Yang berhak mengatur dan memutuskan kehidupan manusia dan alam semesta ini adalah

Red:

Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi ini sebagai khalifah. Manusia diwajibkan berhubungan baik dengan seluruh makhluk yang ada di bumi. Allah SWT dalam firman-Nya juga telah menjelaskan bahwa manusia harus memakmurkan bumi. "Allah telah menjelaskan dalam Alquran, bahwa manusia sebagai khalifah harus memakmurkan bumi," kata Wasekjen MIUMI Ustaz Fahmi Salim kepada Republika, Selasa (22/3). Ustaz Fahmi Salim mengatakan, yang dimaksud memakmurkan tersebut yaitu bertambahnya keberkahan dan bertambahnya sesuatu yang bermanfaat. Sesuatu yang disebut makmur tersebut juga harus berdayaguna, berkembang, dan berkelanjutan. "Manusia sebagai khalifah harus mengelola bumi dan segala isinya dengan baik agar bisa bermanfaat untuk generasi berikutnya," ucap dia. Dalam menjaga lingkungan hidup, kata Ustaz Fahmi, Nabi SAW juga telah  mengingatkan umatnya agar selalu menjaga keseimbangan alam, dengan tidak mengotori atau membuat alam ini rusak. Menurut dia, Nabi mencontohkan ini dari hal terkecil, seperti melarang umatnya untuk buang air kecil di tempat air yang tidak tergerak atau di lubang yang ada binantangnya. "Artinya, kencing di sembarang tempat itu tidak boleh. Itu kan bertentangan dengan adab dan etika. Itu dari hal terkecil saja seperti itu,"ujar dia. Menurut dia, terdapat banyak hadis yang menunjukkan larangan kepada manusia agar tidak membabi buta dalam memangkas tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, dan membakar ladang. Nabi mengisyaratkan agar setiap umat Islam untuk menjaga keseimbangan alam ini. Ustaz Fahmi mengatakan, dalam surah Ar-Rum ayat 41 Allah SWT juga telah menjelaskan bahwa kerusakan di muka bumi ini, baik di daratan maupun di lautan itu terjadi karena ulah tangan manusia.  "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS ar-Rum [30]: 41) Menurut dia, kerusakan tersebut saat ini dilakukan secara sistematis dan dilakukan oleh akal atau nafsu manusia untuk menguasai, mengekspoitasi, dan merusak bumi. Tidak hanya itu, kata dia, ayat sebelum dan sesudah ayat tersebut perlu juga dicermati. Ayat sebelum ar-Rum ayat 41 berbicara tentang zakat dan riba. "Itu menarik, bahwa ekspolitasi manusia di muka bumi ini seringkali menyebabkan kerusakan karena praktek ekonomi yang eksploitatif seperti halnya riba," kata dia. Kemudian, ayat setelahnya juga menyatakan cara untuk memperbaiki bumi yang rusak oleh tangan-tangan manusia ini dua resepnya. Pertama manusia harus merenungkan ciptaaan Allah dan mengambil pelajaran dari siksaan yang telah menimpa kaum-kaum sebelumnya. Kedua, lanjut dia, manusia juga harus meluruskan fitrahnya sesuai dengan agama. Fitrah tersebut maknanya cukup luas yatu fitrah berekonomi, fitrah sosiologi, politik, dan fitrah budaya, yang harus dikembalikan kepada ketentuan Allah SWT. Ia mengatakan,tindakan merusak alam tentunya termasuk bagian dari dosa karena maksiat. Berdasarkan  ayat-ayat Alquran, jika melanggar aturan perintah Allah tentang lingkungan atau alam semesta maka tentunya akan terjatuh kepada dosa, yang bisa menjadi dosa pribadi dan juga dosa kolektif. "Kalau yang menjalanankan perusakan itu berjalan sistematis, seperti korporasi atau negara yang mensponsori perusakan tersebut, maka itu adalah dosa kolektif tentunya," ujar dia. Di tempat berbeda, Presiden Yayasan Al Fatih Kafaah Nusantara (AFKN), Ustaz Fadhlan Gharamatan mengatakan Allah SWT dalam berbagai ayat Alquran telah mengingatkan kepada manusia dalam firman-Nya tentang ""Menanam". Menanam tersebut, kata dia, mempunyai pengertian menjaga atau menata. Menurut Ustaz Fadhlan, Alquran telah  memberikan pengetahuan kepada manusia atau penduduk bumi agar selalu menjaga dan menata alam ini, sehingga dapat berdampak positif kepada seluruh yang ada di bumi. "Mereka menanamnya atau menatanya, maka hasilnya adalah dikembalikan kepada mereka untuk hidup memanfaatkan alam itu," kata dia. Ia mengatakan, jika manusia tidak menanam atau tidak menata sama saja dengan merusak, dan pada akhirnya akan berbuat kezaliman."Benar kata nabi, kalau kau mau sukses menata kehidupan ini, maka peganglah wasiat yang namanya Alquran dan sunah, agar kamu bisa berjalan sesuai dengan keinginan Allah," jelas dia. Menurut dia, manusia menanam pohon-pohon tersebut agar bisa berzikir kepada Allah SWT, sehingga terciptalah kemakmuran. Manusia sebagai khalifah harus selalu memberikan keteladanan karena merupakan wakil dari Allah, yang dapat menempatkan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Allah, agar semua orang mendapatkan kemakmurann, tidak hanya untuk manusia saja. "Tanggung jawab manusia khalifah itu bagaimana menata alam ini, terjaga agar anak cucu dari khaliffah ini hidup," kata dia. Hal yang sama diungkapkan Ustaz Erick Yusuf, bahwa kalimat rahmat lil alamain  dalam Alquran berarti mencakup secara keseluruhan. Ustadz Erick menjelaskan Alquran bukan diperuntukkan untu manusia saja tapi juga untuk untuk alam dan isinya. Menurut dia, manusia, alam, tumbuhan, dan hewan, semuanya itu bagaikan suatu harmonisasi, yang saling melengkapi. Apalagi, kata dia, tidak ada yang Allah ciptakan di dunia dengan sia-sia. Jadi kalau kita merenungkan alam ini, kita akan melihat seluruh ciptaan Allah yang saling berkaitan. "Itu hakikat hubungan manusia dengan alam. Dan kalau manusia ingin mendapatkan pahala, berkah dan  ingin berkah ladang amal, maka harus berhubungan baik dengan alam, bukan hanya dengan manusia," jelas dia. Menurut dia, apapun yang datang dari Allah adalah pasti yang baik-baik. Jangan sampai berfikir bahwa banjir, dan hujan Itu Allah yang datangkan tersebut untuk membuat kita sengsara, tapi karena alam tersebut telah dirusak oleh tangan manusia sendiri atas isin Allah.

