Akibat subsidi yang dikurangi oleh pemerintah

JAKARTA - Rencana pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk mengurangi secara bertahap alokasi subsidi energi di dalam APBN sangat disayangkan.

Ada beberapa hal yang harus disoroti dalam rencana Jokowi ini. Salah satunya tidak transparannya model perhitungan subsidi energi yang dilakukan pemerintah saat ini sehingga menimbulkan potensi “mark-up” atau kelebihan harga.

Hal ini juga akan mengurangi daya saing industri nasional dan meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok. Juga meningkatkan jumlah orang miskin serta melancarkan praktek liberalisasi sektor hilir migas.

“Seiring terjadinya peningkatan indeks gini 2001-2014 dari 0,32 menjadi 0,43, pengurangan subsidi energi dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan kaya-miskin di tengah rakyat,” jelas Sekjen FITRA Yenny Sucipto, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (9/1/2014).

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2015-2019 yang digagas pemerintahan Jokowi menyatakan akan meningkatkan kualitas belanja.

Antara lain melalui pengurangan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran, khususnya belanja subsidi energi melalui peningkatan harga BBM dalam negeri secara langsung di akhir tahun 2014 sehingga rasio subsidi energi turun dari 3,4 persen pada tahun 2014 menjadi 0,7 persen pada tahun 2019.

Selanjutnya, penghematan subsidi energi dialokasikan pada belanja modal, sehingga alokasi belanja modal naik dari 1,6 persen PDB tahun 2014 menjadi 3,9 persen pada tahun 2019 dan pengalokasian dana penghematan subsidi BBM serta pelaksanaan SJSN kesehatan dan ketenagakerjaan dalam bantuan sosial.

Apa yang dimaksud dengan subsidi? Simak penjelasannya berikut ini.

Istilah subsidi sudah sering kita dengar dalam kehidupan masyarakat, apalagi pada masa pandemi, Pemerintah seringkali memberikan subsidi kepada warga yang membutuhkan. Singkatnya, pengertian dari subsidi adalah bantuan atau intensif keuangan.

Agar memahami lebih dalam tentang apa itu subsidi dan unsur-unsurnya. Yuk simak artikel OCBC NISP di bawah ini dengan cermat!


Pengertian Subsidi

Pengertian dasarnya, subsidi adalah bantuan, intensif atau komoditas dari pemerintah yang diberikan kepada masyarakat, yayasan atau komunitas tertentu. Dalam bukunya berjudul Contemporary Economics, Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. mengemukakan bahwa subsidi adalah pembayaran oleh pemerintah untuk suatu rumah tangga atau badan usaha dengan maksud mencapai tujuan.

Namun demikian sebagai antuan atau sumbangan, subsidi dapat diberikan dalam berapa bentuk yaitu:

  1. Pemberian dana secara langsung aik dalam bentuk pinjaman, hibah, investasi, transfer uang maupun jaminan utang langsung.
  2. Hilangnya pendapatan pemerintah atau pemerasan pajak seperti keringanan pajak.
  3. Menyediakan barang atau jasa di luar infrastruktur publik atau membeli arang.
  4. Pemerintah melakukan pembayaran kepada mekanisme pendanaan atau memberikan wewenang kepada badan swasta untuk menjalankan fungsi pemerintah dalam menyediakan dana.
  5. Segala bentuk price support dan income adalah subsidi jika antuan itu dapat menghasilkan keuntungan.

Subsidi adalah kegiatan yang juga dapat diterapkan dalam perdagangan antar negara (internasional). Dimana berarti negara bisa memberi bantuan keuangan pada suatu perusahaan atau industri untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.


Jenis-jenis Subsidi

Pemerintah dapat memberikan subsidi secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakat, perusahaan ataupun yayasan. Lalu, apa beda dari dua jenis itu? Berikut penjelasannya.


Subsidi Langsung

Jika secara langsung, subsidi adalah hibah yang terdiri dari pemayaran dalam bentuk dana aktual kepada individu kelompok atau industri tertentu.

Subsidi langsung ini dapat bermanfaat bagi penerima karena mereka akan merasakan langsung manfaat dari uang tersebut. Selain itu mereka juga akan menikmati manfaat tidak langsung di bidang lain seperti lapangan kerja.

Contoh sederhana dari subsidi langsung adalah memberikan uang kepada pengusaha kecil untuk meningkatkan usahanya. Dengan bantuan ini mereka dapat mempekerjakan lebih banyak karyawan untuk dapat menghasilkan lebih banyak arang dari biasanya.


