Untuk memberikan informasi ke cpu bahwa injector saatnya untuk melakukan penyemprotan diperlukan

Untuk memberikan informasi ke cpu bahwa injector saatnya untuk melakukan penyemprotan diperlukan

Mesin kendaraan modern dari jenama Subaru yang diperlihatkan pada sebuah diler di Tokyo, Jepang. | Christopher Jue /EPA

Para pemilik kendaraan model baru yang ditopang teknologi injeksi, tentunya tak asing dengan istilah ECU. Electronic Control Unit, begitu kepanjangan dari ECU, mengontrol satu atau lebih sistem atau subsistem dari sebuah kendaraan pada era modern ini.

Ada banyak jenis ECU, misalnya Electronic/engine Control Module (ECM), Powertrain Control Module (PCM), Transmission Control Module (TCM), dan Brake Control Module (BCM or EBCM). Bahkan, sebuah kendaraan produksi masa kini bisa memiliki lebih dari 80 buah ECU yang mengontrol semua sistemnya.

Kali ini kami akan membahas soal ECU --fuel injection control unit-- yang bertugas mengawal pengapian pada kendaraan. Semua kendaraan yang sudah menggunakan sistem pengapian injeksi, dipastikan memiliki ECU khusus untuk mengatur dan menjaga fungsinya.

Kehadiran kontrol unit elektronik ini membuat pengapian kendaraan menjadi lebih efisien, irit bahan bakar, bahkan ada yang bisa mendeteksi kerusakan serta menyesuaikan kinerja pengapian sesuai kebutuhan kendaraan.

Mengenali kendaraan yang sudah menggunakan teknologi ini cukup mudah. Mengutip Otomotifnet, biasanya ada huruf "i" --dalam huruf besar maupun kecil-- di belakang nama produk kendaraan tersebut, seperti EFI (Electronic Fuel Injection), MPI (Multi Port Injection), SFI (Sequential Port Fuel Injection), pada mesin bensin, serta DI (Direct Injection) dan CRDI (Common Rail Direct Injection).

Demikian pula pada kendaraan beroda dua. Honda memiliki mesin dengan merek dagang PGM-FI (Programmed Fuel Injection) sementara Yamaha merilis mesin YMjet-FI (Yamaha Mixture Jet-Fuel Injection).

ECU sebagai otak kendaraan

Sebelum adanya ECU khusus pencampuran bahan bakar, campuran udara terhadap bahan bakar, pengukuran waktu pengapian, dan kecepatan putaran mesin dilakukan secara mekanis.

Kini dengan adanya ECU pada mesin injeksi, semuanya dapat dengan mudah dikendalikan dengan basis komputer yang ditanamkan dalam data sistem tersebut, seperti dipaparkan Cars Direct.

ECU mesin injeksi merupakan komponen inti yang menentukan jumlah bahan bakar yang harus disuplai ke dalam mesin. Program komputer akan menerima beberapa data dan menggerakkan mesin sesuai dengan takaran yang dibutuhkan.

Ia juga menentukan durasi injeksi bahan bakar pada injector (alat penyuplai bahan bakar), dengan cara menentukan kapan waktu yang tepat untuk memberikan campuran udara dan bahan bakar kepada mesin.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh sensor ECU, perangkat ini pula yang mengontrol kecepatan mesin, suhu pendingin, sudut bukaan gas -throttle--, serta menakar oksigen pada sistem pembuangan gas (knalpot).

Lantas, ada berapa sensor yang mempengaruhi kinerja ECU pada kendaraan?

Your Mechanic menjelaskan secara gamblang, beberapa sensor yang menjadi rujukan ECU, sehingga mesin mobil dapat bekerja seperti yang seharusnya.

Berikut kami jabarkan satu-persatu.

Yang pertama adalah sensor pendingin (coolant sensor), elemen ini menginformasikan kepada ECU perihal suhu dalam mesin, agar menjaga suhu di dalam mesin tetap hangat sehingga mesin tak terlalu panas (overheat).

Selanjutnya ada sensor oksigen (oxygen sensor), yang memberikan data berapa banyak oksigen dalam sistem pembuangan, sehingga ECU dapat mengubah campuran bahan bakar untuk mengurangi emisi. Biasanya perangkat ini berada pada hulu knalpot.

Kemudian sensor tekanan absolut (Manifold Absolute Pressure/MAP) yang berfungsi mengabarkan kepada ECU tentang perubahan tegangan dalam tekanan manifold. ECU akan mengubah data ini untuk mengubah waktu pengapian dengan mempercepat atau memperlambatnya.

Sensor bukaan gas (Throttle Position Sensor), yang mengukur kadar pembukaan dan penutupan gas. Informasi ini akan merujuk ECU untuk memantau percepatan dan perlambatan kendaraan, serta menakar campuran bahan bakar secara benar.