"Jadi intinya adalah, secara penafsiran, tidak ada sesuatu yang buruk yang dilakukan atau buat oleh Allah untuk makhluknya, tapi sesuatu yang buruk itu karena perbuatan kita sendiri," ucap dia. c39 ed: Hafidz Muftisany

  • republika
  • koran
  • menjaga bumi sebagai khalifah

Yang berhak mengatur dan memutuskan kehidupan manusia dan alam semesta ini adalah

GALAMEDIA - Asmaul husna merupakan nama-nama terbaik Allah Swt. Hadist Rasulullah Saw., yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim menyebut bahwa Allah Swt., mempunyai 99 nama. Kesembilan puluh sembilan nama tersebut mengandung makna yang menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah Swt., sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Oleh karena itu, tidak ada mahluk yang berhak memiliki nama ini atau menyamainya.

Dalam buku “Berperilaku sesuai Al-Asma’u Al-Husna” karya Arif Nur Rahman Al- Aziiz menjelaskan setidaknya ada tujuh diantara 99 nama tersebut yaitu Al-Asma’u al Husna al- karim, Al-Mu’min, Al-Wakil, Al-Matin, Al-Jami’, al-Adl dan al-Akhir.

Baca Juga: Luar Biasa, Subhanallah Ini Keutamaan Asmaul Husna, Terkabulnya Doa Hingga Pahala Masuk Surga

Makna beserta dalil Asma’ul Husna

Al- Karim
Al-karim artinya Maha Mulia. Asma’ul Husna al-karim dijelaskan dalam surat al-Mu’miun ayat 116 yang artinya:
“ Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang memiliki) ‘Arsy yang mulia” (Qs. al-Mu’minun:116)
Allah Swt. Mampu memuliakan dan merendahkan seseorang yang rendah menjadi mulia dan sebaliknya. Kemuliaan yang dikaruniakan Allah Swt., mutlak berdasarkan kehendak-Nya. Tidak ada satu pun mahluk yang dapat menghalangi-Nya.