Subsidi Tidak Langsung

Sementara, secara tidak langsung, subsidi adalah suatu tunjangan memiliki nilai moneter yang telah ditentukan sehingga tidak terkait dengan pengeluaran sebenarnya.

Subsidi tidak langsung ini mencakup berbagai kebijakan untuk menurunkan harga barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat secara keseluruhan. Ini berarti penerima manfaat dapat membeli satu atau lebih produk dengan harga kurang dari nilai pasar.

Kebijakan subsidi tidak langsung ini biasa digunakan di sektor energi dan pangan. Contoh sederhananya adalah pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak yang juga dikenal sebagai produk premium.

Premium sendiri adalah bahan bakar minyak yang disubsidi langsung oleh pemerintah. Dengan bahan akar murah ini diharapkan dapat membantu lebih banyak orang untuk biaya transportasi sehari-hari.


Manfaat dan Tujuan Subsidi

Dalam kacamata ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga yang menyebabkan meningkatnya pengeluaran. Selain itu, ada pula beberapa manfaat dari diberlakukannya subsidi adalah sebagai berikut.

  • Subsidi dapat membantu menurunkan harga barang atau jasa di bawah harga normal.
  • Menerapkan subsidi raat kepada masyarakat miskin akan memenuhi kebutuhan sehari-hari. mereka dan situasi ekonomi secara bertahap akan membaik.
  • Menjaga daya beli warga.
  • Meningkatkan produksi barang dan jasa yang lebih berdaya saing dari arang luar negeri.
  • Mencegah keangkrutan para pelaku usaha yang merasa tidak aman dalam berbisnis.

Dampak dari Subsidi Pemerintah

Tiap-tiap kebaikan selalu memiliki sisi positif dan negatif, begitu pula dengan adanya subsidi. Berikut beberapa dampak negatif sekaligus positif dari subsidi.


Dampak Negatif

Dampak-dampak negatif dari subsidi adalah sebagai berikut:

  • Subsidi dapat menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Sea konsumen hanya akan membayar suatu produk atau jasa dengan harga dibawah pasar. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan boros dalam mengkonsumsi barang bersubsidi.
  • Subsidi dapat menguah harga dan subsidi besar yang digunakan semata-mata untuk program populis tidak sampai ke inti masalah.
  • Subsidi mungkin tidak dihargai oleh penerima manfaat
  • Subsidi dapat mengganggu pasar dan menyebabkan biaya ekonomi yang besar
  • Membunuh pesaing dan dalam hal ini wilayah Sektor swasta akan dirugikan.

Dampak positif

Sedangkan, dampak positif dari adanya subsidi adalah sebagai berikut.

  • Membantu meningkatkan kualitas perekonomian suatu negara.
  • Membantu masyarakat erpenghasilan rendah memenuhi keutuhan ekonominya.
  • Pencegahan kebangkrutan perusahaan.

Pengaruh Subsidi dalam Perekonomian

Dalam dunia perekonomian, pengaruh paling besar subsidi adalah berhubungan dengan intervensi pasar oleh pemerintah. Program subsidi ini sangat mempengaruhi harga pasar, termasuk juga perkembangan dan kegiatan ekonomi di beberapa industri.

Sehingga, hal ini juga berdampak pada kesejahteraan sosial. Adanya subsidi juga dilakukan untuk menyamaratakan kedudukan serta memenuhi kebutuhan masyarakat.


Contoh Subsidi di Berbagai Bidang

Sobat OCBC pasti cukup sering mendengar istilah subsidi dalam berbagai bidang, atau bahkan sudah pernah memanfaatkannya. Berikut beberapa contoh subsidi.

  1. Layanan Kesehatan
    Pada layanan kesehatan, contohnya pemerintah biasanya akan memberikan bantuan dana atau pembayaran rumah sakit kepada masyarakat yang tergabung dalam kartu sehat. Sehingga, masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang dalam jumlah banyak sekaligus.

  2. Perumahan
    Anda pasti cukup sering mendengar istilah rumah subsidi. Ya, itu adalah rumah yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan ekonomi kurang mencukupi, sehingga pemerintah membantu dalam pembeliannya.

  3. Ekspor
    Untuk meningkatkan nilai ekspor di Indonesia, pemerintah tak segan memberikan subsidi kepada suatu perusahaan dalam melakukan aktivitas ekspor.

  4. BBM
    Subsidi bbm adalah subsidi yang diberikan oleh pemerintah berupa bahan bakar dengan harga murah, contohnya yaitu, premium.


Nah, itulah penjelasan mengenai pengertian, tujuan dan contoh subsidi. Subsidi merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mensejahterakan warganya dengan tujuan mengurangi harga dan meringankan pengeluaran.


Baca Juga:

Makalah (Laporan Akhir) berjudul "Dampak Penghapusan Subsidi BBM di Wilayah Jakarta, Indonesia" menganalisis dampak dari usulan pengurangan dan penghapusan subsidi BBM di wilayah Jakarta terhadap biaya hidup dan daya beli masyarakatnya, terutama mereka yang berada pada Kelompok Berpendapatan Rendah. Laporan ini bertujuan untuk membantu pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam mengembangkan program-program yang sesuai guna mendukung mereka yang akan menanggung dampak negatif dari pengurangan atau penghapusan subsidi BBM. Selain itu, studi ini akan mengestimasi pula potensi penurunan beban subsidi BBM pada APBN dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai dampak dari pelaksanaan kebijakan untuk menghapus subsidi.


Akhir-akhir ini sektor energi nasional terus menghadapi tantangan dalam penggunaan bahan bakar berbasis fosil karena meningkatnya tren yang kuat dalam konsumsi energi, terutama untuk keperluan transportasi dan mobilitas penduduk di wilayah Jakarta. Pada saat yang sama, produksi minyak bumi dalam negeri masih belum bisa memenuhi permintaan energi ini, terlebih lagi, kapasitas jalan di Jakarta telah mencapai titik jenuh, belum lagi ditambah dengan masalah polusi dan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya menyebabkan tingkat kemacetan akut yang mengkhawatirkan.

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah pusat telah mengembangkan kebijakan untuk mengurangi dan bahkan lebih jauh lagi menghapuskan subsidi pada jenis bahan bakar utama seperti bensin dan solar. Namun, disadari bahwa dampak negatif dari kebijakan tersebut akan ditanggung oleh masyarakat Jakarta dan sekitarnya, terutama mereka yang berada dalam kelompok masyarakat berpendapatan rendah.


Pemerintah Jakarta pada akhir 2013 dan awal 2014 telah mengusulkan kebijakan pengurangan sebagian atau menghapus seluruh subsidi BBM di wilayah Jakarta, dalam rangka mendorong tingkat penggunaan angkutan umum yang lebih tinggi. Dengan memotong subsidi maka pemilik kendaraan pribadi terpaksa harus membeli bahan bakar dengan harga non subsidi, sehingga meningkatkan biaya perjalanan mereka. Untuk mengurangi biaya perjalanan mereka, diharapkan mereka berpikir untuk beralih ke penggunaan transportasi umum dan meninggalkan kendaraan pribadi mereka di rumah. Pemerintah Jakarta kemudian mengusulkan juga penggunaan hasil penghematan subsidi BBM untuk diinvestasikan dalam proyek-proyek infrastruktur, seperti MRT, monorel, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), dan prioritas lainnya.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah:

  1. Menilai dampak dari usulan pengurangan atau penghapusan subsidi BBM di wilayah Jakarta,dengan kemungkinan perluasan analisa dampak ke daerah sekitar Jakarta yaitu: Bogor, Depok,Tangerang dan Bekasi (Bodetabek), terutama pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah,untuk menganalisis dampak pengurangan atau penghapusan subsidi BBM di wilayah Jakarta pada APBN, dan mengestimasi potensi pengurangan emisi gas rumah kaca akibat potensi pengurangan penggunaan kendaraan pribadi;
  2. Mengusulkan rekomendasi kebijakan dalam upaya meminimalkan dampak negatif dari pengurangan atau penghapusan subsidi BBM pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan potensi penggunaan dari penghematan anggaran karena kebijakan tersebut.

Dalam hal metodologi, studi ini secara mendasar menggunakan pendekatan Benefit Impact Analysis (BIA) dari kebijakan pengurangan atau penghapusan subsidi BBM melalui pemetaan hubungan antara subsidi BBM dari Pemerintah pusat yang dialokasikan di daerah Jakarta dengan distribusi tingkat pendapatan rumah tangga berdasarkan analisis Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). SUSENAS adalah serangkaian survei sosial ekonomi tahunan berskala besar dan dapat digunakan untuk multitujuan yang dimulai sejak tahun 1963-1964. Sejak tahun 1993 SUSENAS telah menggunakan sampel berskala nasional yang berjumlah 200.000 rumah tangga.