Fungsi dari sensor massa aliran udara atau MAF (Mass Air Flow) juga tak kalah penting, yakni untuk mengukur volume udara yang masuk ke mesin. Mendapatkan informasi dari sensor ini, ECU pun dapat mengubah campuran bahan bakar lebih atau kurang, dari udara yang masuk.

Sensor baling-baling aliran udara (Vane Air Flow/VAF), merupakan elemen sensor untuk menopang kinerja MAF, yakni mendorong udara dengan takaran tertentu hingga menghasilkan data sinyal elektronik untuk kemudian diterjemahkan oleh ECU.

Sensor lain yang tak kalah penting adalah sensor temperatur udara (Manifold Air Temperature / MAT), yang merupakan elemen ungtuk memonitor kepadatan udara yang masuk, sehingga ECU dapat merangkai campuran bahan bakar secara tepat.

Ada pula sensor posisi poros engkol (Crankshaft Position Sensor) yang memberikan informasi kepada ECU tentang posisi poros engkol dan silinder. Data ini memungkinkan ECU untuk mengontrol waktu pengapian dan mengoperasikan penyuntik bahan bakar.

Sensor ketukan (Knock Sensor), tak kalah menentukan performa kendaraan. Sensor ini akan memonitor getaran dari mesin, dan bisa memaksa ECU untuk memperlambat waktu pembakaran.

Sensor barometer tekanan udara (Barometric Pressure Sensor), adalah perangkat yang berfungsi memeriksa tekanan udara.

Pemungkas, ada sensor kecepatan kendaraan (Vehicle Speed Sensor) yang memberikan informasi tentang kecepatan kendaraan untuk mengatur pergeseran dan penyeimbang torsi kopling.

Memahami kinerja ECU dan beberapa komponen pendukungnya akan menjadi penting jika pemilik kendaraan ingin melakukan perubahan yang menyasar pada sektor mesin dan kelistrikan. Misalnya, ketika ingin mengganti knalpot motor injeksi dengan knalpot racing, ada ragam tahapan yang harus dilakukan, tak hanya sekadar langsung mengganti knalpot.

Sekilas sejarah mesin injeksi

Sejarah mencatat mesin injeksi pertama kali diterapkan pada kendaraan diesel, melalui pengembangan yang dilakukan Bosch dan Clessie Cummins yang terinspirasi dari mesin uap injeksi karya Herbert Akroyd Stuart.

Sekitar tahun 1920-an, sistem injeksi mulai menyebar pada kendaraan diesel komersial.

Sedangkan mesin bensin indirect injection, berawal dari pesawat terbang pada tahun 1902, dan untuk direct injection bensin sudah ada sejak tahun 1925 dengan munculnya Hesselman Engine hasil racikan Jonas Hesselman asal Swedia.

Produk Goliath dan Gutbrod merupakan dua mobil berbahan bakar bensin pertama yang menggunakan sistem injeksi dengan teknologi nosel dari Bosch pada tahun 1952.

Daimler-Benz AG menyusul menggunakan teknologi mesin injeksi dengan memasangnya pada Mercedes-Benz 300 SL tahun 1955.

Pabrik Amerika Serikat Ford menyusul menggunakan sistem ini pada era 1970-an saat menggunakan mesin injeksi PROCO (Programmed Combustion/Pembakaran Terprogram). Namun setelah memasangnya pada 115 unit Crown Victoria, Ford memutuskan menghentikan pengembangannya karena masalah teknologi dan mahalnya biaya produksi serta harga bensin saat itu.

Baru sekitar dua dekade kemudian, seiring berkembangnya teknologi komputasi, mesin sistem injeksi menjadi populer digunakan.

Pada tahun 1996, Mitsubishi memproduksi mesin Galant menggunakan sistem injeksi langsung. Kemudian disusul oleh Nissan (1997), Toyota (1998), dan Renault (1999). Memasuki abad ke-21, nyaris semua pemanufaktur kendaraan sudah menggunakan sistem direct injection pada produk mereka, baik berbahan bakar diesel maupun bensin.

Untuk produk roda dua, Honda tercatat sebagai produsen motor pertama yang menggunakan teknologi injeksi yaitu pada tahun 1981 melalui Honda CX500TURBO.

Pada sepeda motor berkapasitas mesin kecil, jenama Honda merupakan produsen motor pertama yang mengadopsi teknologi injeksi melalui Honda Wave 125i pada 2003 di Thailand. Sedangkan di Indonesia, Honda juga tercatat sebagai pelopor teknologi injeksi pada tahun 2005 melalui produk legendarisnya, Honda Supra X 125 PGM-FI .