Kemuliaan Allah Swt., tercermin pada kemurahaan-Nya yang telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna dan diberikan nikmat yang amat banyak. Salah satu kemurahan Allah Swt. tersebut sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Infitar [82] : 6-7), yang artinya :
“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka terhadap Tuhanmu Yang Maha Pengasih. Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang)”

>

Baca Juga: Tahukah Kamu, Asmaul Husna Disebut dalam Alquran Sebanyak 4 Kali, Ini Dia Suratnya

Al-Mu’min
Al-mu’min artinya Maha Pemberi Keamanan. Allah swt., Maha berkehendak atas segala sesuatu. Jika AllahSwt. Menghendaki keamanan kepad seseorang, siapapun tidak dapat mencelakainya. Al-mu’min dijelaskan dalam surat al-Hasyr [59] ayat 23 yang artinya
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha kemanan, Pemelihara keselamatan, yang Maha perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Imam Ghazali menjelaskan bahwa All-Mu’min merupakan sifat Allah yang memberi Rahmat bagi setiap muslim untuk mengembalikan rasa aman kepada-Nya. Rasa aman tidak adapat bersemayam dalam benak siapapun jika tidak bersumber dari Allah Swt. Jika seseorang berkata, “ Aku berlindung kepada Allah Swt.” dapat diartikan bahwa ia berlindung kepada Allah dan Allah tidak akan menolak hamba-Nya yang beriman jika memohon perlindungandan rasa Aman kepada-Nya.

Baca Juga: Masjid Provinsi Jawa Barat Bakal Adopsi Museum Nabi Asmaul Husna Madinah

Yang berhak mengatur dan memutuskan kehidupan manusia dan alam semesta ini adalah

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.

DASAR PENETAPAN.

Nama Allah Azza wa Jalla yang maha indah ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur’an. Di antaranya dalam firman Allah Azza wa Jalla :

قال الله تعالى: ﴿ قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ ﴾ [الأنعام: 162] 

Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam” [al-An’am/6:162].

Dan dalam firman -Nya:

قال الله تعالى: ﴿ قُلۡ أَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡغِي رَبّٗا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيۡءٖۚ ١٦٤﴾ [الأنعام:164] 

Katakanlah:"Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu?” [al-An’am/6:164]

Demikian pula dalam firman-Nya:

قال الله تعالى: ﴿ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَا ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفَّٰرُ ٦٦ ﴾ [ص:66] 

Rabb langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun [Shad/38:66].

Juga dalam firman -Nya:

قال الله تعالى: ﴿ سَلَٰمٞ قَوۡلٗا مِّن رَّبّٖ رَّحِيمٖ ٥٨﴾ [ يس: 58 ] 

(Kepada penghuni surga dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang [Yasin/36:58].

MAKNA AR-RABB SECARA BAHASA.

Ibnu Faris rahimahullah berkata, “Kata Rabb menunjukkan beberapa arti pokok, yang pertama: memperbaiki dan mengurus sesuatu. Maka Rabb berarti yang menguasai, menciptakan dan memiliki, juga berarti dzat yang memperbaiki (mengurus) sesuatu.

Sementara Ibnul Atsir rahimahullah menyatakan, “Kata Rabb secara bahasa diartikan pemilik, penguasa, pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat. Kata ini tidak boleh digunakan dengan tanpa digandengkan (dengan kata yang lain) kecuali untuk Allah Azza wa Jalla (semata), dan kalau digunakan untuk selain -Nya maka (harus) diiringi (dengan kata lain). Misalnya: rabbu kadza (pemilik barang ini).

Lebih lanjut, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah memaparkan: “(Kata) Rabb dalam bahasa Arab memliki beberapa (pemakaian) arti. Penguasa yang ditaati di kalangan orang-orang Arab disebut rabb …, orang yang memperbaiki sesuatu dinamakan rabb …, (demikian) juga orang yang memiliki sesuatu dinamakan rabb. Terkadang kata ini juga digunakan untuk beberapa arti selain arti di atas, akan tetapi semuanya kembali pada tiga arti tersebut. Maka Rabb kita (Allah Azza wa Jalla) yang maha agung pujian -Nya adalah penguasa yang tidak ada satu pun yang menyamai dan menandingi kekuasaan -Nya, dan Dialah yang memperbaiki (mengatur semua) urusan makhluk -Nya dengan berbagai nikmat yang dilimpahkan -Nya kepada mereka, serta Dialah pemilik (alam semesta beserta isinya) yang memiliki (kekuasan mutlak dalam) menciptakan dan memerintahkan (mengatur)” .

PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AR-RABB

Rabb adalah Murabbi (yang maha memelihara dan mengurus) seluruh makhluk -Nya dengan mengatur urusan dan (melimpahkan) berbagai macam nikmat (kepada mereka). Maka Rabb adalah Yang Maha Pencipta sekaligus Penguasa dan Pengatur alam semesta beserta isinya. Makna Rabb adalah yang memiliki sifat rububiyah terhadap seluruh makhluk -Nya dalam hal menciptakan, menguasai, berbuat sekehendak -Nya dan mengatur mereka.

Nama Allah Azza wa Jalla yang mulia ini termasuk nama Allah Shubhanahu wa Ta’ala yang mengandung beberapa arti, bukan hanya satu arti. Bahkan nama ini jika disebutkan sendirian tanpa nama Allah Jalla Jalaluhu lainnya, kandungannya mencakup semua nama Allah yang maha indah dan sifat -Nya yang maha sempurna. Dalam hal ini, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Sesungguhnya pengertian -Rabb adalah (dzat) yang maha kuasa, yang mengadakan, pencipta, pembentuk rupa, yang maha hidup lagi berdiri sendiri dan menegakkan urusan makhluk -Nya, maha mengetahui, mendengar, melihat, luas kebaikan -Nya, pemberi nikmat, pemurah, maha memberi dan menghalangi, yang memberi manfaat dan celaka, yang mendahulukan dan mengakhirkan, yang memberi petunjuk dan menyesatkan siapa yang dikehendaki -Nya (sesuai dengan hikmah -Nya yang agung), yang menganugerahkan kebahagiaan dan menyengsarakan siapa yang dikehendaki -Nya, yang memuliakan dan menghinakan siapa yang dikehendaki -Nya, dan semua makna rububiyah lainnya yang berhak dimiliki -Nya dari (kandungan) nama-nama -Nya yang maha indah”.

Sifat rububiyah Allah Azza wa Jalla ini meliputi seluruh alam semesta beserta isinya, karena Dialah yang memelihara dan mengatur semua makhluk dengan berbagai macam nikmat yang dilimpahkan -Nya kepada mereka, Dialah yang menciptakan mereka dengan kehendak dan kekuasaan -Nya, Dialah yang menyediakan semua kebutuhan makhluk -Nya, dan Dialah yang memberikan kepada semua makhluk penciptaan yang sesuai dengan keadaan mereka kemuadian memberi petunjuk kepada mereka untuk kebaikan dalam hidup mereka.

PEMBAGIAN SIFAT RUBUBIYAH ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA.

Sifat rububiyah Allah Shubhanahu wa ta’allaada dua macam:

Rububiyah umum yang mencakup semua makhluk, baik yang taat maupun yang selalu berbuat maksiat, yang beriman maupun kafir, yang berbahagia maupun celaka, yang mendapat petunjuk maupun yang sesat.

Rububiyah ini berarti menciptakan, memberi rezki, mengatur, melimpahkan berbagai macam nikmat, memberi dan menghalangi, meninggikan dan merendahkan, menghidupkan dan mematikan, mamberi kekuasaan dan menghilangkannya, melapangkan dan menyempitkan, melapangkan semua penderitaan, menolong orang yang kesusahan dan memenuhi permohonan orang yang ditimpa kesulitan. Ini semua berlaku umum untuk selauruh makhluk -Nya. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman :

قال الله تعالى: ﴿ يَسۡ‍َٔلُهُۥ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ كُلَّ يَوۡمٍ هُوَ فِي شَأۡنٖ ٢٩﴾ [الرحمن: 29] 

Semua yang ada di langit di bumi selalu meminta kepada-Nya, setiap hari Dia (memenuhi) semua kebutuhan (makhluk-Nya) [ar-Rahman/55:29]

Rububiyah yang khusus bagi para kekasih dan orang-orang yang dicintai -Nya, yaitu dengan menjaga dan memberi taufik kepada mereka untuk beriman dan melaksanakan ketaatan kepada -Nya, serta melimpahkan kepada mereka ilmu ma’rifatullah (mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya) dan (memberi taufik) kepada mereka untuk selalu kembali/bertobat kepada -Nya, mengeluarkan mereka dari berbagai macam kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk -Nya), dan memudahkan mereka untuk melakukan semua kebaikan serta menjaga mereka dari semua keburukan .