Kuesioner inti SUSENAS dirancang untuk mewakili populasi hingga ke tingkat kabupaten/kota dan karenanya sangat sesuai untuk digunakan dalam analisis BIA ini sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis apakah subsidi BBM yang awalnya diklaim untuk membantu orang miskin telah sesuai dan tepat tepat sasaran, ataukah masih membutuhkan pembuktian lebih detail. Hal ini penting untuk dicatat, karena dengan alasan keterbatasan ketersediaan data dalam SUSENAS, penelitian ini terpaksa membatasi definisi bahan bakar hanya dalam bentuk bensin (premium) dengan mengecualikan konsumsi terhadap diesel/solar, minyak tanah; dan konsumsi LPG. Namun demikian, data aktual memang memperlihatkan bahwa pengeluaran BBM didominasi untuk konsumsi masyarakat terhadap bensin.

Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah:

  1. Menurut klasifikasi rumah tangga di Jakarta dengan 5 tingkat kelompok pendapatan, pengeluaran per kapita untuk kelompok masyarakat berpendapatan terendah (termiskin) diestimasikan hanya kurang dari setengah juta rupiah per tahun; sementara, pengeluaran per kapita kelompok masyarakat terkaya adalah sekitar 5,5 kali lebih tinggi. Kesenjangan ini bahkan lebih lebar lagi ketika kita menggunakan perbandingan rasio pengeluaran per kapita (Rp/bulan) dengan estimasi bahwa setiap individu dari kelompok terkaya rata-rata mengkonsumsi 8,8 kali lebih banyak daripada individu dalam kelompok termiskin.
  2. Jumlah konsumsi bahan bakar dari kelompok terkaya adalah sekitar 8 (delapan) kali lebih tinggi dari kelompok termiskin. Selain itu, pengeluaran bahan bakar dari rumah tangga meningkat sesuai kelompok pendapatan dalam arah yang sama dengan total pengeluaran tetapi dengan tingkat progresivitas yang lebih tinggi.

  3. Porsi pengeluaran bahan bakar kelompok terkaya terhadap total pengeluaran sedikit lebih tinggi daripada kelompok termiskin karena sebagai orang kaya mereka memiliki lebih banyak akses pada kepemilikan kendaraan serta pengoperasiannya. Karena pengeluaran bahan bakar dikategorikan sebagai pengeluaran non-makanan dan kontribusi komoditas non-makanan terhadap tingkat inflasi dan kemiskinan di Jakarta akhir-akhir ini menjadi lebih besar, penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok pendapatan termiskin jelas menjadi pihak yang paling menderita kerugian akibat kenaikan inflasi.

  4. Distribusi subsidi energi di Jakarta lebih dinikmati oleh kelompok terkaya, jauh di atas kelompok termiskin. Rumah tangga termiskin memang menerima jumlah subsidi secara penuh karena mereka tidak mengkonsumsi bahan bakar non-subsidi seperti pertamax. Namun, rumah tangga terkaya di Jakarta masih mendapatkan keuntungan dari subsidi lebih besar dari rata-rata subsidi premium yang dinikmati semua kelompok rumah tangga karena sebagian besar dari mereka masih mengkonsumsi premium. Besaran subsidi premium yang dimanfaatkan oleh kelompok terkaya terestimasi 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah subsidi yang dinikmati oleh kelompok termiskin.

  5. Kelompok pendapatan termiskin menerima dampak negatif langsung dari kenaikan harga BBM karena lebih rendahnya daya beli mereka dibandingkan dengan kelompok lain. Dampak langsung yang negatif ini bahkan terlihat jauh lebih buruk karena kecenderungannya adalah regresif terhadap kelompok terkaya. Dengan membandingkan dampak kenaikan porsi belanja bahan bakar terhadap pengeluaran non-makanan, kelompok termiskin jelas lebih menanggung beban dalam hal pengeluaran non-makanan dibandingkan mereka yang lebih kaya, karena kenaikan harga BBM mengakibatkan berkurangnya porsi belanja kelompok termiskin untuk pendidikan dan kesehatan mereka.

  6. Ketika tingkat inflasi diperhitungkan untuk mengestimasi dampak menengah dan jangka panjang dari kebijakan pengurangan sebagian atau penghapusan subsidi, penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok termiskin menjadi lebih tidak diuntungkan karena seperti yang digambarkan dalam analisis dampak langsung, kelompok terkaya masih akan tetap menanggung biaya yang relatif rendah dalam kaitannya dengan kapasitas belanja dan daya beli mereka.

  7. Dengan asumsi semua factor lain konstan, simulasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi bahan bakar dengan cara menaikkan harga BBM akan mengurangi emisi karbon dengan potensi jumlah yang signifikan, serta menghemat besaran APBN yang tadinya dialokasikan untuk subsidi BBM di Jakarta.

  8. Analisa progresivitas dari subsidi BBM pada tingkat konsumsi rata-rata rumah tangga di Jakarta memberikan gambaran yang lebih meyakinkan bahwa subsidi BBM akan tetap paling menguntungkan kelompok kaya, bahkan dengan kebijakan untuk menetapkan subsidi BBM dalam jumlah tetap per liter bahan bakar yang dikonsumsi sekalipun. Hal ini terjadi karena kelompok terkaya mengkonsumsi bahan bakar jauh lebih besar dibandingkan kelompok termiskin, subsidi BBM per liter dalam jumlah tetap masih akan menguntungkan orang kaya dimana porsi subsidi BBM yang dinikmati adalah hampir 4 (empat) kali lipat lebih besar daripada yang dinikmati oleh kelompok termiskin.

  9. Harga BBM premium bersubsidi di Jakarta yang lebih tinggi akan meningkatkan angka kemiskinan dan memperburuk ketimpangan pendapatan. Namun, tingkat pertumbuhan kemiskinan yang akan terjadi tidak setinggi klaim dari berbagai pihak pendukung kebijakan subsidi BBM, diestimasikan bahwa angka kemiskinan di Jakarta hanya tumbuh kurang dari 1%. Di sisi lain, simulasi dari penelitian ini juga mengindikasikan bahwa ketimpangan pendapatan di Jakarta (dengan simulasi koefisien Gini) pada kenyataannya, justru akan sedikit membaik jika subsidi BBM yang sebenarnya menguntungkan kelompok terkaya dikurangi atau dihilangkan sama sekali.

Rekomendasi utama dari penelitian ini adalah:

  1. Solusi jangka pendek dan menengah untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM di Jakarta adalah memperbaiki dan meningkatkan sistem transportasi masal yang sudah ada (busway, KRL, dll) dan mengembangkan mode transportasi massal lain yang lebih maju, terintegrasi, terjangkau, serta ramah lingkungan Solusi ini akan lebih efektif jika dilengkapi pula dengan reformasi kebijakan energi dan pengembangan energi alternative seperti Bahan Bakar Gas Cair, Bio-Diesel, Methanol beserta fasilitas pendukung dan peraturannya.
  2. Sebagai suplemen untuk rekomendasi (1), kesadaran masyarakat harus ditumbuhkan untuk mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi kepada angkutan umum. Hal ini perlu melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan berbagai elemen masyarakat mulai dari lembaga pendidikan, lembaga/organisasi masyarakat, termasuk Dewan Transportasi Jakarta, dan lain-lain untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan tentang penggunaan transportasi umum.
  3. Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif untuk mempengaruhi perilaku masyarakat Jakarta; baik pelaku bisnis maupun pekerja sehingga mereka akan melakukan kegiatan ekonomi mereka dengan cara yang lebih ramah lingkungan.

  4. Memaksimalkan program utama pelayanan publik dasar di Jakarta: kesehatan, pendidikan, dan perumahan, yang akan mampu menyediakan jaring pengaman dari dampak negatif kenaikan harga BBM yang potensial mengurangi tingkat daya beli dan meningkatkan tingkat kemiskinan di masyarakat.

  5. Mengoptimalkan kerjasama eksisting dan bekerja sama dengan daerah otonom lainnya yang berbatasan dengan area Jakarta (Jabodetabek) dalam harmonisasi peraturan dan kebijakan yang terkait dengan upaya pengendalian inflasi dan kependudukan.

  6. Mengoptimalkan penerimaan pajak penghasilan pribadi di Jakarta terutama di kelompok terkaya dan tingkat penghasilan menengah; dan dari pajak pertambahan nilai yang tinggi bagi barang dan jasa yang secara langsung terkait dengan konsumsi bahan bakar, serta pajak daerah yang sangat menekankan pembebanan bagi kegiatan konsumsi atau produksi masyarakat yang menghasilkan eksternalitas negatif.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA