mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara. Sementara sejarah masuknya Islam pada abad ke-13 Masehi, lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.

Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.

Bukti yang turut memperkuat pendapat ini adalah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al Saleh yang berangka tahun 1297.

Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur.

Islam di Jawa masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik.

Kemudian di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat, ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M).

Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggang Parangan.

Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.

Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.

B. Media dalam Islamisasi

Dalam buku "Sejarah Indonesia Periode Islam" juga dijelaskan media atau saluran-saluran dalam perkembangan islam di Indonesia, di antaranya:

1. Perdagangan

Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M, membuat pedagang pedagang Muslim (Arab, Persia, dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.

Media islamisasi melalui perdagangan dinilai sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan secara langsung.

2. Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar.

Saat menikah dengan saudagar Islam, proses sebelumnya adalah memeluk agama Islam terlebih dahulu. Berawal dari situ, kemudian banyak kampung kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan.

3. Tasawuf

Salah satu saluran Islamisasi yang dinilai memiliki peran yang signifikan dalam penyebaran ajaran Islam adalah tasawuf.

Dalam konteks penyebaran ajaran Islam di Nusantara, para pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.

4. Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan. Proses pendidikan dan pengajaran Islam ini sudah berlangsung sejak Islam masuk ke Nusantara.

Ketika pemeluk agama Islam sudah banyak dan telah terbentuk komunitas muslim, maka proses pendidikan dan pengajaran Islam tidak lagi hanya dilaksanakan secara informal, tetapi sudah dilaksanakan secara teratur di tempat-tempat tertentu.

Secara umum, model pendidikan pada masa itu ada dua, yakni pendidikan langgar dan pendidikan pesantren.

5. Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.

Sunan Kalijaga tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya untuk mengucapkan kalimat syahadat.

Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.

6. Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.

Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan nonIslam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

C. Peranan Wali dan Ulama

Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam dahulu juga berperan sebagai mubaligh.

Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya.

Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren- pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Wali Songo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut:

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), menyiarkan Islam di sekitar Gresik.2. Sunan Ampel (Raden Rahmat), menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur.3. Sunan Drajat (Syarifudin), menyiarkan agama di sekitar Surabaya4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang.5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said), menyiarkan Islam di Jawa Tengah.6. Sunan Giri (Raden Paku), menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku.7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq), menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah.8. Sunan Muria (Raden Umar Said), menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.

Itulah perkembangan islam dari sejarah awal hingga masa Wali Songo.

Simak Video "Momen Emosional Mega Singgung Bapak-bapak soal Asupan Nutrisi Anak"



(faz/nwy)