Syaikh 'Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:

“(Rubuubiyah) yang bersifat lebih khusus dari itu bermakna penjagaan -Nya terhadap hamba-hamba -Nya yang shaleh dengan memperbaiki hati, jiwa dan akhlak mereka"

Inilah rahasia mengapa mayoritas doa yang diucapkan hamba-hamba Allah Shubhanahu wa ta’alla yang shaleh, yang disebutkan dalam al-Qur’an selalu diawali dengan nama Rabb (misalnya: Wahai Rabb kami, atau wahai Rabbku). Karena mereka sangat mengharapkan makna yang khusus dari sifat rububiyah ini, sehingga isi doa mereka pun tidak lepas dari makna yang dijelaskan di atas.

PENGARUH POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA RABB

Mengimani rububiyah Allah Azza wa Jalla akan menumbuhkan dalam diri seorang Muslim keikhlasan dalam beribadah kepada -Nya dan ketundukan yang seutuhnya di hadapan -Nya. Hal ini disebabkan keimanan terhadap rububiyah Allah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengandung konsekuensi penetapan uluhiyah (penghambaan diri dengan ikhlas dalam ibadah) bagi Allah Azza wa Jalla.

Inilah yang ditunjukkan dalam firman Allah Azza wa Jalla:

قال الله تعالى: ﴿ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ وَلَن تَفۡعَلُواْ فَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِي وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُۖ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ٢٤ ﴾ [البقرة: 21] 

Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu (semata-mata), Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa [al-Baqarah/2:21].

إِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمۡ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ وَأَنَا۠ رَب﴿قال الله تعالى: ُّكُمۡ فَٱعۡبُدُونِ ٩٢  ﴾ [الأنبياء: 92] 

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Rabb-mu, maka beribadahlah kepada -Ku (semata-mata) [al-Anbiya/21:92].

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan hal penting ini dalam ucapannya: “… Inilah tanda (adanya) tauhid uluhiyah (penghambaan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla yang sempurna) dalam hati seorang hamba, dan pintu masuk (yang membawa) hamba ini (mencapai kedudukan ini) adalah tauhid rububiyah. Artinya: pintu masuk (untuk mencapai) tauhid uluhiyah adalah tauhid rububiyah.

Sesungguhnya yang pertama kali tertanam dalam hati (manusia) adalah (mengimani) keesaan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam rububiyah -Nya, kemudian (kedudukannya) meningkat kepada keimanan terhadap keesaan Allah Shubhanahu wa ta’alladalam uluhiyah -Nya. Sebagaimana hal inilah yang diserukan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam al-Qur’an, (yaitu) dengan (pengakuan) manusia terhadap tauhid rububiyah yang (mengandung konsekuensi) mengakui tauhid uluuhiyah. Allah menegakkan argumentasi kepada mereka dengan pengakuan mereka ini, kemudian Dia menyampaikan bahwa mereka sendiri yang menentang pengakuan mereka itu dengan menyekutukan -Nya dalam uluhiyah.

Maka dalam keadaan ini terwujudlah pada diri seorang hamba tingkatan:

قال الله تعالى: ﴿ بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ١ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٣ مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ ٤ إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥ ﴾ [الفاتحة : 1-5] 

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan [al-Fatihah/1:5].

Allah Shubhanahu wa ta’allaberfirman:

قال الله تعالى: ﴿ وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَهُمۡ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ ٨٧ ﴾ [الزخرف : 87] 

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka? niscaya mereka menjawab:"Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” [az-Zukhruf/43 :87].

Maksud ayat di atas, bagaimanakah mereka dapat dipalingkan dari mempersaksikan (kalimat) la ilaha illallah (tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah) dan dari penghambaan diri kepadanya semata, padahal mereka telah mempersaksikan bahwa tidak ada Rabb (penguasa dan pengatur alam semesta) dan tidak ada pencipta selain Allah Azza wa Jalla ?...”

Demikian pula beriman kepada rububiyah -Nya dengan benar akan membawa seorang hamba menuju tingkatan ridha kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagai Rabb, yang berarti ridha kepada segala perintah dan larangan -Nya, kepada ketentuan dan pilihan -Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan -Nya. Inilah syarat untuk mencapai tingkatan ridha kepada  -Nya sebagai Rabb secara utuh dan sepenuhnya. Dan ini merupakan ciri utama orang yang telah merasakan kemanisan dan kesempurnaan iman, sebagaimana dikatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah Shubhanahu wa ta’alla sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya dan (Nabi) Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rasulnya”.