Alam semesta dan seisinya merupakan ciptaan

Profetik UM Metro – Allah SWT berfirman: ” Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (Al Baqarah ayat 29).

Setelah kita bahas bagaimana Allah SWT menghidupkan dan mematikan manusia, sebagai dalil bagaimana kuasa Allah SWT menciptakan manusia sebagai mikrokosmos di bumi. Sebagai makhluk yang memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lainya, yang memiliki proses spesial dengan dua kematian dan dua kehidupannya.

Surat Al Baqarah ayat 29 ini menunjukkan bagaimana Allah SWT menciptakan makluk Makrokosmos, yaitu langit dan bumi. Ayat tersebut sangat jelas siapa pencipta alam semesta, bukan alam yang wujud dengan sendirinya apalagi kebetulan.

Penegasan akan siapa pencipta alam semesta ini akan menggetarkan hati dan fikiran orang-orang yang logika imaniyahnya aktif, bagi mereka yang logika imanya pasif mungkin mati, maka dia akan selalu membangun keraguan dengan dalih pengetahuan dirinya, dengan rasionalitas inderawi dan keterbatasan fikiranya. Sehingga melahirkan sebuah teori materialisme.

Materialisme merupakan salah satu aliran dalam ilmu filsafat yang dikembangkan oleh para filosof Yunani Kuno. Materialisme adalah aliran yang memandang bahwa segala sesuatu adalah realitas, dan realitas seluruhnya adalah materi belaka. Menurut teori ini, alam semesta sudah ada sejak waktu yang tak terbatas.

Menurut penganut paham materialisme, alam tidak memiliki awal maupun akhir.  Teori ini juga menyakini bahwa alam semesta tidak diciptakan, tetapi ada dengan sendirinya. Segala sesuatu dalam alam semesta hanyalah peristiwa kebetulan atau ketidaksengajaan dan bukan merupakan hasil dari sebuah rancangan atau visi yang disengaja.

Teori ini diagung-agungkan para materialis di abad ke-19, termasuk Ludwig Freuerbach (1804-1872). Menurut pendapatnya, hanya alamlah yang ada, manusia juga termasuk alam. Dia menganggap bahwa jiwa ada setelah materi, jadi psikis manusia merupakan salah satu gejala dari materi yang ada.

Kaum materialis juga mengingkari adanya the ultimate nature of reality (realitas tertinggi atau Yang Mutlak). Mereka menganggap bahwa doktrin alam semesta yang digambarkan oleh sains merupakan materialisme sederhana.

Teori alam semesta tercipta secara kebetulan ini terbantahkan oleh lahirnya teori ledakan besar atau big bang. Teori Ledakan Besar mengungkapkan bahwa alam semesta termasuk bumi dan isinya itu terbentuk dari sebuah ledakan besar. Teori ini menyatakan adanya “awal atau permulaan” pada alam semesta yang disebabkan oleh Big Bang. Kalau alam semesta itu memiliki permulaan, maka tentu saja ada yang menciptakannya yakni Tuhan, Sang Pencipta semesta alam.

Teori big bang hanyalah sebuah analisa ilmiah manusia yang mendasari logika fikirnya, akan impossibility alam semesta tanpa pencipta. Sehingga disimpulkan bahwa alam semesta ada yang menciptakan yaitu Tuhan. Sedangkan teori ini dicetuskan pada tahun 1929 oleh Edwin Hubble. Artinya dialektika alam semesta ini belum lama terkuak oleh IPTEKS. Akan hakikatnya Al Qur’an sudah menjawab berbagai keraguan Manusia, bahkan menjawab kegelisahan Nabi Ibrahim saat itu. Maka orang beriman adalah manusia yang cerdas, dia hanya akan berfikir sederhana, dan memiliki kebenaran mutlak. Meyakini apa kata Al Qur’an, kemudian menggali makna dan pengetahuannya.

Jawaban dialektika Makrokosmos tersebut salah satunya dalam surat Al Baqarah ayat 29, bahwa Allah menciptakan Bumi dan isinya, baru kemudian menciptakan langit dan menyempurnakan dengan tujuh lapis. Dan mengakhiri bahwa Allah memiliki kehendak tak terbatas.

Sehingga dapat diambil beberapa kesimpulan, bahwa:

Yang pertama, Allah Zat Yang Mampu Mencipta.

Kadang saya berfikir, begitu sulitnya manusia mengakui bahwa Allah SWT adalah pencipta langit dan bumi. Atau begitu sombongnya manusia yang kecil tak berkemampuan melawan Allah SWT yang menciptakan alam semesta? Manusia yang mungkin kemampuan maksimalnya hanya membeli pulau atau sebuah negara, misal orang terkaya di dunia mampu membeli sebuah negara, dan dia akan menguasainya. Tetapi sampai kapanpun dia tidak akan mampu menciptakan alam semesta. Apalagi kita yang hanya memiliki sebidang tanah, dan harta terbatas, berani dengan sombongnya melawan atau meniadakan Allah SWT.

Atau manusia yang paling cerdas, dengan kecerdasannya ribuan teori dia temukan, itupun tidak akan mampu menciptakan alam semesta, apalagi menguasainya.

Sebagaimana Stephen Hawking yang begitu bangganya dengan ilmu pengetahuan, mengatakan: Sebelum kita memahami ilmu pengetahuan, wajar saja untuk percaya Tuhan menciptakan alam semesta. Namun saat ini, ilmu pengetahuan menawarkan penjelasan yang lebih meyakinkan. Yang saya maksud soal ‘kita akan tahu isi pikiran Tuhan’ adalah kita bisa mengetahui semua yang Tuhan ketahui, apabila ada Tuhan. Yang sebenarnya (Tuhan) tidak ada. Saya adalah seorang ateis,.

Dia menganggap ilmu pengetahuan manusia bisa melampaui Tuhan, dan bagi ilmuwan adalah kebodohan jika percaya Tuhan. Tapi pagi ini tersenyum tipis, karena Hawking meninggal dunia, mengapa dia tidak menemukan sesuatu yang dirinya kekal, dan menguasai alam semesta.

Bagi insan profetis, tidak perlu berfikir serumit Hawking, berfikir saja berawal bahwa alam semesta diciptakan Allah, kemudian fikirkan detailnya alam semesta, sampai penjuru langit dan bumi tidak ada masalah, selama jangan menggugat Zat Allah.

Yang kedua, Bumi diciptkan lebih awal dari langit.

Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai ciptaan-Nya dengan menciptakan bumi, kemudian menciptakan tujuh lapis langit. Memang demikianlah cara membangun sesuatu, yaitu dimulai dari bagian bawah, setelah itu baru bagian atasnya.

Akan tetapi hakikatnya, ayat ini dalam prespektif fungsional bumi yang lebih mudah dimanfaatkan oleh manusia dibandingkan langit. Jika secara urutan maka langit akan lebih dahulu dibandingkan bumi, karena banyak ayat yang menyebutkan hal itu.

Sains modern menyatakan , Jika dibandingkan dengan umur bumi yang diperkirakan mencapai 4,5 miliar tahun, alam semesta jauh lebih tua dan diperkirakan mencapai usia 15 miliar tahun. Sementara keberadan manusia di bumi baru mencapai hitungan jutaan tahun seperti manusia purba di Sangiran dan Flores. Jadi keberadan manusia di bumi belum seberapa jika dibandingkan dengan umur bumi yang sudah begitu tua.

Sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, Alquran telah menerangkan awal kejadian alam semesta, di mana dahulunya berupa gas dan seluruh benda langit di alam semesta dahulunya adalah satu.

ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ

“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.” (QS Fusshilat: 11).

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS Al Anbiya: 30).

Alquran juga menerangkan kalau langit dan bumi diciptakan dalam enam periode.

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ

“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari,” (QS Hud: 7).

Dialektika permulaan penciptaan memang menarik, bahkan di dalam Al Qur’an sendiri seakan berbeda, itulah indahnya Al Qur’an, yang mengaktifkan nalar dialektika imaniah manusia, apakah kita akan tetap beriman tanpa ragu, kemudian mengkajinya, atau meragukanya?

Ada kesimpulan menarik Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai masalah ini, lalu ia menjawab bahwa bumi diciptakan sebelum langit, dan sesungguhnya bumi baru dihamparkan hanya setelah penciptaan langit. Hal yang sama dikatakan pula bukan hanya oleh seorang ulama tafsir terdahulu dan sekarang.

Dalam tafsir surat An-Nazi’at yang garis besarnya menyatakan bahwa penghamparan bumi yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya, Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi’at: 30-32) Artinya, semua yang terkandung di dalam bumi dikeluarkan secara paksa hingga menjadi kenyataan. Setelah Allah selesai dari penciptaan bumi dan langit, lalu Allah menghamparkan bumi dan mengeluarkan segala sesuatu yang tersimpan di dalamnya, yaitu air. Berkat air itu tumbuhlah berbagai macam tetumbuhan yang beraneka ragam jenis. bentuk. dan warnanya. Demikian pula tata surya, semuanya beredar, terdiri atas bintang-bintang yang tetap dan bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya.

Ketiga, Langit disempurnakan dengan tujuh lapis.

Dalam ayat tersebut Allah setelah menciptakan bumi menuju penciptaan langit, dan menyempurnakannya dengan

Penciptaan tujuh langit ini diisyaratkan tersusun secara berlapis-lapis, sesuai dengan ungkapan pada ayat ini, yaitu bertingkat-tingkat. Ini menandakan bahwa tujuh langit yang dicipta tidak bertumpuk, tetapi terdapat jarak antara yang satu dengan lainnya.

Ilmu pengetahuan memahami tujuh langit berlapis-lapis hanya berhenti pada konsepsi langit atmosfir yang terdiri dari tujuh lapis. Di antaranya,  Troposfer, Stratosfer, Ozonosfer, Mesosfer, Termosfer, Ionosfer, dan Eksosfer.

Akan tetapi hakikatnya tujuh langit kita belum mengetahui. Karena dalam bahasa Arab angka tujuh adalah menunjukkan sesuatu yang banyak, sehingga para mufasir menjelaskan bahwa galaksi yang begitu banyak adalah maksud tujuh lapis, dan bintang-bintang yang banyak pun dimaksudkan tujuh lapis. Disinilah wilayah akal manusia untuk mempelajari dan meneliti agar mampu memahami ilmu Allah SWT yang sangat luas.

Keempat, unlimited power of Allah SWT.

Allah SWT adalah Zat Yang Maha Berkehendak, ‘ala kulli syai’in qadiir. Sifat Allah ini hakikatnya menjawab semua masalah, dialektika Makrokosmos dan mikrokosmos, dialektika tujuh langit tujuh bumi, apakah bumi atau langit dahulu yang diciptakan. Karena Allah SWT memiliki kehendak. Akan tetapi ada sunnatullah yang memang bersifat imutable dan konstan, yang dapat difahami, diteliti dan dikaji oleh manusia. Akan tetapi ini tidak menutup kehendak Allah yang kapanpun akan merubahnya.

Contoh api secara sunnatullah adalah panas, akan tetapi kejadian Nabi Ibrahim membuat api berenergi dingin. Matahari terbit dari timur, suatu saat akan berubah terbit dari barat. Disinilah letak sisi tauhid, ketika manusia yakin Allah berbuat sesuai kehendak Nya, tidak ada satu makhluk pun yang mengikat dan mempengaruhi ya.

Kehendak ini mutlak, sehingga kita sangat bangga ber Tuhan kepada Allah SWT, Tuhan yang tidak ada pengikatnya, tidak di atur makhluk Nya dan tidak memiliki kelemahan sedikitpun. Karena banyak manusia yang mengkonsepsikan Tuhan seperti manusia, bahkan benda mati. Sehingga terasa janggal dan tidak ada kebanggaan ber Tuhan denga Nya.

Pesan profetis yang dapat kita fahami adalah para-Nabi mengajar kan akan Allah SWT sejak zaman nabi Adam sampai Nabi Muhammad Saw, agar manusia memiliki keyakinan dan pengetahuan akan Allah SWT. Karena sifat manusia yang selalu ragu bahkan ingkar. Maka insan profetis akan selalu mengenalkan Allah kepada manusia.

Seri Bahagia dengan Al-Qur’an!
Penulis: Dr. M. Samson Fajar, M.Sos.I. (Dosen FAI UM Metro)