2 kemukakan contoh pendekatan tadjribi dan irfani dalam membuktikan adanya zat yang Maha kuasa

Al-Malik (dibaca pendek mimnya, bukan Málik), dari segi bahasa berarti raja atau penguasa. Nama terbaik Allah SWT ini mengandung pengertian bahwa Allah SWT itu Maha Memiliki Kekuasaan, Kerajaan, dan Kepemilikan. Ketiga cakupan makna al-Malik jika dirujuk kepada makna dasarnya, yaitu mim-lám-káf, maka ini menunjukkan makna kekuatan dan kesahihan. Karena Maha Kuat dan tidak mungkin ada yang mengalahkan, maka Allah SWT Maha Kuasa, Maha Merajai, dan Maha Memiliki segalanya.

Kekuasaan dan kerajaan Allah SWT itu sempurna dan pasti tidak terbatas dan lintas batas (lintas waktu atau sepanjang masa, lintas umat dan bangsa, lintas agama dan budaya, lintas alam semesta, dan lintas segalanya). Kekuasaan-Nya itu Maha Tinggi, tidak dapat disentuh dan dipengaruhi oleh siapapun.

Oleh karena itu, sebagai hamba al-Malik (‘abd al-Malik), manusia harus bersikap rendah hati, tidak sombong, tidak semena-mena, dan tidak arogan dengan kekuasaan semu dan sementara yang dimilikinya, seperti kekuasaan politik, jabatan kementerian, kepemimpinan pada sebuah institusi, kepengurusan pada sebuah organisasi atau partai dan sebagainya. Karena Allah, al-Malik, adalah Pemberi sekaligus Pencabut kekuasaan makhluk-Nya, termasuk kekuasaan manusia yang bersifat duniawi. Selain itu, kekuasaan yang dimiliki manusia itu berpotensi menjadikannya mulia atau sebaliknya terhina.

Kekuasaan semu yang dimiliki manusia hendaknya menjadi sarana atau ladang berinvestasi kebaikan, sehingga menjadikannya mulia, bukan sebaliknya menjadi “aji mumpung” untuk memperkaya diri, melakukan korupsi berjamaah, menjadikan kementerian yang dipimpinnya sebagai “sapi perahan” atau ATM bagi partainya. Penyalahgunaan kekuasaan itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban dari al-Malik.

Perbuatan dan kekuasaan al-Malik tidak ada yang memintai pertanggungjawaban. Al-Malik tidak dikecam dan dicaci maki atas segala perbuatan dan kebijaksanaan-Nya. Sebaliknya manusia wajib mempertanggungjawabkan sikap dan perbuatannya di hadapan al-Malik, yang Maha Merajai dari perhitungan dan pembalasan amal manusia. Dengan demikian, mengimani Allah al-Malik hendaknya menyadarkan kita semua untuk memiliki tangung jawab yang tinggi, sehingga kita bersikap mawas diri dan hati-hati (bertakwa) memilih dan menentukan sikap dan perbuatan dalam hidup di dunia yang fana ini. Meneladani sifat al-Malik mengharuskan setiap Muslim untuk bersikap sami’na wa atha’na, menjadi hamba yang taat, takwa, shalih dan mushlih (reformis, selalu memperbaiki) kualitas hidupnya.

Sumber: Suara Muhammadiyah

b. mendalami Alkitabbacalah Markus 4 ayat 35 sampai 41 kemudian bacalah cerita di bawah inisuatu hari Yesus berbicara kepada orang banyak di tepi dana … u Galilea. ia menceritakan kepada mereka banyak kisah tentang kerajaan Allah. lalu orang banyak itu. dan Yesus merasa letih. kata Yesus kepada murid-muridnya mari kita mendayung ke seberang danau danau galilea terletak 230 m di bawah permukaan laut dana ini dikelilingi oleh bukit-bukit angin selalu bertiup ke daerah-daerah di sekitar danau sehingga kadang-kadang menyebabkan badan yang cukup hebat para murid naik perahu bersama Yesus mereka mengambil dayung lalu mulai mengayuh Yesus berbaring lalu ia tertidur namun tidak lama kemudian ketika mereka berada di tengah danau angin mulai bertiup makin lama tiupannya makin kencang ombak besar mulai menyembur ke dalam perahu perahu itu diombang-ambingkan ombak badai mengamuk hebat sekali para murid ketakutan mereka adalah nelayan yang berpengalaman mereka menghabiskan hidupnya dengan memancing di danau yang besar ini namun ketika badai menerjang mereka juga diliputi rasa takut Dan panik perahu itu hampir penuh dengan air dan mereka tidak dapat mendayung lagi tetapi Yesus tertidur lelap murid-murid berkata satu sama lain tidak lama lagi perahu ini akan penuh dengan air kita semua akan tenggelam akhirnya dengan berat hati mereka membangunkan Yesus kata mereka kepada Yesus Tuhan selamatkanlah kami kita semua akan tenggelam lihat badai itu Yesus membuka matanya ia melihat ombak besar ia mendengar angin menderu Yesus bertanya kepada murid-muridnya mengapa kau takut Yesus tidak takut ia berdiri di depan perahu itu angin bertiup kencang dan ombak mengguncang perahu itu tetapi Yesus tetap berdiri Yesus memandang ombak yang mengamuk itu kemudian ia memerintahkan angin berhenti bertiup dan ia memerintahkan ombak untuk diam seketika angin pun bersegera berhenti bertiup dan ombak berhenti mengamuk danau itu menjadi tenang sekali murid-murid saling berpandangan mereka berbisik satu sama lain Yesus sungguh hebat angin mematuhinya dan air di danau pun taat kepadanya.jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini1. hal apa yang paling berkesan bagimu setelah membaca cerita di atas? mengapa pesan itu muncul?2. apa yang menyebabkan murid-murid Yesus ketakutan?3. bagaimana cara Yesus meredakan angin ributtolong dijawab ya kakak-kakak aku kasih poin banyak............​

tolong dijawab ya kakak-kakak y yang pintar ² ku kasih nih poin banyak tapi harus dijawab no ngasalyes cari dari ALKITAB​

Apa yang terinspirasi atau prinsip dalam diri manusia sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua. Sebutkan dan berikan contohnya!​

Apa alesan coklat android = kit kat

Jelaskan maksud dari organisasi secara khusus

contoh fenomena sosial yang terjadi di masyarakat serta analisis menggunakan salah satu perspektif sosiologi !

fakta sosial mengenai pernikahan menggunkan perspektif sosiologi yaitu perspektif struktural fungsional

Jelaskan pula menurut pendapat anda,mengapa pada teori pemberian cap atau labelling,selalu melihat tindakan atau perbuatan seseorang yang terlanjur be … rperilaku menyimpang maka dia akan di cap menyimpang terus menerus walaupun dia berusaha untuk memperbaikinya​

fakta sosial mengenai pernikahan menggunkan perspektif sosiologi yaitu perspektif struktural fungsional

apa saja ciri ciri penyandang tuna netra dilihat dari fisik,akademis dan sosial emosionalnya​

DOI: //doi.org/10.51590/waraqat.v1i2.37

Keywords: implementasi,, filsafat, pendidikan Islam

Dalam kajian epistemologi Islam, sumber segala ilmu adalah Allah. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ayat-ayat Alquran yang menyatakan Allah sebagai pengajar atau guru. Menurut para ilmuwan Muslim, yang dikemukakan para filsuf Barat menyangkut cara-cara memperoleh pengetahuan tidak selengkap yang diinformasikan Allah dalam Alquran.Terdapat empat metode ilmiah yang diakui dalam dunia intelektual Islam, yaitu metode bayani (tafsir/takwil), metode burhani (logis), metode tajribi (observasi dan experiment) dan metode ‘irfani (intuisi).Metode bayanidigunakanoleh kaum mufasir untuk menggali ilmu dalam Alquran dan hadis, metode burhaniditerapkan kaum filsuf untuk memahami objek-objek non-fisik, metode tajribi diterapkan saintis untuk mengkaji objek-objek fisik dan metode ‘irfani diterapkan oleh sufi untuk menyaksikan objek-objek non-fisik.Metode bayani adalah metode yang menggunakan teks dalam memperoleh ilmu pengetahuan.Pertama, Epistemologi keilmuan dalam Islam jauh lebih lengkap daripada epistemologi dalam keilmuan Barat.Kedua, pendekatan-pendekatan keilmuaan yang digagas dan mulai dipraktekkan umat Islam belakangan ini seperti integrasi keilmuaan, integrasi-interkoneksi, pohon ilmu, transdisipliner merupakan kelanjutan dari sejarah epistemologi keilmuan di zaman keemasan Islam. Ketiga, terjadi ketimpangan umat Islam dalam menggunakan keempat epistemologi keislaman dalam menyikapi ilmu.Sehingga umat Islam sangat kaya dengan teks-teks keagamaan namun tertinggal dalam bidang ilmu-ilmu alam, sosial dan humaniora kontemporer.

Alquran al-Karim ‘Abd al-Baqi, Muhammad Fu’ad, Al-Mu’zam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur’an al-Karim, Kairo: Dar al-Hadis, 2007. Abdullah, M. Amin, Islamic Studies di perguruan tinggi: Pendekatan integratif-interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet 3, 2012. Al Rasyidin & Ja’far, Filsafat ilmu dalam tradisi Islam, Medan: Perdana Publishing, 2015. Az-Zahabi, Muhammad Husain, Al-Tafsir waal-Mufassirun, Kairo: Dar al-Hadis, 2005. Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo, Cet 12, 2013. Hanafi, Hassan, Studi Filsafat 1: Pembacaan Atas Tradisi Islam Kontemporer, Yogyakarta: LKiS, 2015. Humaidi, Paradigma Sains integratif Al-Farabi: Pendasaran Filosofis bagi Relasi Sains, Filsafat dan Agama, Jakarta: Sadra Press, 2015. Husaini, Adian, et. al, Filsafat Ilmu perspektif Barat dan Islam, Depok: Gema Insani, Cet 5, 2014. Nata, Abuddin, Sejarah sosial intelektual Islam dan institusi pendidikannya,Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012. Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar populer,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet 24,2013. Shihab, M. Quraish, Membumikan Alquran jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2010. Shihab, M. Quraish, Dia dimana-mana: “Tangan” Tuhan di balik setiap fenomena,Jakarta: Lentera Hati, Cet 6, 2008. Shihab, M. Quraish, Menabur pesan Ilahi; Alquran dan dinamika kehidupan Masyarakat, Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu: Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA