Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum

Zaman mesolitikum adalah salah satu periode zaman prasejarah, yaitu zaman batu di mana manusia masih menggunakan batu sebagai alat dalam kegiatan sehari – harinya.

Zaman mesolitikum sendiri disebut dengan zaman batu tengah dan terjadi pada masa holsen sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum
Ilustrasi Zaman Mesolitikum

Secara harfiah, kata mesolitikum berasal dari bahasa Yunani “Mesos” yang artinya tengah dan “Lithos” yang berarti batu.

Oleh karena itu, zaman mesolitikum ini dikenal juga sebagai zaman batu pertengahan atau batu madya, yaitu zaman transisi antara zaman paleolitik dan neolitik.

Pada zaman mesolitikum ini, perkembangan budayanya sangat cepat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya sebagai berikut:

  • Keadaan alam pada masa ini relatif lebih stabil sehingga manusia dapat hidup dengan keadaan yang lebih tenang sehingga dapat mengembangkan kebudayaan mereka.
  • Manusia pendukung kebudayaan mesolitikum yaitu homo sapiens yang lebih cerdas dari sebelumnya.

Kehidupan di zaman mesolitikum mulai menetap dan membangun tempat tinggal yang semi permanen dan mereka juga mulai bercocok tanam meskipun dengan cara yang masih sederhana. Sedangkan tempat yang biasanya dipilih sebagai tempat tinggal umumnya berlokasi di:

  • tepi pantai (kjokkenmoddinger)
  • goa-goa (abris sous roche)

Sehingga di lokasi lokasi tersebut banyak ditemukan peninggalan peninggalan kebudayaan manusia pada zaman itu, seperti kapak genggam sumatra (sumatralith pebble culture), flake (flakes culture) di daerah toala, alat dari bahan tulang (bone culture) di sampung.

Ciri-ciri Zaman Mesolitikum

Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum

Tentunya zaman mesolitikum ini memiliki karakteristik sendiri agar kita dapat lebih mudah mengenalnya, diantaranya sebagai berikut:

  1. Sudah tidak lagi nomaden atau sudah memiliki tempat tinggal yang semi permanen seperti di gua, dan di pantai.
  2. Telah memiliki kemampuan untuk bercocok tanam meskipun masih menggunakan cara yang sederhana.
  3. Sudah dapat membuat kerajinan dari gerabah.
  4. Masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
  5. Alat alat yang dihasilkan hampir sama dengan zaman palaeolithikum yaitu alat alat yang terbuat dari batu dan masih kasar.
  6. Ditemukannya sampah dapur yang disebut kjoken mondinger.

Peralatan Zaman Mesolitikum

Berikut ini alat-alat pada zaman mesolitikum:

  1. Pebble Sumatra (kapak genggam sumatra)

Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum

Kapak genggam Sumatra ditemukan oleh PV VAN Stein Callenfels pada tahun 1925, ia melakukan penelitian di bukit kerang dan akhirnya ditemukanlah kapak ini. Bahan bahan untuk membuat kapak tersebut adalah batu kali yang dipecah pecah.

  • Hachecourt (kapak pendek)

Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum

Selain pebbel diatas, dr. PV VAN Stein Callenfels juga menemukan kapak pendek (hachecourt) di dalam bukit kerang. Namun panjangnya berbeda dengan pebble, kapak ini lebih pendek. Oleh karena itu alat ini disebut sebagai Hachecourt.

Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum

Alat pipisan ini merupakan batu batu penggiling beserta dengan landasannya. Selain dapat digunakan untuk menggiling makanan, batu ini juga digunakan untuk menghaluskan cat merah yang berasal dari tanah merah.

Peninggalan Zaman Mesolithikum

Berikut beberapa kebudayaan peninggalan zaman mesolithikum, diantaranya yaitu: 

Alat-alat yang digunakan pada zaman Mesolitikum

Abis Sous Roche pertama kali diselidiki oleh Dr. Van Stein Callenfels pada tahun 1928-1931 di goa Lawa. Di goa ini ditemukan banyak alat-alat pada zaman mesolitikum.

Abris sous roche dapat dikatakan sebagai goa yang menjadi tempat tinggal para manusia purba zaman mesolitikum pada saat itu. Goa ini digunakan sebagai rumah atau tempat berlindung dari cuaca dan binatang buas.

2. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark, “kjokken” yang artinya dapur dan “modding” artinya sampah, sehingga kjokkenmoddinger dapat diartikan fosil yang berupa timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput mencapai ketinggian ± 7 meter.

Pada tahun 1925 dr. P.v. Van Stein Callenfels melakukan penelitian pada kjokkenmoddinger. Hasilnya, ia menemukan kapak genggam baru yang sebelumnya belum ada di zaman paleolitikum.

Penemuan ini juga menjadi bukti bahwa manusia purba sudah mulai menetap atau sudah tidak nomaden lagi. Karena kebanyakan fosil ini ditemukan disepanjang tepi pantai Timur Sumatera, antar daerah medan hingga langsa.

Baca juga:  Senam Ketangkasan: Aturan, Teknik-Teknik Dasar dan Manfaatnya

3. Sampung Bone Culture

Peninggalan yang sebagian besar ditemukan adalah alat yang terbuat dari tulang maka oleh para arkeolog sehingga disebut sebagai sampung bone culture.

Van Steil Callenfels menemukan banyak sekali peralatan yang terbentuk dari tulang-belulang manusia dengan terdapat tanda cat merah dan tanduk binatang.

Selain itu, dinding pada goa di masa itu, dan tempat kuburannya, memiliki gambar lukisan yakni proses pemburuan babi dan terdapat cap 5 jari berwarna merah.

Warna merah ketika itu menunjukkan kesedihan, berduka, kesusahan, dan mengalami sebuah hal yang tak menyenangkan.

4. Bacson-Hoabinh

Bacson hoabinh merupakan kebudayaan yang ditemuka di dalam bukit-bukit kerang dan gua di Indo-china, sumatera timur, dan melaka. Terdapat alat seperti batu giling yang ditemukan di gua itu.

Peninggalan ini cukup unik, yang mana jika ada orang yang meninggal, mayatnya diposisikan dengan posisi berjongkok kemudian diberi cat warna merah. Tujuan pemberian cat tersebut beranggapan bahwa “supaya mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup”

Di kebudayaan Bacson – Hoabinh ini membentuk 1 kapak dan tanduk yang asalnya dari tulang manusia yang sudah dengan diberi tanda cat merah serta tanduk hewan buruan dengan dijadikan sebagai bahan makanan.

5. Toala

Hasil dari peninggalan kebudayaan di zaman Mesolithikum ini melibatkan jasad mayat manusia yang telah meninggal. Kebudayaan ini mereka lakukan dengan cara mengubur manusia yang telah meninggal ke dalam goa.

Budaya ini beda dengan bacson-hoabinh. Kalau ada yang meninggal, dia akan dikuburkan didalam gua dan kalau tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Untuk kaum perempuan biasanya tulang-belulang tersebut digunakan sebagai kalung.

Selain mengambil tulangnya, juga terdapat lukisan dan ukiran mengenai pemburuam babi di dinding-dinding goa.